Oleh KH. Abdi Kurnia Johan
Dutaislam.or.id - Nabi Muhammad pada dasarnya tidak mengetahui siapa saja yang dimasukkan ke dalam golongan munafik. Dalil di bawah ini menjelaskan bahwa pengetahuan tentang orang-orang munafik berasal dari Allah.
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ ۖ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ ۖ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ ۚ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَىٰ عَذَابٍ عَظِيمٍ
Artinya: Dan di antara kalian, dari orang-orang Arab Badui ada mereka yang munafik, dan juga dari sebagian penduduk Madinah. Mereka keterlaluan di dalam kemunafikannya. Kamu tidak mengetahui mereka. Kamilah yang mengetahui mereka. Pastilah KAMI akan menghukum mereka dua kali lebih berat, kemudian mereka dikembalikan kepada azab yang berat (QS. Attaubah/ 9:101)
Di luar dari pengetahuan yang diberikan Allah, Nabi tidak mengetahui bagaimana isi hati orang-orang munafik. Beliau adalah seorang Nabi yang hatinya bersih dari prasangka buruk. Maka dari itu, ketika putera Abdullah bin Ubay datang mengabarkan kepada Nabi perihal kematian ayahnya, yang diketahui membenci Nabi dan Islam, Nabi justru memberikan gamisnya untuk menutupi jenazahnya.
Pemberian itu, meskipun dikatakan oleh Nabi tidak bisa menyelamatkan Abdullah bin Ubay dari siksa kubur, tetap dilakukan Nabi sebagai penghormatan terhadap kedudukan Abdullah sebagai pemimpin sukunya.
Pun demikian ketika Nabi memutuskan untuk menyalati jenazahnya, walaupun diprotes secara halus oleh Umar ibnu al-Khatthab, itu dilakukan semata-mata karena memang Rasulullah bukanlah seorang pendendam.
Turunannya surat Attaubah ayat 84, tentang larangan menyalati jenazah orang munafik, dilatarbelakangi oleh sikap keras kalangan munafik di dalam memusuhi Nabi dan umat Islam. Namun, yang menarik, meskipun ada larangan di atas, Nabi justru merahasiakan 40 nama tokoh munafik, dan hanya kepada Huzaifah bin Yaman al-Absy saja beliau mengabarkan.
Adapun Huzaifah sendiri, sampai akhir hayatnya tidak pernah membocorkan informasi dari Nabi itu, kendatipun pernah "dirayu" Umar untuk membocorkannya.
Tentu, menjadi pertanyaan sendiri kenapa Huzaifah sampai akhir hayatnya tidak mau membocorkan informasi 40 orang munafik kepada khalayak? Bukankah Huzaifah mempunyai kewenangan untuk melakukannya karena beliau mendengar langsung dari Sang Penerima Wahyu?
Sepertinya Huzaifah, dan juga Umar menyadari bahwa munafik atau nifak adalah penyakit hati. Urusan hati adalah kewenangan Allah. Manusia tidak bisa menilai suasana hati seseorang. Maka dari itu, para ulama berpendapat:
نحكم بالظواهر والله يتولى السرائر
Artinya: Kita hanya menghukumi yang tampak, sedangkan Allah berwenang atas yang tidak tampak.
انما الحياة بالخواتم
Artinya: Hidup itu sesungguhnya bergantung kepada pengakhirannya (Riwayat Imam al-Bukhari, seperti dikutip oleh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Jami'ul Ulum wal Hikam).
Pertanyaan di atas membuat saya tersadar bahwa kita hidup di masa ketika pengikut Nabi bersikap melebihi dari Nabi yang diikuti. Robbighfir liy wa lahum. [dutaislam.or.id/ab]