Dutaislam.or.id - Ada kiai sepuh sedang mengaji di musholla sebelah bersama puluhan jamaahnya. Ia memulai pengajian dengan dengan kalimat, "Bismillahirrohmanirrohim, anjing itu suci, tidak najis....," begitu iftitah kiai sampaikan sambil membaca kitab kuning yang sudah lusuh.
Tiba-tiba lewat seorang laki-laki berbaju putih, jenggotnya dua setengah helai, berjidat hitam gosong sambil naik motor. Karena mendengar pengajian itu di speaker, ia mendadak berhenti, dan langsung berteriak, "Allohu akbarrrr! Dasar kiyai sesat, ahli neraka!"
Kontan saja sang kiai dan jama’ahnya kaget teraikan takbir mendadak itu. Ngaji dihentikan, dikira orang di luar majelis kesurupan mendadak hingga mengganggu jalannya pengajian. "Perlu ditolong ini kalau dia memang kesurupan kiai," kata salah satu jamaah.
Dengan tenang, kiai bertanya, "ada apa sampeyan menggangu pengajian kami?"
"Dasar kiyai sesat, pura-pura tidak bersalah,” orang berbaju putih tadi malah membentak ke kiai. Beberapa jamaah sudah mulai emosi. Kiai tetap menjaga ketenangan.
Tiba-tiba lewat seorang laki-laki berbaju putih, jenggotnya dua setengah helai, berjidat hitam gosong sambil naik motor. Karena mendengar pengajian itu di speaker, ia mendadak berhenti, dan langsung berteriak, "Allohu akbarrrr! Dasar kiyai sesat, ahli neraka!"
Kontan saja sang kiai dan jama’ahnya kaget teraikan takbir mendadak itu. Ngaji dihentikan, dikira orang di luar majelis kesurupan mendadak hingga mengganggu jalannya pengajian. "Perlu ditolong ini kalau dia memang kesurupan kiai," kata salah satu jamaah.
Dengan tenang, kiai bertanya, "ada apa sampeyan menggangu pengajian kami?"
"Dasar kiyai sesat, pura-pura tidak bersalah,” orang berbaju putih tadi malah membentak ke kiai. Beberapa jamaah sudah mulai emosi. Kiai tetap menjaga ketenangan.
"Maksud sampeyan apa akhi?"
"Lha tadi sampeyan bilang anjing suci, tidak najis, dasar kiai murtad, ahli neraka!"
Sejumlah jamaah pengajian hampir mengeroyok orang baju putih yang arogan itu, tetapi kiai melarangnya. Ia tetap melanjutkan dialog dengan laki-laki berjidat gosong tersebut.
"Oh itu toh, iya betul tadi saya bilang anjing tidak Najis, memang salah ya?"
"Lha tadi sampeyan bilang anjing suci, tidak najis, dasar kiai murtad, ahli neraka!"
Sejumlah jamaah pengajian hampir mengeroyok orang baju putih yang arogan itu, tetapi kiai melarangnya. Ia tetap melanjutkan dialog dengan laki-laki berjidat gosong tersebut.
"Oh itu toh, iya betul tadi saya bilang anjing tidak Najis, memang salah ya?"
“Ngerti tidak kamu, anjing itu najis mugholadoh, harus dicuci tujuh kali , salah satunya dengan debu!!!”
"Oalah mas...mas, sampeyan paham tidak? Saya ini dengan jamaah sedang mengaji madzhab Maliky, menurut madzhab maliky, anjing tidak najis akhi," balas kiai. "Sampeyan ini kok buru-buru marah, menuduh saya sesat, murtad, ahli neraka, padahal sampeyan sendiri yang tidak tahu luasnya perbedaan ulama fikih, akhi" lanjut kiai.
"Sampeyan bilang, anjing najis mugholadoh itu, ya benar pendapatnya Madzhab syafi’iyyah mas, Imam Syafi’i muridnya Imam Malik mas, beliau berbeda jauh pendapat, yah gak ada teriak-teriak apalagi nuduh sesat mas achy," kiai malah memberi kuliah akhi-akhi takbiran itu.
"Tidak bisa, ucapan sampeyan ngaco, mengada-ada, saya ini muslim kaffah, yang bepegang langsung pada al-Qur’an". Jawaban pemuda akhi-akhi ini makin membuat jamaah ingin menempeleng saja.
"Oalah mas...mas, sampeyan paham tidak? Saya ini dengan jamaah sedang mengaji madzhab Maliky, menurut madzhab maliky, anjing tidak najis akhi," balas kiai. "Sampeyan ini kok buru-buru marah, menuduh saya sesat, murtad, ahli neraka, padahal sampeyan sendiri yang tidak tahu luasnya perbedaan ulama fikih, akhi" lanjut kiai.
"Sampeyan bilang, anjing najis mugholadoh itu, ya benar pendapatnya Madzhab syafi’iyyah mas, Imam Syafi’i muridnya Imam Malik mas, beliau berbeda jauh pendapat, yah gak ada teriak-teriak apalagi nuduh sesat mas achy," kiai malah memberi kuliah akhi-akhi takbiran itu.
"Tidak bisa, ucapan sampeyan ngaco, mengada-ada, saya ini muslim kaffah, yang bepegang langsung pada al-Qur’an". Jawaban pemuda akhi-akhi ini makin membuat jamaah ingin menempeleng saja.
"Wah… saya bukan tingkatan mujtahid yang bisa menggali langsung Al-Qur’an. Ini saya peganganya pada kitab-kitab fikih, ini bukan karangan saya. Ini ada kitab madzhab Maliky, ada kitab madzhab Hambaly, ada kitab madzhab Syafi’i, ada kitab madzhab Hanafy, silahkan mas kalau gak percaya dibaca sendiri akhi," timpal kiai.
"Emm.. anu.. anu, anu…, kacamataku ketinggalan, saya pulang dulu yah mau ambil kaca mata," kilah pemuda itu ngeloyor pergi, ngacir, tapi sayang, celanannya ketinggalan karena terburu-buru pergi takut ketahuan tidak bisa membaca kitab kuning.
Selidik punya selidik, laki-laki itu, kata ibu-ibu jamaah pengajian kiai memang tidak bisa baca kitab kuning. Seumur-umur dia tidak mengenal baca kitab ala kiai, yang "dimaknai" dengan mubtada, khobar, utawi, iku, ing dalem, kelawan dan seterusnya.
Keterangan di lapangan, laki berjidat gosong itu memang hanya rajin ikut pengajian umum yang teriak-teriak allohu akbar. Kadang sholat subuh berjamaah dengan para imam besar di sebelah sana, yang juga suka teriak Allahu Akbar mendadak.
"Emm.. anu.. anu, anu…, kacamataku ketinggalan, saya pulang dulu yah mau ambil kaca mata," kilah pemuda itu ngeloyor pergi, ngacir, tapi sayang, celanannya ketinggalan karena terburu-buru pergi takut ketahuan tidak bisa membaca kitab kuning.
Selidik punya selidik, laki-laki itu, kata ibu-ibu jamaah pengajian kiai memang tidak bisa baca kitab kuning. Seumur-umur dia tidak mengenal baca kitab ala kiai, yang "dimaknai" dengan mubtada, khobar, utawi, iku, ing dalem, kelawan dan seterusnya.
Keterangan di lapangan, laki berjidat gosong itu memang hanya rajin ikut pengajian umum yang teriak-teriak allohu akbar. Kadang sholat subuh berjamaah dengan para imam besar di sebelah sana, yang juga suka teriak Allahu Akbar mendadak.
Selepas pengajian, ibu-ibu jama'ah pengajian tersebut, langsung ramai- ramai meng-update status di medsosnya yang berbunyi, "di Majlis pengajianku, baru saja terjadi adegan, orang bodoh yang menuduh kiai sebagai ahli neraka dengan teriak takbir," dengan memajang foto laki-laki berjenggot wedus tersebut.
Ada juga yang menulis keterangan foto pemuda jidat gosong tersebut dengan, "orang bodoh, dengan kebodohannya, maka akan seenaknya menuduh orang lain sesat. Meski orang lain sebenarnya lebih berilmu," sementara ibu yang lain menulis status, "dan dengan kebodohannya dia tidak mengerti adanya sopan santun jika ada perbedaan pendapat, padahal perbedaan dalam hukum fikih itu hal biasa diantara para ulama yang luas ilmunya," tulis ibu jamaah pengajian kiai.
Ada yang lalu memviralkan pendapatnya dengan menulis di Facebook, "dengan kebodohannya mencaci-maki orang lain (termasuk menggangu orang yang sedang mengaji), si bodoh menganggap dirinya jihad fisabilillah. hahaha," lalu ada yang nyetatus begini, "karena dengan kebodohannya, orang bodoh Ia selalu merasa dirinya paling benar," tulis seorang remaja putri, jamaah rajin kiai. [dutaislam.or.id/ab]
Keterangan:
Peristiwa di atas adalah murni karangan Nasrulloh Afandi, ditulis di Pesantren Asy-Syafi'iyyah Kedungwungu, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat (20/01/2017). Disunting oleh redaksi Dutaislam.or.id. Jika ada kemiripan peristiwa, itu hanya kebetulan semata dan memang untuk jadi inspirasi pembaca. Jadi, silakan disebarkan jika ada aktor yang merasa dirinya ada di dalam peristiwa fiktif di atas. Biar dia sadar dan mau ngaji.