Oleh Taufiq El-Rachman
Dutaislam.or.id - Sejak kasus Ahok mengemuka, entah berapa banyak energi, biaya, pikiran, tenaga hingga kuota internet dari bangsa ini yang terbuang sia-sia hanya untuk eker-ekeran yang ujung-ujungnya demi kekuasaan beberapa gelintir orang saja. Apa tidak capek? Yang waras, pasti berharap Pilkada cepat selesai. Yang menang, ya berkuasalah dengan penuh amanat. Yang kalah, ya bersikaplah legowo.
Nah, khusus kasus Ahok ini memang fantastik. Asalnya sih sederhana, tapi karena -meminjam istilah Gus Mus- digoreng sedemikian rupa, akhirnya menggurita, lalu muncul aneka macam aksi dengan seperti 411, 212, 123, dst. Tak hanya itu, aksi saling lapor juga masih terus terjadi, termasuk pengerahan massa. Dari tuduhan penistaan, kerusuhan, makar, aksi pengantin bom, isu PKI, phone sex, dan entah apalagi.
Di dunia maya, lebih kejam lagi. Berita hoax sudah jadi santapan sehari-hari. Hampir semua orang dari yang berilmu hingga yang unyu-unyu, hobinya sama, steak hoax. Pada akhirnya, kebohongan, fitnah, hinaan, pelecehan, dan kekejian lainnya menjadi lalapan sehari-hari. "Mari cerdaskan kehidupan bangsa dengan hoax", begitu kalimat sindiran yang mengemuka.
Yang terbaru, tentu saja "oleh-oleh" dari sidang ke-8 kasus Ahok. Jelas, Ahok dan Tim Kuasa Hukumnya "mencederai" warga NU atas sikap yang kurang sopan terhadap KH Ma'ruf Amin sebagai Kiai Sepuh NU yang dihormati. Banser NU juga bereaksi keras atas rencana pelaporan KH Ma'ruf Amin oleh Tim Ahok. Meskipun, saya yakin, Ahok tidak akan berani.
Ternyata benar. Tidak kurang dari 24 jam, Ahok menyatakan minta maaf. Dia mengaku tidak bermaksud sedikitpun melecehkan Kiai Ma'ruf Amin, apalagi berhadapan dengan warga NU, terutama Banser Ansor. Kabarnya, Ahok juga akan sowan langsung ke Kiai Ma'ruf Amin untuk meminta maaf atas keteledorannya itu. Jadi, tanpa aksi jilid I, II, III, sudah keok, hehehe....
Saya pun yakin, warga NU dan Banser akan menerima maaf dan terjadi islah. Sebab, begitulah NU itu, seperti samudera. Luas, tidak suka anarkis, dan selalu mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih besar. Dengan sikap dan posisi ini, wajar jika NU tetap berwibawa dan disegani.
Yang aneh itu, justru orang-orang di luar NU yang selama ini tidak suka NU, atau ngaku NU, padahal NU-nya masih perlu garisan supaya lurus. Keanehan mereka itu seperti kesurupan, teriak-teriak agar warga NU bangkit membela ulama, padahal sebenarnya mereka sedang jadi "kompor" supaya warga NU marah.
Sory ya, Bro... Sebagai santri, jelas warga NU tidak rela jika kiai NU dilecehkan. Tapi, warga NU telah belajar ilmu segoro dari Gus Dur, Gus Mus, Habib Lutfi, Kiai Said, dan kiai-kiai NU lain yang telah mengajarkan bagaimana bersikap dewasa, berjuang dan berkorban untuk bangsa demi menjaga kebhinekaan dan toleransi.
Warga NU dan Banser punya cara sendiri, ala santri di pesantren. Jika ada orang bersalah dan meminta maaf, ya dimaafkan. Dengan memaafkan, tidak akan berkurang kredibilitas dan marwah NU. Justru, sikap patriot ini yang menjadikan NU selalu disegani. Kebesarannya adalah samudera, keberaniannya adalah matahari, dan kesabarannya adalah bumi.
Beda dengan umat di bumi datar yang saat ini mulai terpecah-pecah. Mereka tampak bersatu, tapi hatinya "syatta" alias punya kepentingan sendiri-sendiri. Kini, mereka teriak #saveulama, #savekiaima'ruf, dan tagar-tagar lainnya. Tujuannya satu, menjadi kompor supaya warga NU marah dan negara kacau, lalu mereka mengambil sarinya. Sementara getahnya diberikan ke NU.
Jika benar mereka ini peduli terhadap kiai-kiai NU, ya mestinya dari dulu dong mereka tidak sepakat dengan fitnah dan pelecehan yang menyerang Gus Dur, Kiai Said, Gus Mus, KH Quraisy Syihab, Habib Luthfi, dlsb. Mereka ini cuma teriak #saveulama jika memang menguntungkan kepentingan mereka. Padahal tujuannya, supaya sikap warga NU terpecah. Itu saja.
Umat bumi datar ini adalah umat kompor yang hobinya memang selalu bikin ramai karena dengan ramai itulah, mereka bisa hidup dan eksis.
Ayo warga NU dan Banser, tetap rapatkan barisan dan jangan mudah terprovokasi. Kasus Ahok ini hanya masalah kecil, tidak ada kasus dan fitnah yang lebih besar melebihi pelengseran Gus Dur dari kursi presiden. Tapi, Gur Dur telah mengajarkan bagaimana menjadi "Pagar Baja" NKRI yang sebenarnya. Siap berjuang dan berkorban asal bangsa ini tidak terpecah-belah hanya karena politik kekuasaan yang sesaat.
Semoga Kiai Ma'ruf Amin, Kiai Said Aqil, Gus Mus, dan ulama-ulama NU lainnya selalu dianugerahi umur panjang dan kesehatan sehingga tetap menjadi pelita di tengah umat. Salam waras ala Nahdliyyin! [dutaislam.or.id/ab]
Source: Umat Kompor Taufiq