Spanduk di masjid yang melarang shalat jenazah pendukung Ahok |
Dutaislam.or.id - Hanya urusan Pilkada, kalangan sumbu pendek sudah kehilangan akal untuk membendung lawan politiknya. Cara-cara norak dilakukan demi menghasud warga lain yang berbeda pilihan politik.
Di Jakarta, spanduk bernada provokatif "melarang shalat jenazah" bagi pendukung Paslon Cagub DKI yang jadi tersangka penistaan agama, muncul di tempat-tempat strategis. Bahkan di masjid terpampang jelas.
"Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama", demikian tulisan tersebut terpampang di spanduk Al-Jihad daerah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Ini foto spanduknya.
Di Jakarta, spanduk bernada provokatif "melarang shalat jenazah" bagi pendukung Paslon Cagub DKI yang jadi tersangka penistaan agama, muncul di tempat-tempat strategis. Bahkan di masjid terpampang jelas.
"Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama", demikian tulisan tersebut terpampang di spanduk Al-Jihad daerah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Ini foto spanduknya.
Spanduk provokatif di sebuah Masjid |
Salah satu pengurus masjid, Yayat Supriyanto, mengatakan bahwa spanduk di atas sudah terpasang sejak tiga hari lalu dan ia membantah tidak kaitannnya dengan Pilkada DKI Jakarta. Keren.
Bukan hanya di masjid, broadcats pun disebar untuk memprovokasi. Sulit jika tidak mengaitkan fenomena pelarangan shalat jenazah di atas tanpa motif politik. Negeri kita makin lucu dan ngeri menyikapi perbedaan pilihan.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghimbau agar perbedaan pilihan politik dan keyakinan paham keagamaan sampai memutus hubungan persaudaraan, "kita seagama, sebangsa, dan persaudaraan sesama umat manusia," kata Lukman, sebagaimana dilansir Dutaislam.or.id dari Liputan6.com, Sabtu (25/02/2017).
Kiai Cholil Nafis juga menyayangkan sikap menggertak pasangan calon tertentu dengan cara provokatif tidak sudi menshalatkan jenazah pendukungnya. Ya Allah karim.
Islam, kata Kiai Nafis, tak melarang untuk menyalati orang yang beda pilihan politik. "Kalau toh dia memilih yang tak seiman itu dosa, tak sampai kufur atau musyrik. Sehingga masih kewajiban kolektif untuk menyalatinya," terang Kiai Cholil yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Jumat (24/02/2017) sebagaiman dikutip Dutaislam.or.id dari Kumparan.com.
"Ya berilah argumentasi rasional untuk mengajak mereka memilih yang lebih maslahah untuk Jakarta," imbuh Kiai Nafis. [dutaislam.or.id/ab]
Bukan hanya di masjid, broadcats pun disebar untuk memprovokasi. Sulit jika tidak mengaitkan fenomena pelarangan shalat jenazah di atas tanpa motif politik. Negeri kita makin lucu dan ngeri menyikapi perbedaan pilihan.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghimbau agar perbedaan pilihan politik dan keyakinan paham keagamaan sampai memutus hubungan persaudaraan, "kita seagama, sebangsa, dan persaudaraan sesama umat manusia," kata Lukman, sebagaimana dilansir Dutaislam.or.id dari Liputan6.com, Sabtu (25/02/2017).
Kiai Cholil Nafis juga menyayangkan sikap menggertak pasangan calon tertentu dengan cara provokatif tidak sudi menshalatkan jenazah pendukungnya. Ya Allah karim.
"Ya berilah argumentasi rasional untuk mengajak mereka memilih yang lebih maslahah untuk Jakarta," imbuh Kiai Nafis. [dutaislam.or.id/ab]