Oleh
Ust. Moeslich El Malibary
Dutaislam.or.id - Baru-baru
ini, muncul fatwa baru yang membuat gempar umat Islam Indonesia, khususnya
adalah warga Ahlussunnah, dalam video pendek yang berisikan tentang pembid'ahan
dalam menisbatkan kata 'Sayidina' ketika memanggil Nabi Muhammad Saw. dari
seorang ustadz bergelar doktor yang mengatakan 'Kata Sayidina itu belum ada di
zaman dahulu.
Memanggil
Nabi dengan 'Sayidina' itu malah mengurangi martabat Nabi'. Pasalnya, dalam
memanggil Nabi Muhammad dengan menggunakan 'Sayidina' sudah menjadi kebiasaan
turun temurun mulai dari zaman dahulu. Jadi ketika masyarakat mendengar fatwa kontroversial
seperti itu, pastilah masyarakat merespon dan menanggapinya dengan cepat, dan
bahkan hingga mengatakan hal-hal negatif kepada ustadz tersebut.
Perlu
diketahui bahwa sebenarnya, pemanggilan dengan kata 'Sayidina' terhadap beliau
Nabi Muhammad Saw. sudah digunakan oleh para shahabat seperti dalam beberapa
hadits yang akan disebutkan. Akan tetapi, mungkin karena ketidaktahuan ustadz
ini, hal itu dijadikan legitimasi olehnya untuk membid'ahkan orang-orang yang
tidak sepaham dengannya. Itulah yang menjadi permasalahan besar.
Kali
ini, kami akan memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan kata 'Sayidina', ditinjau
dari segi etimologi (lughah- bahasa), dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan segi logika.
Dalam
Segi Etimologi (Bahasa)
Kata
'Sayyid' dalam segi bahasa mempunyai banyak makna. Bisa diartikan dengan 'Orang
yang memimpin suatu kaum'. 'Orang yang banyak pengikutnya'. 'Orang yang mulia
diantara lainnya', 'Orang yang patut untuk ditaati'. (Silahkan buka kamus Arab
Mu'jamul Wasith).
Jadi,
kalau ditinjau dari segi bahasa, kata 'Sayiduna' sangatlah tepat disandarkan
kepada beliau Nabi Muhammad Saw. karena beliau Nabi adalah Pemimpin semua
manusia, diikuti oleh semua orang Islam, dan orang yang Paling mulia diantara
semua makhluk di sisi Allah Swt. Hal ini tidak bisa dielak lagi mengingat
sangat tepatnya pengaplikasian ini.
Yang
perlu diingat bahwa memuji itu tidak harus menggunakan kata yang tepat dan
tidak harus melampaui batas. Dan bahkan kemuliaan beliau Nabi tidak ada yang
mengetahui batasnya kecuali Allah. Jadi memuji dengan kata 'Sayidina' akan
mengurangi martabat beliau Nabi seperti kata ustadz Kholid itu adalah ucapan
yang tidak berdasar.
Dalil
dalam Al-Qur'an
Dalam
Al-Qur'an, Allah Swt. Juga menisbatkan 'Sayidina' kepada Nabi Yahya as. Dalam
Al-Qur'an Allah berfirman,
"Allah
menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan
sebuah kalimat dari Allah, panutan (sayid), berkemampuan menahan diri (dari
hawa nafsu), dan seorang nabi diantara orang-orang saleh"
(QS. Ali Imran [3] : 39).
Ditilik
dari ayat ini, jika Allah menisbatkan kata 'Sayidina' kepada Nabi Yahya, apakah
tidak bisa, tidak sah, tidak tepat jika kata 'Sayid' juga dinisbatkan kepada
Nabi Muhammad mengingat keduanya adalah sama-sama seorang nabi dan rasul yang
menyampaikan hukum-hukum-Nya? Akan Allah Swt. Mengakui kurangnya martabat Nabi
Yahya sehingga memuji dengan kata 'Sayid'?
Dalil-Dalil
dari Hadits.
Dalam
menetapkan kata 'Sayidina' dari hadits, sangatlah banyak hadits-hadits yang
menetapkan hal itu hingga kami menjadi keberatan untuk menyebutkan semuanya,
karena jika kami sebutkan, akan semakin kelihatan ketidak tahuan ustadz Kholid
yang sudah menyandang gelar doctor. Akan tetapi, karena memang ini adalah yang
sangat dibutuhkan, dengan terpaksa kami akan menyebutkan banyak hadits yang
menentapkan hal tersebut.
Dalam
menetapkan kata'Sayid' dari hadits, berarti menunjukkan bahwa kata tersebut
sudah digunakan mulai zaman Nabi. Demikianlah kami paparkan hadits-hadits yang
menetapkan kata 'Sayidina' dari berbagai sisi. Diantaranya,
Beliau Nabi mengatakan sendiri
seorang Sayid
Dari
Sayidina Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: "Saya
adalah pemimpin semua bani Adam di hari kiamat" HR. Imam Muslim,
hadits tersebut dalam urutan nomer 5.899 dalam kitab Shohih Muslim.
Dalam
riwayat lain, terdapat perbedaan sedikit, "Saya adalah pemimpin seluruh
manusia di hari kiamat" HR. Imam Bukhari 3.340, dan Imam Muslim 479.
Sahabat memanggil dengan panggilan
Sayid dan Beliau Nabi tidak mengingkarinya
Dari
Sayidina Sahl bin Hunaif ra. berkata: Suatu ketika, kita mendapati sungaisedang
mengalami banjir, kemudian aku masuk kedalam sungai tersebut untuk mandi.
Keluar dari sungai itu, kudapati badanku terasa panas. Akhirnya kulaporkan hal
itu kepada Rasulullah Saw. beliau berkata:
"Perintahkanlah kalian semua
kepada Abu Tsabit untuk bertaawwudz (membaca A'udzubillahi
minasysyaithoni)," Aku berkata: "Wahai Sayidi, masih ada azimat
(jimat) yang ampuh (kenapa diperintah bertaawwudz) ?" beliau bersabda: "Tidak
ada azimat kecuali penyakit dalam tubuh, panas, dan penyakit akibat
sengatan," HR. Abu Dawud 3.888, An-Nasa'i dalam Amalul Yaum wa Lailah
urutan nomer 257.
Begitulah
pengakuan (taqrir) beliau Nabi yang tidak mengingkari sama sekali ketika
dipanggil dengan menggunakan kata 'Sayid'.
Beliau Nabi menisbatkan kata
'Sayyid' kepada beberapa sahabat
Dari
Sayidah Aisyah ra. dalam menceritakan datangnya sahabat Sa'd bin Muadz ketika
dipanggil oleh beliau Nabi untuk mengeluarkan keputusan hukum dalam peristiwa
Bani Quraizhah, beliau bersabda, "Berdirilah kalian untuk Sayid kalian
dan persilahkanlah dia." HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dalam
riwayat lain dari jalur Sayidina Abu Said Al-Khudry, lebih ringkas sedikit "Berdirilah
kalian semua untuk Sayid kalian." HR. Bukhari urutan nomer 3.043.
Dari
Sayidina Abu Bakrah ra. berkata: Aku melihat Rasulullah Saw. sedang berkhutbah
dan Hasan bin Ali sedang duduk disampinya. Beliau menghadap kepada hadirin dan
terkadang menghadap kepadanya seraya bersabda: "Sungguh, putraku ini
adalah pemimpin (Sayid). Dan kelak, dengan putraku ini, Allah akan mendamaikan
diantara dua golongan besar yang berseteru dari orang-orang Islam,"
HR. Bukhari dan at-Tirmidzi.
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Hasan dan Husain adalah pemimpin
(Sayid) pemuda ahli Sorga." HR. Tirmidzi nomer 3.768 dalam kitab Sunan
At-Tirmidzi.
Diriwayatkan
bahwasannya Raulullah Saw. bersabda terhadap Sayidah Fatimah ra. "Apakah
kamu tidak ridlo jika kamu akan menjadi pemimpin (Sayidah) para perempuan Surga?"
HR. At-Tirmidzi.
Sahabat menisbatkan Sayidina kepada
sahabat lain
Diriwayatkan
bahwasannya Sayidina Umar ra. berkata: "Abu Bakar adalah pemimpin kita
(Sayiduna) dan telah memerdekakan pemimpin kita pula yaitu Bilal" HR.
Bukhari.
Diriwayatkan
pula bahwasannya Sayidina Umar berkata kepada Sayidina Abu Bakar dalam
peristiwa baiat khilafah, "Bahkan kami akan membaiat kamu, sungguh kamu
adalah pemimpin kita (Sayiduna), orang yang paling bagus diantara kita, yang
paling cinta kepada Rasulullah Saw." kemudian Sayidina Umar menganbil
tangannya dan membaitnya menjadi kholifah. HR. Bukhari.
Dan
masih banyak hadits-hadits tentang hal ini yang kiranya sudah kita cukupi
dengan hadits-hadits yang disebutkan sebagai tendensi tentang masalah ini.
Sebenarnya masih banyak haditsnya, akan tetapi kami berusaha mengambil hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, agar supaya predikat
keshohihan haditsnya tidak dipermasalahkan oleh orang-orang yang mengaku
menguasai hadits (Wahabi dkk.).
Dalil
Secara Logika
Sesuai
fakta dan realita, semua orang pasti mempunyai figur yang ia hormati dalam
kehidupan. Misalnya, anak menghormati ayahnya, murid kepada gurunya, masyarakat
kepada para pejabat tingginya, dll. Pertanyaannya, sopankah jika anak memanggil
bapaknya dengan langsung memanggil namanya tanpa ada penisbatan 'Bapak',
'Ayah', dll.?
Sopankah jika seorang murid memanggil gurunya dengan langsung
menggunakan namanya? Begitu pula masyarakat, sopankah memanggil bapak presiden
dengan langsung memanggil namanya dihadapannya?. Jika semua itu terjadi, yakni
anak langsung memanggil nama bapaknya dan seterusnya, pastilah semua orang
mengatakan bahwa anak tersebut adalah anak bejat, anak durhaka. Murid yang
kurang waras, tak berpendidikan. Masyarakat yang sombong, tidak tau sopan
santun, dll.
Dalam
kaitannya dengan memanggil beliau Nabi, manusia paling mulia, paling dicintai
Allah, paling sempurna segalanya di alam semesta, ingin dikatakan orang seperti
apa jika Anda memanggil beliau Nabi dengan langsung menggunakan nama beliau?
Kata 'Sayid' adalah kata yang tepat disandangkan oleh beliau Nabi ditilik dari
kandungan maknanya secara bahasa. Itulah logikanya sebagai renungan dan resapan
Pertimbangan
Setelah
kita mengetahui semua itu, kita kembalikan kepada diri kita masing-masing.
Pastaskah kita memanggil beliau Nabi dengan langsung menggunakan nama beliu?
Tidak lain bahwa panggilan kita kepada beliau Nabi menggunakan 'Sayidina'
adalah sopan santun, adab, tata karma kita kepada beliau. Dalam Al-Qur'an,
Allah Swt. berfirman:
"Janganlah
kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan
sebagian kamu kepada sebagian yang lain."
(QS. An-Nur [25]: 63).
Ayat
ini secara tegas melarang panggilan kita kepada Beliau Nabi dengan langsung
menggunakan nama beliau. Ayat ini turun ketika sebagian sahabat memanggil
beliau dengan langsung menggunakan nama beliau 'Muhammad', 'Ahmad', dll.
Kita
juga diwajibkan memuliakan beliau nabi, seperti halnya firman Allah Swt. Dalam
Al-Qur'an,
"Adapun
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung." (QS. Al-A'raf
[7]: 157).
Dari
semua itu, kita bisa mengatakan bahwa kebiasaan kita memanggil beliau Nabi dengan
kata 'Sayidina' adalah dianjurkan sesuai dua ayat terakhir tersebut. Dan kata
tersebut juga tidak bid'ah dengan bertendensi dengan Ayat Al-Qur'an dan
hadits-hadits yang sudah disebutkan. Dan panggilan kita menggunakan kata
tersebut, tidak mengurangi derajat Nabi seperti perkataan ustadz Kholid dengan
memandang dari segi bahasa.
Terakhir,
kami memberi nasehat kepada Ust. Kholid Basalamah khususnya, dan orang-orang
yang sepaham dengannya bahwa jikalau tidak mengetahui sesuatu, itu adalah bukan
suatu dalil bagi kalian untuk menyalahkan orang, membid'ahkan, merasa benar,
merasa tidak ada di zaman Rasulullah, dll. Akan tetapi, jika tidak mengetahui,
sikap yang paling bijaksana adalah diam.
'Orang tidak yang paling baik adalah yang menyadari bahwa dirinya tidak tahu'.
Semoga kita semua selalu diberi petunjuk oleh Allah Swt. menuju jalan yang
lurus, benar, dan diridloi oleh-Nya. Amiin. [dutaislam.or.id/ab]
Moeslich
El Malibary,
pengajar salah satu pondok di Jateng
dan sekarang sedang memburu Ilmu di
Hadramaut, Yaman.