Dutaislam.or.id - Suatu ketika seorang habib dari Kota Malang, ketika masih muda, yaitu Habib Baqir Mauladdawilah (sekarang beliau masih hidup), diijazahi sebuah doa oleh al-Ustadzul Imam al-Habr al-Quthb al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Bilfaqih, Habib Abdulqadir Bilfaqih berpesan kepada Habib Baqir untuk membaca do'a tersebut ketika akan menemui seseorang agar tahu sejatinya orang tersebut siapa, orang atau bukan.
Suatu kesempatan datanglah Habib Baqir menemui seorang waliyullah di daerah Pasuruan, Jawa Timur, yang mashur dengan nama Mbah Hamid Pasuruan. Ketika itu, di tempat Mbah Hamid banyak sekali orang yang sowan kepada beliau, meminta doa atau keperluan yang lain.
Setelah membaca doa yang diijazahkan, Habib Baqir merasa kaget. Ternyata orang yang terlihat seperti Mbah Hamid sejatinya bukan Mbah Hamid. Beliau mengatakan: “Ini bukan Mbah Hamid, ini adalah khodamnya. Mbah Hamid tidak ada di sini.” Kemudian Habib Baqir mencari di mana Mbah Hamid berada.
“Kyai, Kyai jangan begitu,” Habib Bagir menegur.
“Ada apa, Bib?”
“Kasihan orang-orang yang meminta doa, itu doa bukan dari panjenengan, yang mendoakan itu khodam. Panjenengan di mana waktu itu?”
Mbah Hamid tidak menjawab, hanya diam. Namun Mbah Hamid pernah menceritakan masalah ini kepada seorang habib sepuh.
“Kyai Hamid, waktu banyak orang-orang meminta doa kepada njenengan, yang memberikan doa bukan njenengan, njenengan di mana. Kok tidak ada?” Tanya habib sepuh.
“Hehehee.. ke sana sebentar”
“Ke sana ke mana, Kyai?”
“Kalau njenengan pengen tahu, datanglah ke sini lagi.”
Habib sepuh tersebut kembali menemui Mbah Hamid, ingin tahu di mana tempat persembunyian beliau. Setelah bertemu, Mbah Hamid tidak langsung menjawab, tapi memegang habib sepuh tadi. Seketika itu, sang habib tadi, melihat suasana di sekitar mereka berubah menjadi bangunan Masjid yang sangat megah.
“Di mana ini Kyai?” Habib keget.
“Monggo njenengan pirsani piyambek niki teng pundi/ silakan habib lihat sendiri ini di mana)" jawab Mbah Hamid.
Subhanallah, ternyata Habib sepuh tadi dibawa oleh Mbah Hamid mendatangi Masjidil Haram.
Habib sepuh kembali bertanya kepada Kyai Hamid:
“Kenapa njenengan memakai doa?”
“Saya sudah terlanjur terkenal, saya tidak ingin terkenal, tidak ingin muncul, hanya ingin asyik sendirian dengan Allah, saya sudah berusaha bersembunyi, bersembunyi di mana saja, tapi orang-orang selalu ramai datang kepadaku. Kemudian saya ikhtiar menggunakan doa ini, itu yang saya taruh di sana bukanlah khodam dari jin, melainkan malakul ardhi, malaikat yang ada di bumi. Berkat doa ini, Allah Ta’ala menyerupakan malaikatNya dengan rupaku.”
Habib sepuh yang menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut, sampai meninggalnya merahasiakan apa yang pernah dialaminya bersama Mbah Hamid, hanya sedikit yang diceritakan kepada keluarganya.
KH Hamid Pasuruan |
Mbah Hamid Pasuruan Titip Salam
Lain waktu, ada tamu dari Kendal sowan kepada Mbah Hamid. Lantas Mbah Hamid menitipkan salam untuk si fulan bin fulan yang kesehariannya berada di Pasar Kendal, menitipkan salam untuk seorang yang dianggap gila oleh masyarakat sekitar Kendal. Fulan bin fulan kesehariannya berada di sekitar pasar dengan pakaian dan tingkah laku persis seperti orang gila, namun tidak pernah mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Tamu tersebut bingung kenapa Mbah Hamid sampai menitip salam untuk orang yang dianggap gila oleh dirinya.
“Bukankah orang tersebut adalah orang gila, Kyai?” sang tamu penasaran.
“Beliau adalah wali besar yang menjaga Kendal, rahmat Allah turun, bencana ditangkis, itu berkat beliau, sampaikan salamku.”
Kemudian setelah si tamu pulang ke Kendal, menunggu keadaan pasar sepi, dihampirilah “orang yang dianggap gila tersebut” yang ternyata Shohibul Wilayah Kendal.
“Assalamu’alaikum…” Sapa si tamu.
Wali tersebut memandang dengan tampang menakutkan layaknya orang gila sungguhan, kemudian keluarlah seuntai kata dari bibirnya dengan nada sangar:
“Wa’alaikumussalam.. ada apa..!!!”
Dengan badan agak gemetar, si tamu memberanikan diri. Berkatalah ia: “Panjenengan dapat salam dari Kyai Hamid Pasuruan, Assalamu’alaikum…”
Tak beberapa lama, wali tersebut berkata: “Wa’alaikumussalam” dan berteriak dengan nada keras:
“Kurang ajar si Hamid, aku berusaha bersembunyi dari manusia, agar tidak diketahui manusia, kok malah dibocor-bocorkan. Ya Allah, aku tidak sanggup, kini telah ada yang tahu siapa aku, aku mau pulang saja, gak sanggup aku hidup di dunia.”
Kemudian wali tersebut membaca sebuah doa, dan bibirnya mengucap: “Laa Ilaaha Illallah Muhammadun Rasulullah…”
Seketika itu langsung meninggallah sang Wali di hadapan orang yang diutus Mbah Hamid.
Subhanallah… begitulah para walinya Allah, saking inginnya berasyik-asyikkan hanya dengan Allah sampai berusaha bersembunyi dari keduniawian, tak ingin ibadahnya diganggu oleh orang-orang ahli dunia. Mereka bersembunyi memakai cara masing-masing. Oleh karena itu, janganlah kita su’udzon terhadap orang-orang di sekitar kita.
Jadi ingat nasihat Maha Guru Al-Quthb Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih:
“Jadikanlah dirimu mendapat tempat di hati seorang Auliya.”
Semoga nama kita tertanam di hati para kekasih Allah, sehingga kita selalu mendapat nadzrah dari guru-guru kita, dibimbing ruh kita sampai terakhir kita menghirup udara dunia ini. Aamin. [dutaislam.or.id/ab]
Sumber cerita:
KH. Achmad Sa’idi bin KH. Sa’id, pengasuh Ponpes Attauhidiyyah Tegal.