Dutaislam.or.id - Dalam sebuah kesempatan, KH Ahmad Muwafiq (Gus Muwafiq) pernah diam tak tidak membantah kepada orang di sampingnya yang menyebut kalau tabur bunga di kuburan itu haram dan bid'ah karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Gus Muwafiq tidak berani melawan karena yang mengatakan itu jenggotnya panjang dan temannya banyak. Hahaha.
Ia tahu, kalau membantah pasti tidak ada gunanya. Namun, pada 10 November, kala momen peringatan Hari Pahlawan tiba, ia ajak mereka yang membid'ahkan tabur bunga ke makam pahlawan pas saat para tentara sedang tabur bunga, memperingati jasa para pahlawan.
"Itu tentara banyak yang tabur bunga, katanya bid'ah, (sana haramkan), bilangin" ujar Gus Muwafiq kepada si ahli tuduh tersebut. Ternyata ia ketakutan, "wah ndak berani saya, takut dibedil," jawabnya. Ternyata metode bid'ah kaum sebelah beraninya hanya di mulut. Beraninya hanya mengumbar perpecahan.
Demikian salah satu poin yang disampaikan dalam ceramah Gus Muwafiq dalam pengajian umum dalam rangka Harlah NU ke 91 di Bontang, sebagaimana dikutip Dutaislam.or.id dari video rekaman yang diupload di Youtube oleh PK TV Bontang, 5 Februari 2017.
Bagi Gus Wafiq, cara-cara menuduh begitu bukan cara Nahdlatil Ulama dalam mengembangkan dakwah Islam di Nusantara. "Cara Nahdlatul Ulama itu bersahaja (dalam berdakwah)," ujarnya kepada hadirin. Jadi, tidak perlu pakai menuduh begitu.
Karena itulah, sekarang ini, banyak umat Islam di dan bahkan negara lain yang akhirya menyontoh NU. "Sayyidina dulu tidak mau, sekarang mau, kenapa? Sebelum kedatangan Islam, orang Indonesia itu tidak enak kalau menyebut orang langsung sebut namanya. Dari dulu. Tukang patri aja dipanggil mas, tukang bakso saja dipanggil "pak,,,,pak", masak Rasulullah dipanggil Muhammad," terangnya.
Mereka yang anti sayyidina sudah mau pakai tapi dialihbahasakan dengan "Baginda". Ila ruhi juga sudah mau pakai tapi diterjemahkan dengan "semoga arwahnya". Dang ding dung kendang dulu tidak mau tapi sekarang sudah mau, tapi menggunakan mulut, dinamai "Nasyid". Mau, karena malu, jadi maunya malu-malu kucing.
Orang Indonesia memanggil Rasulullah ya jelas tidak berani dan tidak suka. Maka, cara memanggil Nabi biasanya diberi awalan "Kanjeng", jadinya Kanjeng Nabi. "Memanggil orang dengan panggilan lebih itu adalah cara orang Indonesia," lanjut Gus Muwafiq.
Orang meninggal sudah tujuh hari, para tamu diberi makan, kata Gus Muwafiq, itu memang sejak dulu bagian dari ajaran orang Indonesia. Tidak perlu repot menghubungkan dengan Islam. "Semua kok dihubungkan dengan agama. Agama kok seperti mesin potong rumput begitu, semuanya dibabat," jelas Gus Muwafiq.
Orang memberi makan tiap acara, itu ala Indonesia. "Orang Indonesia itu apa-apa makan. Kerja bakti makan, ada yang nikah, makan, sepakbola, makan, kumpul-kumpul makan, sampai kalau ada orang jatuh mulutnya mangap, itu kalau ditiliki (dijenguk) di rumah sakit, (di)bawakan makan," tandasnya disambut tawa hadirin. Ia juga menjelaskan bahwa orang Indonesia itu "makan nggak makan kumpul".
"Orang-orang mati (maksudnya para pentakziyah) sudah pada kumpul ya dikasi makan, ini orang Indonesia," terangnya pada video di menit 1:41 sebagaimana di Yete. [dutaislam.or.id/ab]