Maulana Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan |
Dutaislam.or.id - Seorang santri di Sumatra telp, "Bang, nanti antum hadir ke pondok sama Habib Tayadi yah. Pas di sini nanti Habib Yadi yang mendampingi Abah Luthfi sampai pengajian rampung". Karena bukan habib, langsung diluruskan, "dia itu bukan habib, darimana ente punya alasan sebut habib?".
"Abah Luthfi sendiri yang bilang kok," jawabnya. Tentu membuat si Abang di seberang telepon itu kaget dan tidak percaya. Si Abang tahu kalau H. Tayadi bukan habib karena pernah sekolah di almamater yang sama dan memang dekat dengan keluarganya sejak usia sekolah.
Tiba-tiba dapat gelar habib, tentu hal itu mustahil. Dia hanya anak kiai kampung yang kebetulan hafal Al-Qur'an. Namanya pun tidak ada mirip-miripnya sama sekali dengan nama umum para habaib misalnya Rizieq, Quraish, Ali, Bakar, dan lainnya.
"Abah Luthfi sendiri yang bilang kok," jawabnya. Tentu membuat si Abang di seberang telepon itu kaget dan tidak percaya. Si Abang tahu kalau H. Tayadi bukan habib karena pernah sekolah di almamater yang sama dan memang dekat dengan keluarganya sejak usia sekolah.
Tiba-tiba dapat gelar habib, tentu hal itu mustahil. Dia hanya anak kiai kampung yang kebetulan hafal Al-Qur'an. Namanya pun tidak ada mirip-miripnya sama sekali dengan nama umum para habaib misalnya Rizieq, Quraish, Ali, Bakar, dan lainnya.
Ada yang fitnah Habib Luthfi sebagai blunder |
Secara nasab pun, tidak ditemukan riwayat nyambungnya dari orang tua laki-laki, yang lurus ke atas berurutan silsilahnya hingga kepada Rasulullah Saw. Tentu hal ini membuat si Abang itu melakukan tabayun kepada yang bersangkutan, apalagi dengar-dengar sampai diberi gelar "bin yahya".
Kepada Dutaislam.or.id, Habib Tayadi buka keterangan. Ia memulai dengan riwayat keluarga. Katanya, keluarganya yang tinggal di salah satu kota di Jawa Tengah dulu adalah jamaah rutin majelis dzikir Habib Luthfi bin Yahya era 70-an, ketika beliau masih muda.
Majelis itu bertempat di Kudus, saat Maulana Habib Luthfi bin Yahya masih mengembara mencari ilmu dan tirakat serta tabarruk ke beberapa kiai sepuh dan habib di Kudus juga. Keluarga Yadi inilah yang sejak dulu selalu taat dan punya husnuddzan kepada apapun dawuh dan pitutur Habib Luthfi, di saat kelompok lain yang mengikuti majelis beliau makin menjauh karena alasan dan kesibukan masing-masing. Saking dekatnya, Habib Luthfi menganggap keluarga Tayadi sebagai saudara sendiri.
Oleh seorang murid Habib Luthfi dari Kudus juga, Tayadi kemudian disarankan kembali mendekat kepada Habib Luthfi ke Pekalongan sebagaimana orangtuanya dulu dekat dengan beliau saat masih ngaji di Kudus. Hal itu dilakukan karena hampir semua saudara Tayadi memilih berkarir di luar kota. Ada yang jadi dosen, perawat dan pengusaha. Hanya dia yang diwarisi ilmu pesantren, hapal Qur'an dari sanad Mbah Arwani Kudus.
Tayadi tidak langsung mengiyakan ajakan murid Abah Luthfi tersebut walau perintah itu sebenarnya juga datang langsung dari Habib Luthfi. Namun, berkat hidayah Allah dan keuletan murid Abah Luthfi untuk membujuk, Tayadi akhirnya mau diajak sowan ke Pekalongan. Istilahnya, mengembalikan balung pisah (sambung silaturrahim).
Di ndalem Abah Luthfi, dia dipaksa untuk ngaji. Diberi pesan-pesan hingga semakin dekat laksana hubungan bapak dan anak. Maem bareng bersama keluarga Abah Luthfi sudah biasa dia lakukan. Kepada Dutaislam.or.id, Tayadi bahkan mengaku pernah diberi buku tentang sejarah perjalanan hidup Abah Luthfi yang ditulis tangan oleh beliau sendiri.
Ketika Dutaislam.or.id minta copy isi buku, agar disebar, Tayadi langsung menjelaskan kalau buku itu hanya ditulis Abah Luthfi untuk keluarganya, bukan untuk umum. Jika buku tulisan tangan tersebut tersebar dan dibaca khalayak, akan memunculkan fitnah karena isinya antara lain adalah berkaitan dengan hal-hal yang tidak masuk akal bagi kalangan umum.
Dalam buku itu, kata Tayadi, ada keterangan tentang Abah Luthfi yang lahir sudah dalam kondisi disunat, tentang masa mudanya yang hilang raib selama 21 hari karena dibersihkan hatinya oleh Nabi Khidzir, tentang awal mula diangkat sebagai waliyullah oleh Rasulullah, dan hal-hal gaib lain yang membuat kalangan wahabi akan mudah menyebut "bohong".
Buku itu sengaja ditulis tangan untuk menumbuhkan rasa cinta keluarga Habib Luthfi kepada Rasulullah Saw dan para wali Allah yang memang mendapatkan "tugas khusus" dari Nabi untuk menjaga alam raya ini agar digunakan semakmur-makmurnya bagi umat manusia, tanpa memandang suku, ras, agama dan kepercayaan lain.
Tugas waliyullah, kata Tayadi, memang berat. Mereka harus ikhlas melakukan tugas-tugas menjaga alam raya agar tidak mudah terjadi bencana dan kemiskinan. Di sinilah ia mengatakan kepada Dutaislam.or.id kalau para wali adalah pewaris Nabi, mengingat awal mula diciptakannya alam raya adalah sebab akan diciptakannya Nabi Muhammad Saw, sebagaimana teks hadits Qudsy, "laulaka laulaka lama khalaqtul aflak/ andai tiada sebab karena engkau (Muhammad) tiada aku (Allah) menciptakan jagad raya ini". Para wali itulah yang menjaga alam raya ini, dengan caranya masing-masing.
Panjang lebar Habib Tayadi menjelaskan beberapa isi buku yang ia ingat. Sungguh informasinya sangat di luar jangkauan akal umum manusia, namun sangat bermanfaat untuk menumbuhkan rasa cinta kepada para wali Allah. Tayadi mendapatkan ijin membaca buku tersebut karena ia sudah dianggap keluarga sendiri oleh Habib Luthfi.
Kedekatan Tayadi dengan Habib Luthfi nampaknya dibaca orang lain sebagai "the one man special". Orang-orang yang sowan kepada Abah Luthfi pun akhirnya bertanya, siapa dia. Tanpa pikir panjang, ketika ditanya begitu, Habib Luthfi hanya menjawab, "itu anak angkat saya namanya Habib Tayadi, orang Surabaya alumni Lirboyo."
Karena yang menjawab Habib Luthfi, orang langsung percaya saja dan lalu memanggilnya "Habib". Oleh sebab tidak berwatak selfie dan ingin populer, Tayadi tak mengumumkan jawaban "ngarang" Abah Luthfi tersebut. Dia tidak mau membantah perkataan Abah, juga tidak mengiyakan pertanyaan orang lain yang kepo dan penasaran.
Hanya saja Tayadi selalu menghindar jika ada yang bertanya langsung tentang sosok dirinya. Tujuannya ya memang agar dia tidak salting ditanya "lirboyo alumni tahun berapa", "gelar habibnya apa", dan "alamatnya di mana agar bisa sowan". Mengapa? Karena Tayadi sendiri memang bukan alumni Lirboyo dan bukan Habib asli.
Habib Luthfi ternyata punya maksud sendiri memanggil Tayadi dengan Habib. Hikmah yang didapat, omongan Tayadi akhirnya mudah dipercaya oleh jamaah Habib Luthfi beserta tamu yang hadir, sekelas habib sekalipun. Berkali-kali panitia acara pengajian yang mengundang Abah Luthfi hadir, sukses besar lewat "Habib Tayadi" ini.
Tayadi sangat dihormati di kalangan habaib dan juga santri serta jamaah Habib Luthfi. Namun ia tidak gila hormat dan tidak pernah menggunakan gelar habib-nya untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan habib. Karena dia popular disebut habib, ia justru mengaku kepada Dutaislam.or.id bisa menjaga muru'ah dan akhlaq ala Rasulullah. Meski dari jalur ibu ia juga punya keturunan habib bergelar "bin Yahya" juga.
Cerita di atas adalah jawaban bagi mereka yang menuduh Habib Luthfi bin Yahya membuat blunder karena (konon) beliau memberi gelar habib kepada mereka yang tidak memiliki keturunan sebagai habib. Tayadi hanya murid Habib Luthfi yang husnudzan bahwa semua yang dikatakan gurunya pasti ada hikmah. Begitulah wali Allah mendidik akhlaq umat Kanjeng Nabi, tanpa qil (katanya-katanya) dan dalil. [dutaislam.or.id/ab]
Kepada Dutaislam.or.id, Habib Tayadi buka keterangan. Ia memulai dengan riwayat keluarga. Katanya, keluarganya yang tinggal di salah satu kota di Jawa Tengah dulu adalah jamaah rutin majelis dzikir Habib Luthfi bin Yahya era 70-an, ketika beliau masih muda.
Majelis itu bertempat di Kudus, saat Maulana Habib Luthfi bin Yahya masih mengembara mencari ilmu dan tirakat serta tabarruk ke beberapa kiai sepuh dan habib di Kudus juga. Keluarga Yadi inilah yang sejak dulu selalu taat dan punya husnuddzan kepada apapun dawuh dan pitutur Habib Luthfi, di saat kelompok lain yang mengikuti majelis beliau makin menjauh karena alasan dan kesibukan masing-masing. Saking dekatnya, Habib Luthfi menganggap keluarga Tayadi sebagai saudara sendiri.
Oleh seorang murid Habib Luthfi dari Kudus juga, Tayadi kemudian disarankan kembali mendekat kepada Habib Luthfi ke Pekalongan sebagaimana orangtuanya dulu dekat dengan beliau saat masih ngaji di Kudus. Hal itu dilakukan karena hampir semua saudara Tayadi memilih berkarir di luar kota. Ada yang jadi dosen, perawat dan pengusaha. Hanya dia yang diwarisi ilmu pesantren, hapal Qur'an dari sanad Mbah Arwani Kudus.
Tayadi tidak langsung mengiyakan ajakan murid Abah Luthfi tersebut walau perintah itu sebenarnya juga datang langsung dari Habib Luthfi. Namun, berkat hidayah Allah dan keuletan murid Abah Luthfi untuk membujuk, Tayadi akhirnya mau diajak sowan ke Pekalongan. Istilahnya, mengembalikan balung pisah (sambung silaturrahim).
Di ndalem Abah Luthfi, dia dipaksa untuk ngaji. Diberi pesan-pesan hingga semakin dekat laksana hubungan bapak dan anak. Maem bareng bersama keluarga Abah Luthfi sudah biasa dia lakukan. Kepada Dutaislam.or.id, Tayadi bahkan mengaku pernah diberi buku tentang sejarah perjalanan hidup Abah Luthfi yang ditulis tangan oleh beliau sendiri.
Ketika Dutaislam.or.id minta copy isi buku, agar disebar, Tayadi langsung menjelaskan kalau buku itu hanya ditulis Abah Luthfi untuk keluarganya, bukan untuk umum. Jika buku tulisan tangan tersebut tersebar dan dibaca khalayak, akan memunculkan fitnah karena isinya antara lain adalah berkaitan dengan hal-hal yang tidak masuk akal bagi kalangan umum.
Dalam buku itu, kata Tayadi, ada keterangan tentang Abah Luthfi yang lahir sudah dalam kondisi disunat, tentang masa mudanya yang hilang raib selama 21 hari karena dibersihkan hatinya oleh Nabi Khidzir, tentang awal mula diangkat sebagai waliyullah oleh Rasulullah, dan hal-hal gaib lain yang membuat kalangan wahabi akan mudah menyebut "bohong".
Buku itu sengaja ditulis tangan untuk menumbuhkan rasa cinta keluarga Habib Luthfi kepada Rasulullah Saw dan para wali Allah yang memang mendapatkan "tugas khusus" dari Nabi untuk menjaga alam raya ini agar digunakan semakmur-makmurnya bagi umat manusia, tanpa memandang suku, ras, agama dan kepercayaan lain.
Tugas waliyullah, kata Tayadi, memang berat. Mereka harus ikhlas melakukan tugas-tugas menjaga alam raya agar tidak mudah terjadi bencana dan kemiskinan. Di sinilah ia mengatakan kepada Dutaislam.or.id kalau para wali adalah pewaris Nabi, mengingat awal mula diciptakannya alam raya adalah sebab akan diciptakannya Nabi Muhammad Saw, sebagaimana teks hadits Qudsy, "laulaka laulaka lama khalaqtul aflak/ andai tiada sebab karena engkau (Muhammad) tiada aku (Allah) menciptakan jagad raya ini". Para wali itulah yang menjaga alam raya ini, dengan caranya masing-masing.
Panjang lebar Habib Tayadi menjelaskan beberapa isi buku yang ia ingat. Sungguh informasinya sangat di luar jangkauan akal umum manusia, namun sangat bermanfaat untuk menumbuhkan rasa cinta kepada para wali Allah. Tayadi mendapatkan ijin membaca buku tersebut karena ia sudah dianggap keluarga sendiri oleh Habib Luthfi.
Kedekatan Tayadi dengan Habib Luthfi nampaknya dibaca orang lain sebagai "the one man special". Orang-orang yang sowan kepada Abah Luthfi pun akhirnya bertanya, siapa dia. Tanpa pikir panjang, ketika ditanya begitu, Habib Luthfi hanya menjawab, "itu anak angkat saya namanya Habib Tayadi, orang Surabaya alumni Lirboyo."
Karena yang menjawab Habib Luthfi, orang langsung percaya saja dan lalu memanggilnya "Habib". Oleh sebab tidak berwatak selfie dan ingin populer, Tayadi tak mengumumkan jawaban "ngarang" Abah Luthfi tersebut. Dia tidak mau membantah perkataan Abah, juga tidak mengiyakan pertanyaan orang lain yang kepo dan penasaran.
Hanya saja Tayadi selalu menghindar jika ada yang bertanya langsung tentang sosok dirinya. Tujuannya ya memang agar dia tidak salting ditanya "lirboyo alumni tahun berapa", "gelar habibnya apa", dan "alamatnya di mana agar bisa sowan". Mengapa? Karena Tayadi sendiri memang bukan alumni Lirboyo dan bukan Habib asli.
Habib Luthfi ternyata punya maksud sendiri memanggil Tayadi dengan Habib. Hikmah yang didapat, omongan Tayadi akhirnya mudah dipercaya oleh jamaah Habib Luthfi beserta tamu yang hadir, sekelas habib sekalipun. Berkali-kali panitia acara pengajian yang mengundang Abah Luthfi hadir, sukses besar lewat "Habib Tayadi" ini.
Tayadi sangat dihormati di kalangan habaib dan juga santri serta jamaah Habib Luthfi. Namun ia tidak gila hormat dan tidak pernah menggunakan gelar habib-nya untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan habib. Karena dia popular disebut habib, ia justru mengaku kepada Dutaislam.or.id bisa menjaga muru'ah dan akhlaq ala Rasulullah. Meski dari jalur ibu ia juga punya keturunan habib bergelar "bin Yahya" juga.
Cerita di atas adalah jawaban bagi mereka yang menuduh Habib Luthfi bin Yahya membuat blunder karena (konon) beliau memberi gelar habib kepada mereka yang tidak memiliki keturunan sebagai habib. Tayadi hanya murid Habib Luthfi yang husnudzan bahwa semua yang dikatakan gurunya pasti ada hikmah. Begitulah wali Allah mendidik akhlaq umat Kanjeng Nabi, tanpa qil (katanya-katanya) dan dalil. [dutaislam.or.id/ab]