Ilustrasi Walisongo. |
Oleh Adham Mustofa Prembuni
Dutaislam.or.id - Kata penganut sekte wahabi, Walisongo itu tidak ada bukti otentik yang menunjukkan sejarah keberadaanya. Hahaha... Lebih baik, dia ikut Stand Up Comedy saja harusnya kalau ingin membuat ketawa orang banyak.
Untung saja saya pernah ziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan beberapa sunan lainnya. Jadi akhirnya mengetahui kalau Walisongo itu ada dan menyejarah. Berbagai tulisan tentang Walisongo itu derajadnya mutawattir (dipertanggungjawabkan), kuburannya ada dan diziarahi ribuan orang tiap tahun.
Tahlilan yang merupakan cara dakwah guna menarik hati orang-orang Hindu Budha agar mau masuk Islam itu contoh peninggalan Walisongo. Lagu tombo ati, Lir-ilir, Sluku-sluku Bathok, dan Tembang Macapat, itu karya para wali guna menarik hati orang Jawa agar mau masuk Islam. Kitab Suluk dan Tashawwuf karya para wali, apa apa mereka tidak pernah membacanya? Gamelan Bonang yang merupakan gamelan yang diciptakan sunan Bonang hingga kini masih bisa diteliti dan dipelajari.
Wayang yang diwarnai istilah keislaman seperti Kalimosodo (kalimat syahadat) sampai ke tangan kita, apa itu bukan bukti? Apalagi dengan masjid-masjid dan pondok pesantren yang dibangun beberapa Sunan. Ditambah lagi dengan bukti anak cucu keturunan Walisongo yang masih hidup sampi kini. Bukti yang paling nyata adalah mayoritas warga Indonesia beragama Islam. Ini nyata.
Walisongo berdakwah mengIslamkan umat Hindu/Budha di Jawa. Mereka berdakwah dengan kesopanan dan kesabaran, bukannya langsung bilang musyrik, bid'ah, sesat, kafir dan sebagainya. Apa gampang membuat orang lain tertarik dan masuk Islam. Kalau tidak ada Walisongo, siapa yg mengislamkan nenek moyang Ustad Badrussalam yang dulunya kafir itu? Apakah Dajjal atau tanduk setan yang berdakwah? Sikap Badrussalam sama sekali tidak menghargai jasa ulama dan para wali terdahulu.
Argumen Konyol
Satu argumen Abu Yahya Badrussalam Lc yang menyebut Walisongo tidak otentik keberdaannya adalah karena tidak ada kitab para Walisongo yang terwariskan hingga kini, sebagaimana kitab peninggalan Imam Malik, Imam Syafi’ie, Bukhari dan sebagainya.
Pertaannya, kalau para Walisongo tersebut menulis kitab fiqih macam Imam Syafi’ie atau kitab hadits seperti Imam Bukhari dalam dengan bahasa Arab, kira-kira masyarakat Jawa yang mayoritas Hindu dan buta huruf masuk Islam-kah? Apa rakyat Jawa yang Hindu dan mayoritas buta huruf tersebut mau membaca kitab-kitab dalam bahasa Arab seperti karya Imam Malik dan Imam Bukhari?
Ingat, Al Qur’an itu wahyu dari Allah. Bukan tulisan karya Nabi Muhammad Saw. Al Qur’an pun baru dibukukan di zaman Khalifah Usman bin ‘Affan. Hadits juga baru mulai dibukukan pada zaman Tabi'in. Apa para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar dianggap tidak pernah hidup cuma karena tidak menulis kitab? Apa bapak dan kakek kita tidak pernah ada karena tidak menulis kitab? Jadi logika Badrussalam "Bahwa Walisongo tidak ada karena tidak menulis kitab" adalah logika yang keliru.
Walisongo itu cara dakwahnya justru mengikuti Nabi. Mereka hanya sekedar menyampaikan kandungan Al-Qur’an dan ajaran Islam. Bukan menulis kitab. Kelemahan pengikut sekte wahabi itu suka gaya dan su’ul adab (berperilaku buruk alias tidak sopan). Ustadz wahabi tidak tahu terimakasih kepada para ulama yang jadi washilah diislamkannya nenek moyang mereka. Jauh amat mau mendoakan. Isinya justru menolak keberadaan mereka. Bahkan malah menghancurkan pekuburan Al-Baqi.
Dalam sebuah hadist riwayat Sayyidina Ali, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda; Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Al-Quran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771).
Apa manusia-manusia wahabi harus dibunuh karena termasuk dalam sabda Rasul Muhammad Shallallhu alaihi wasallam? Kebenaran hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. [dutaislam.or.id/ab]