Iklan

Iklan

,

Iklan

Perbedaan Air Musta'mal dan Air Mutlak dalam Fiqih

10 Apr 2016, 03:59 WIB Ter-Updated 2024-08-12T20:31:45Z
Download Ngaji Gus Baha
pengertian air musta'mal

Oleh Novianis Nur Mufidah

Dutaislam.or.id - Pada dasarnya, air diciptakan dalam keadaan suci dan mensucikan. Kemudian ketika ia bersentuhan dengan manusia atau benda lain maka hukum air bisa berubah menjadi suci tapi tak mensucikan, air mutanajis, atau air mustakmal. Masing-masing memiliki ketentuan yang berbeda dengan konsekuensi hukum yang juga berbeda. Lalu apa pengertian air mustakmal?

Dalam pengertian etimologis, air mustakmal (maaul musta’mal) terdiri atas dua kata, yakni maaun (air) dan al-musta’malun (telah digunakan). Terdapat beberapa pendapat dari para ulama tentang pengertian air mustakmal secara istilah. Di antaranya pengertian yang lazim digunakan adalah air yang secara kuantitas kurang dari dua kulah (kurang dari 216 liter) dan telah digunakan untuk menyucikan hadast, baik untuk wudlu atau mandi wajib.

Baca: Ini Alasan Laki-Laki Haram Memakai Emas

Sebagian ulama mengemukakan pendapat bahwa air mustakmal adalah air yang kurang dari dua kulah yang telah digunakan untuk menyucikan hadast pada basuhan pertama. Mengapa basuhan pertama? Karena basuhan pertama adalah basuhan yang wajib, sedangkan basuhan kedua sampai ketiga adalah sunah.

Pada intinya, air mustakmal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci atau menyucikan hadast tanpa tercampur sesuatu yang dihukumi najis dan kurang dari dua kulah. Contohnya, air wudlu yang menetes dari wajah. Artinya air tersebut telah digunakan untuk membasuh wajah dan jika air tetesan tersebut menetes pada air yang kita tadah untuk membasuh organ selanjutnya, maka air dalam tadahan itu bersifat mustakmal dan tidak dapat digunakan untuk bersuci lagi.

Menurut madzhab Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, hukum dari air mustakmal adalah thahir ghoiru muthahhir atau suci tetapi tidak bisa menyucikan. Menurut madzhab Maliki, air mustakmal dapat menyucikan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, air musta’mal dihukumi najis.

Baca: Cara Samak Bangkai Kulit Binatang

Kemudian, apakah air mustakmal selamanya tidak dapat dijadikan sebagai air yang thahir muthahhir? Jawabannya bisa, jika memenuhi keempat syarat ini: (i) Air tersebut sudah ada sebanyak dua kulah; (ii) jika kemasukan sesuatu yang najis, sifat-sifat air tidak berubah; (iii) jika tercampur dengan sesuatu yang suci, sifatnya tidak berubah dengan sangat; (iv) air tersebut dapat dikatakan sebagai air mutlak kembali.

Jika air bercampur dengan sesuatu yang suci dan dapat melebur dengan air seperti madu (‘asal) ataupun air tercampur dengan sesuatu yang tidak dapat melebur dengan air seperti minyak, kemudian terjadi perubahan yang sangat terlihat (taghyiiran faahisyan) pada sifat-sifat air (bau, rasa, warna), maka air tersebut tidak bisa digunakan untuk raf’ul hadast maupun izalatun najis, walaupun air tersebut sangat banyak.

Jika air tersebut kemasukan sesuatu yang najis yang menjadikan berubahnya salah satu sifat air walaupun perubahannya sedikit, hukum air tersebut adalah najis walaupun air dalam jumlah yang sangat banyak seperti lautan. Jika tidak mengubah sifat-sifat air, maka air tersebut tidak najis selama airnya lebih dari dua kulah.

Bila dalam air terdapat sesuatu yang secara alami ada di situ dan susah dihilangkan seperti lumpur atau ganggang sehingga sifat air berubah dengan sendirinya karena terlalu lama didiamkan maka hukum air tersebut adalah suci. Wallahu a’lam. [dutaislam.or.id/ab]

Bacaan:
  • Ibn Qasim, SyarahFath al-Qorib Al-Mujib
  • Abu Syuja, Matn Ghoyatu wa Taqrib
  • Riyadhul Badi’ah
  • Terjemah Fiqih Empat Madzhab.

Novianis Nur Mufidah,
Mahasiswa STIQ An-Nur Yogyakarta.

Iklan