Iklan

Iklan

,

Iklan

Mari Membunuh Indonesia dengan Jargon "Rokok Membunuhmu"!

24 Agu 2016, 14:04 WIB Ter-Updated 2024-08-31T00:26:20Z
Download Ngaji Gus Baha

Dutaislam.or.id - Mengapa ada iklan "Rokok Membunuhmu" namun rokok masih diproduksi dan tidak ada pabrik rokok yang ditutup? Membunuh tapi tetap dibiarkan? Membunuh tapi tetap dilegalkan, apa ini pembunuhan yang legal jika benar merokok membunuh. Adakah agenda tersembunyi dari dinamika ini? Tahukah Anda bahwa balik logika kesehatan itu ada keserakahan kaum kapitalis asing yang hendak menguasai bisnis global di bidang kretek?

Pertarungan politik bisnis internasional menyebabkan Indonesia kehilangan kekayaan negeri sendiri. Dulu, Indonesia pernah berjaya dengan penjualan minyak Mandar (Sulawesi Selatan), namun kini telah diluluhlantakkan dengan bombardir minyak sayur.

Isu medianya menyebutkan bahwa minyak mandar tidak baik untuk kesehatan oleh Amerika. Hal itulah yang kini juga diberlakukan pada produk rokok kretek. Lewat WHO, WTO, pemerintahan Indonesia diingatkan soal bahaya nikotin tinggi dalam rokok.

Begitu pula yang terjadi dalam komoditas lokal gula, garam, jamu dan obat herbal. Julukan pulau sejuta emas untuk pulau Selayar pun lenyap cerita. Mungkin tak banyak yang tahu kalau di daratan Sulawesi di tahun 1960-an adalah hamparan pulau kelapa yang menjadi tambang hidup rakyat.

Kelapa sering disebut emas hijau berkibar-kibar di sepanjang jazirah Sulawesi, hingga tiba badai jatuhnya harga kopra dunia di tahun 1980. Ditambah dengan derasnya kampanye perang anti kelapa, benar-benar mengubur minyak kelapa. Pada tahun 90-an, negeri Uwak Sam, Amerika, getol mengampanyekan bahaya minyak kelapa bagi kesehatan. Sebagai gantinya diperkenalkanlah minyak kedelai yang lebih bersahabat dengan kesehatan.

Indonesia yang sudah berabad-abad menggunakan minyak kelapa akhirnya takluk juga. Pelan tapi pasti minyak kelapa dijauhi, membuatnya tak laku dan industri ini pun gulung tikar. Hal yang sama terjadi pada gula. Tahun 1930-an, Indonesia produsen gula nomor dua dunia di bawah Kuba. Tapi sejak tuan International Monetary Fund (IMF) datang ke Indonesia tahun 1998, yang memaksa pemerintah melepas tata niaga, termasuk diantaranya gula, maka gula import membanjir. Sejak itu pula tamatlah industri lokal surga para semut itu. 

Sementara garam pernah berjaya di tanah air sendiri pada 1990-an. Kita bahkan mengekspor ke manca negara. Tapi sejak Akzo Nobel gencar kampanye garam yodium, pabrik-pabrik garam nasional bangkrut. Jamu juga mengalami nasib tragis. Posisinya sudah kian tersudut oleh obat farmasi modern. Herbal diragukan keampuhannya. Dukungan pemerintah juga minim. Jangan kaget temulawak dipatenkan oleh anak perusahaan LG, Korea Selatan.

Lagi dan lagi, pemerintah Indonesia menggunakan kacamata kuda dengan temuan baru yang dibungkus rapi dalam baju akademis dan kesehatan.

Kampanye inte[l]nasional disambut karpet merah, sementara industri lokal yang menjadi korban kampanye tak disokong, baik dalam bentuk kredit, subsidi, tekonologi, riset, proteksi harga dan lainnya.

Sementara industri tembakau lamban tapi pasti mengikuti jejak matinya kopra, gula, garam, jamu. Tembakau kini kian tersisih peredarannya seiring dengan aneka beleid baru yang membatasinya. Tak lama setelah Soeharto jatuh, medio 1999, menyeruaklah isu perlunya pembatasan kadar kandungan tar dan nikotin.

Dengan berlindung di balik isu kesehatan, beleid pembatasan tembakau akhirnya disahkan tahun 2009. Industri rokok kretek terpukul, sementara rokok putih diuntungkan. Dengan slogan "low tar, low nicotin", rokok kretek sempoyongan, sementara rokok putih yang menggunakan tembakau Virginia masih di atas angin, padahal selama ratusan tahun rokok putih tak pernah bisa menggeser rokok kretek.

Dalam buku "Membunuh Indonesia. Konspirasi Global Penghancuran Kretek" diulas tentang adanya perang global melawan tembakau. Kampanye anti tembakau sesungguhnya bermula dari persaingan bisnis nikotin antara industri farmasi dengan industri tembakau di Amerika Serikat. Perusahaan farmasi berkepentingan menguasai nikotin sebagai bahan dasar produk Nicotine Replacement Therapy (NRT).

Di dalam negeri ada dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi kebijakan anti tembakau sukses besar. PP tembakau sudah direvisi berkali-kali, puluhan perda anti tembakau, UU Kesehatan dan RPP Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif sedang digodog, kawasan dilarang merokok dibuat, iklan rokok pun tak selonggar dulu.

Sementara di sisi lain, impor tembakau meningkat tajam. Tahun 2003 sebesar 29.579 ton naik menjadi 35.171 ton di 2004. Hingga 2008 mencapai 77.302 ton. Dalam waktu lima tahun ada kenaikan 250 persen. Impor cerutu juga naik. Rata-rata kenaikan 197,5 persen per tahun. Tahun 2004 impor cerutu masih US$ 0,09 juta, di tahun 2008 naik menjadi 0,979 juta. 

Philips Morris mencaplok Sampoerna (2005) dan BAT mengakuisi Bentoel (2009). Perusahaan farmasi yang menjual terapi rokok juga kian populer di Indonesia. (Industri kretek yang masih berada di tangan pihak Indonesia adalah Djarum, Gudang Garam, Djeruk dari daerah Kudus, Wismilak.)

Selamat datang penguasa rokok dunia, selamat tinggal industri rokok kretek yang megap-megap menjelang ajal kematian. Industri kretek dalam negeri yang memayungi hampir 30 juta orang yang bekerja di sektor ini.

Lambat tapi pasti rokok kretek menuju liang kematian yang sebelumnya telah ditempati kopra, gula, garam, jamu, dan puluhan lainnya.

Buktinya, iklan "Rokok Membunuhmu" hadir melalui Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012. Spirit PP tersebut menghancurkan industri kretek nasional untuk digantikan oleh rokok putih milik Phillip Morris dan BAT.

Kampanye "Rokok Membunuhmu" disponsori oleh Bloomberg Initiative, sebuah lembaga berkedudukan di Amerika Serikat. Bloomberg Initiative mengumumkan bahwa lembaga itu menyeponsori (membiayai) ilmuwan, kaum profesional, lembaga penelitian, lembaga yang mengamati produk dan kenyamanan hidup masyarakat yang membelinya, juga, termasuk, menyeponsori lembaga keagamaan, agar membuat fatwa haram atas rokok. Jadi jelas bahwa ada laku manusia yang mencerminkan keserakahan global.

Banyak pihak dipengaruhi dengan duit. Para pejabat di departemen, tingkat menteri, di bawah menteri, gubernur, bawahannya, bupati atau wali kota dan bawahan mereka, semua menjadi korban yang berbahagia karena limpahan duit yang tak sedikit jumlahya untuk masing-masing pihak. Mereka menjadi korban kecil karena harus membuat aturan dan sejumlah larangan merokok, yang mungkin tak sepenuhnya cocok dengan hati nurani.

Tapi apa artinya hati nurani di jaman edan ini dibanding duit melimpah? Para pejabat itu rela membunuh hati nurani mereka sendiri demi uang. 

Rokok kretek kita sangat khas. Dan di negeri orang bule, kretek kita mengantam telak perdagangan rokok putih mereka. Kretek unggul. Dan karena itu mereka berhitung bagaimana kretek bisa mereka caplok.

Berbeda dengan penemuan Prof Sutiman Bambang Sumitro dari Pusat Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di Malang. Setelah penelitian belasan tahun, salah satu bukti ilmiah yang ditemukan adalah asap rokok memang mengandung zat merugikan, namun tak cukup kuat sebagai penyebab kanker.

Lebih jauh lagi, teori Prof Sutiman menyatakan, rokok menyebabkan kanker kebanyakan hanya hasil pengolahan data di rumah sakit, bukan di lapangan. Jadi, asal ada pasien mengidap kanker, dan kebetulan dia merokok, serta-merta rokok lah yang dituding sebagai penyebab tunggalnya.

Variabel-variabel lain yang terkait dengan gaya hidup si pasien, semisal 'asupan' polusi asap kendaraan, konsumsi MSG, dan sebagainya, diabaikan. Metode semacam itu jelas melanggar kaidah eksperimen ilmiah.

Dengan teori baru hasil penelitian ilmuwan bangsa sendiri tersebut, menjadi cukup jelas kenapa di sekitar kita banyak perokok aktif yang tetap sehat sampai lanjut usia.

Banyak tokoh nasional yang perokok kretek tetap bugar dan produktif hingga usia senja. Sebut saja misalnya Haji Agus Salim, mantan Menteri Pendidikan Prof Fuad Hasan, penulis besar Pramoedya Ananta Toer, master menggambar Pak Tino Sidin, tokoh Muhammadiyah Prof Malik Fadjar, dan masih banyak contoh lain.

Industri rokok disasar ingin dijatuhkan karena sudah memberikan sumbangan berharga bagi struktur ekonomi Indonesia. Kekuatan industri kretek itu setidaknya karena beberapa hal. Pertama, tumbuh berkembang dan bertahan lebih dari satu abad tanpa ketergantungan modal pada negara. Kedua, menggunakan hampir 100% bahan baku dan konten lokal. 

Ketiga, terintegrasi secara penuh dari hulu ke hilir dengan melibatkan tak kurang dari 30,5 juta pekerja langsung maupun tak langsung. Keempat, industri melayani 93% pasar lokal. Dengan karakter sekokoh itu, tak ayal industri kretek menjadi salah satu prototipe kemandirian ekonomi nasional. 

Kekuatan inilah yang diincar neo-kolonialis gaya baru ingin menguasai industri rokok, tapi dengan mematahkan ketangguhan industri kretek Indonesia. Caranya lewat kampanye anti yang sekarang diganti dengan jargon Rokok Membunuhmu. [dutaislam.or.id/ab]

Sumber Info: Buku Membunuh Indonesia. Konspirasi Global Penghancuran Kretek
Penulis: Abhisam DM, Hasriadi Ary, Miranda Harlan
Penyunting: Abhisam DM
Penerbit: Kata Kata Terbit: Desember 2011

Iklan