Ilustrasi kerajaan yang hancur |
Dutaislam.or.id - Setelah beberapa hari di Indonesia, Wali Paidi ini berencana melakukan suluk nyepi ke goa di Gunung Arjuna, sesuai perintah sang Sulthonul Aulia. Ia mulai berkemas, berangkat ke Gunung Arjuna. Ber pres-pres rokok sudah disiapkan, mulai Dji Sam Soe, Gudang Garam hingga Djarum. Tidak ketinggalan juga kopi satu blek (satu toples besi) dibawanya.
Setelah sampai di kaki Gunung Arjuna, Wali Paidi mulai mendaki, mencari goa yang dimaksud sang Sulthonul Aulia. Mulut goa itu ternyata sangat kecil dan tertutup ilalang. Namun dalamnya sangat luas.
Di pojok kiri ada sumber mata air. Sementara pojok kanannya ada batu yang menyerupai meja. Mungkin meja itu pernah dipakai untuk shalat oleh seseorang. Barang bawaan Wali Paidi diletakkan di sebelah batu itu, lalu bergegas menuju mata air, mandi dan berwudlu.
Ketika mandi, hati Wali Paidi ini tiba-tiba saja memiliki kecepatan berzikir. Pengetahuan ruhaninya pun kian bertambah mendadak. Hatinya berbunga-bunga tanpa dapat dicegah. Nur bashirahnya semakin terang benderang.
Setelah berwudlu, Wali Paidi mengerjakan shalat di atas batu yang mirip meja tadi. Saking nikmatnya, tanpa terasa Wali Paidi shalat ratusan rakaat hingga akhirnya tersadar ketika ia mendengar ayam berkokok, tanda memasuki Subuh.
Istirahat, Wali Paidi turun dari batu shalat. Ia menuju tempat perbekalannya, membuat kopi dan duduk santai sambil merokok. Panci sudah dikeluarkan, dan rokok Dji Sam Soe Reefil sudah disiapkan pula. Namun, ketika mau menyalakan sebatang rokok, Wali Paidi bingung. Koreknya tidak ada, raib. Ia keluarkan semua isi tas, tapi tetap saja tidak ditemukan.
''Wadoh, ciloko iki,'' gumamnya, tak ada orang.
Satu blek kopi yang aromanya harum menggoda bersama pres-presan rokok pelbagai merk, tergeletak di sampingnya.
''Muspro kabeh iki, kok bisa koreknya gak kebawa," Wali Paidi kesal.
Satu dua hari dilalui Wali Paidi tanpa kopi dan rokok. Namun pada hari ketiga, ia mulai tidak tahan. Hatinya semeblak (tergoda) ketika melihat kopi dan rokok terkulai tak berguna.
Cari korek, Wali Paidi mulai membaca banyak hizib. Setelah membaca isyfa' (berikanlah syafaat!) tiga kali, mengusapkan telapak tangan pada matanya, "byarr!", seluruh alam jin dan makhluk halus lainnya tampak sangat jelas dilihat.
Segerombolan jin di luar goa di sebelah kiri, kira-kira 10 meter dari mulut goa, terlihat sangat jelas oleh Wali Paidi. Ia mendatangi bangsa jin itu. Mereka takut melihat Wali Paidi datang.
''Ada yang punya korek api?''
''Kami tidak punya,'' jawab para jin.
Mendengar jawaban itu, Wali Paidi malah mengobrak-abrik tempat para jin tersebut. Mereka lari tunggang langgang, banyak yang terluka.
Karena belum juga menemukan korek api untuk rokoknya, Wali Paidi terus mendatangi banyak tempat para bangsa jin di sekitar goa. Kalau ditanya korek api dijawab "tidak punya", ia lansung memborbardir tempat bersemanyam mereka.
Seluruh desa dan kota dari kerajaan jin yang ada di kawasan Gunung Arjuna telah diobrak-abrik oleh Wali Paidi. Hampir semuanya. Gempar. Namanya terkenal dan menjadi sosok misterius yang menakutkan di kalangan bangsa jin.
Kabar kesaktian wali tak dikenal itu akhirnya sampai ke pusat kerajaan bangsa jin. Penasaran, raja jin mengundang Wali Paidi ke istana. Di pintu gerbang istana, Wali Paidi disambut dua prajurit yang memang diperintah raja menyambutnya, walau wajah mereka nampak ketakutan melihat Wali Paidi.
Di dalam istana, raja jin bernama Ismoyo sudah menunggu. Takdzim, Raja Ismoyo ini langsung turun dari singgasana menyambut Wali Paidi dan mempersilakannya duduk di sampingnya.
''Hamba dengar tuan wali telah membuat geger kerajaan hamba. Tuan telah mengobrak-abrik seluruh wilayah kerajaan tanpa ada yang sanggup melawan, apakah gerangan yang tuan cari sehingga tuan murka begini. Mungkin hamba bisa membantu,'' Raja Ismoyo sangat hati-hati menyusun kalimat. Ia ketakutan sekali.
"Aku mencari korek, apakah Anda punya?"
Seluruh prajurit tegang menunggu jawaban raja mereka. Pedang dan tombak sudah mereka pegang, hanya bersiap saja kalau-kalau ada hal tak diinginkan bakalan terjadi. Keringat bau khas kemenyan keluar dari pori para prajurit Raja Jin Ismoyo. Saking tegangnya, ada perajurit yang terkencing-kencing di celana. Hehehe. (Celana mereka Jeans semua kayaknya).
"Tuan wali, buat apakah korek tersebut kalau hamba boleh tahu?"
"Menyalakan ini dan membuat ini," jawab Wali Paidi sambil menunjukkan rokok dan kopinya.
"Hanya untuk itu?"
"Ya, hanya untuk ini".
Raja Ismoyo membatin: wali ini aneh, masak hanya gara-gara pingin ngerokok dan ngopi saja dia pakai menghacurkan kerajaanku, dasar wali semprul!
"Eeitt, namaku Paidi, bukan Semprul," sahut Wali Paidi.
"Ah, mohon maaf tuan, ternyata tuan bisa membaca isi hati hamba," Raja Ismoyo makin takut, gemes campur kagum dan penasaran.
"Trus gimana, sampeyan punya korek apa tidak?"
"Kalau hanya untuk menyalakan itu, pakai ini saja, tuan," Ismoyo menjulurkan jari telunjuknya yang tiba-tiba bisa mengeluarkan api.
"MasyaAllah, kalian kan memang terbuat dari api yah. Maaf, baru ingat saya. Hehehe," Wali Paidi malah cengengesan lagak tak bersalah telah hancurkan tempat-tempat keramat jin.
Wali Paidi mendekati raja Ismoyo, mengeluarkan sebatang rokok Dji Sam Soe Refill-nya dan mulai menghisap.
"Hu...Allah...Hu...Allah..," begitulah yang terdengar ketika Wali Paidi merokok.
Tak diperintah, Raja Ismoyo memanggil panglima, "buatkan kopi untuk tuan wali ini," titahnya. Ismoyo mengambil kopi dari Wali Paidi dan menyerahkan kepada the panglima.
"Jangan manis-manis, ya!" Wali Paidi masih saja menganggap dia sedang ngopi di warung Sutemi sana.
Gara-gara Wali Paidi, kerajaan jin Raja Ismoyo yang dulu terkenal angker dan ditakuti bangsa jin lainnya dan juga manusia, kini berubah bak warung kopi pinggiran jalan, ramainya mirip makam-makam para Sunan Walisongo di Jawa yang tiap hari didatangi ribuan peziarah.
"Sampeyan tidak merokok ya?"
"Tidak".
"Apakah sampeyan itu jin Muhammadiyyah?"
"Saya tidak mengerti maksud tuan," jawab Raja Ismoyo. Ya jelas tidak tahu lah. Muhammadiyah kan ormas sebelah, pimpinannya juga manusia, bukan jin. Lagi-lagi Wali Paidi memang paidi, masih merasa kalau di alam jin ada NU dan Muhammadiyah (yang mengharamkan rokok).
"Maaf, agama sampeyan apa?"
"Saya tidak beragama".
"Oh, begitu!"
Keduanya lalu terdiam agak lama, "maaf tuan, mantra apa yang tuan baca sehingga tuan tidak bisa dikalahkan oleh para prajurit saya," tanya raja Ismoyo menyela jeda keheningan obrolan.
"Hizib dan shalawat".
"Maukah tuan mengajarkan kepada saya?"
"Boleh-boleh, tapi sampeyan harus masuk Islam dulu," Wali Paidi memberi syarat.
Raja Ismoyo akhirnya memanggil panglima. Sang panglima diperintah mengumpulkan seluruh rakyat dan semua prajuritnya. Dalam sekejab, balai agung istana ramai, disesaki prajurit dan rakyat yang datang. Bahkan sampai meluber keluar istana.
Di kaki Wali Paidi, di hadapan prajurit dan rakyatnya, Raja Ismoyo bersimpuh.
"Kami dengan suka rela siap masuk Islam, mengikuti agama tuan".
"Baiklah, ikuti apa yang saya ucapkan," perintah Wali Paidi kepada ribuan jin yang akan jadi muallaf.
Dengan suara yang sangat berwibawa, Wali Paidi mengucapkan dua kalimat syahadat yang diikuti seluruh bangsa jin kerajaan Raja Ismoyo hingga suaranya menggema ke seluruh Gunung Arjuna, seperti dentuman suara koor lagu. Seluruh hewan di Gunung Arjuna pun berhenti sejenak mendengar ikrar syahadat itu. Tidak ada yang bersuara mendengarkan ucapan syarat awal jadi muslim tersebut.
Setelah itu, Wali Paidi mengajarkan kepada mereka tentang makna Islam dan menjabarkan arti iman secara singkat. Selama beberapa minggu, Wali Paidi harus tinggal di istana Raja Ismoyo untuk mengajari bangsa jin tentang tata-cara shalat, berdzikir dan lain sebagainya.
"Kami masih butuh pencerahan dari tuan, sudilah kiranya tuan tetap di sini beberapa hari lagi," pinta raja Ismoyo kepada Wali Paidi ketika ia berniat pamit.
"Jangan kuatir, kelak aku akan datang lagi kemari".
Wali Paidi tersenyum. mendekat, memegang dada Raja Ismoyo, "Ajaklah hatimu untuk dzikir terus menerus, ucapkan Allah...Allah...secara berkesinambungan. Dalam keadaan apapun, teruslah berdzikir dan berusahalah selalu dalam keadaan punya wudlu (dawamul wudlu). Andai Allah mencabut nyawamu, kamu dalam keadaan suci".
"Terima kasih tuan, pesan tuan akan kami laksanakan". Ismoyo sangat ta'dzim.
"Kalau hatimu sudah bisa berdzikir, maka Allah sendiri yang akan membimbingmu".
"Apakah kami akan menjadi wali kalau hati kami sudah bisa berdzikir sendiri".
"Hahahahaha. Jangan sekali-kali punya niat ingin jadi wali, karena keinginan itu termasuk nafsu. Berdzikirlah karena Allah. Jangan ada niatan yang lain!".
Setelah menghisap rokoknya, Wali Paidi berkata lagi, "Allah menjadikan manusia sebagai pemimpin dimuka bumi ini, dan mengangkat para walinya dari kalangan manusia".
"Oh begitu, kalau Allah menghendaki begitu, kami sangat ridla atas keputusan Allah tersebut," jawab Raja Ismoyo. Ia sadar posisi dan tawakkal atas kehendak Allah. Subhanallah.
"Kalau boleh tahu, tuan ini wali yang bagaimana?"
"Hmm, aku adalah wali Abdal, wali pengganti. Kalau istilah dalam sepak bola disebut pemain cadangan, wali tingkat rendah. Aku dulu hanya abdi ndalem seorang kiai. Tugasku hanya menyiapkan rokok dan kopi. Setelah kiai saya meninggal, akulah yang dipilih Allah sebagai gantinya," terang Wali Paidi.
"Kalau diganti terus, berarti jumlah wali itu tetap sama dari dulu sampai sekarang?"
"Iya, jumlah wali di seluruh dunia tetap sama, karena setiap ada yang meninggal, pasti ada gantinya. Biarpun kamu tidak ada hak untuk menjadi wali, harus tetap semangat. Di mata Allah, derajat seseorang itu dilihat dari ketaqwaannya. Wali itu hanya title yang diberikan Allah buat para wakil-wakilnya dimuka bumi (khalifah) guna untuk mengatur dan menata manusia. Dan wali dipilih dari para hamba yang dikehendaki-Nya. Bukan karena ibadahnya, bukan karena dzikirnya, tapi karena kehendak Allah. Jadi salah besar kalau ada orang yang ingin atau mempunyai cita-cita menjadi wali".
Pesan itu dianggap sangat bermanfaat oleh para bangsa jin yang baru masuk Islam tersebut. Wali Paidi pamit meninggalkan Gunung Arjuna, diiringi Raja Ismoyo dan seluruh rakyatnya.
Setelah Wali Paidi sudah tidak tampak, Raja Ismoyo memerintahkan dengan suara lantang kepada seluruh rakyatnya.
"Rakyatku semua, nanti atau kapanpun, jika ada orang yang ke Gunung Arjuna ini berbekal rokok dan kopi, jangan sampai diganggu. Jagalah sampai mereka meninggalkan Gunung Arjuna ini. Kita niatkan menghormati guru kita, Wali Paidi".
"Titah paduka siap laksanakan," jawab para jin. Di belakang, ada jin nakal yang ngelinthing rokok Dji Sam Soe sisa-sisa hisapan Wali Paidi. "Barokah nih rokoknya!" ujarnya. [dutaislam.or.id/ab]
Bersambung ke (Bag. 4). [Aneh] Sering Shalat di Atas Daun, Pemuda Ini Temui Kiai yang Biasa Jualan Minyak Wangi.
Biar paham, baca edisi sebelumnya:
Setelah sampai di kaki Gunung Arjuna, Wali Paidi mulai mendaki, mencari goa yang dimaksud sang Sulthonul Aulia. Mulut goa itu ternyata sangat kecil dan tertutup ilalang. Namun dalamnya sangat luas.
Di pojok kiri ada sumber mata air. Sementara pojok kanannya ada batu yang menyerupai meja. Mungkin meja itu pernah dipakai untuk shalat oleh seseorang. Barang bawaan Wali Paidi diletakkan di sebelah batu itu, lalu bergegas menuju mata air, mandi dan berwudlu.
Ketika mandi, hati Wali Paidi ini tiba-tiba saja memiliki kecepatan berzikir. Pengetahuan ruhaninya pun kian bertambah mendadak. Hatinya berbunga-bunga tanpa dapat dicegah. Nur bashirahnya semakin terang benderang.
Setelah berwudlu, Wali Paidi mengerjakan shalat di atas batu yang mirip meja tadi. Saking nikmatnya, tanpa terasa Wali Paidi shalat ratusan rakaat hingga akhirnya tersadar ketika ia mendengar ayam berkokok, tanda memasuki Subuh.
Istirahat, Wali Paidi turun dari batu shalat. Ia menuju tempat perbekalannya, membuat kopi dan duduk santai sambil merokok. Panci sudah dikeluarkan, dan rokok Dji Sam Soe Reefil sudah disiapkan pula. Namun, ketika mau menyalakan sebatang rokok, Wali Paidi bingung. Koreknya tidak ada, raib. Ia keluarkan semua isi tas, tapi tetap saja tidak ditemukan.
''Wadoh, ciloko iki,'' gumamnya, tak ada orang.
Satu blek kopi yang aromanya harum menggoda bersama pres-presan rokok pelbagai merk, tergeletak di sampingnya.
''Muspro kabeh iki, kok bisa koreknya gak kebawa," Wali Paidi kesal.
Satu dua hari dilalui Wali Paidi tanpa kopi dan rokok. Namun pada hari ketiga, ia mulai tidak tahan. Hatinya semeblak (tergoda) ketika melihat kopi dan rokok terkulai tak berguna.
Cari korek, Wali Paidi mulai membaca banyak hizib. Setelah membaca isyfa' (berikanlah syafaat!) tiga kali, mengusapkan telapak tangan pada matanya, "byarr!", seluruh alam jin dan makhluk halus lainnya tampak sangat jelas dilihat.
Segerombolan jin di luar goa di sebelah kiri, kira-kira 10 meter dari mulut goa, terlihat sangat jelas oleh Wali Paidi. Ia mendatangi bangsa jin itu. Mereka takut melihat Wali Paidi datang.
''Ada yang punya korek api?''
''Kami tidak punya,'' jawab para jin.
Mendengar jawaban itu, Wali Paidi malah mengobrak-abrik tempat para jin tersebut. Mereka lari tunggang langgang, banyak yang terluka.
Karena belum juga menemukan korek api untuk rokoknya, Wali Paidi terus mendatangi banyak tempat para bangsa jin di sekitar goa. Kalau ditanya korek api dijawab "tidak punya", ia lansung memborbardir tempat bersemanyam mereka.
Seluruh desa dan kota dari kerajaan jin yang ada di kawasan Gunung Arjuna telah diobrak-abrik oleh Wali Paidi. Hampir semuanya. Gempar. Namanya terkenal dan menjadi sosok misterius yang menakutkan di kalangan bangsa jin.
Kabar kesaktian wali tak dikenal itu akhirnya sampai ke pusat kerajaan bangsa jin. Penasaran, raja jin mengundang Wali Paidi ke istana. Di pintu gerbang istana, Wali Paidi disambut dua prajurit yang memang diperintah raja menyambutnya, walau wajah mereka nampak ketakutan melihat Wali Paidi.
Di dalam istana, raja jin bernama Ismoyo sudah menunggu. Takdzim, Raja Ismoyo ini langsung turun dari singgasana menyambut Wali Paidi dan mempersilakannya duduk di sampingnya.
''Hamba dengar tuan wali telah membuat geger kerajaan hamba. Tuan telah mengobrak-abrik seluruh wilayah kerajaan tanpa ada yang sanggup melawan, apakah gerangan yang tuan cari sehingga tuan murka begini. Mungkin hamba bisa membantu,'' Raja Ismoyo sangat hati-hati menyusun kalimat. Ia ketakutan sekali.
"Aku mencari korek, apakah Anda punya?"
Seluruh prajurit tegang menunggu jawaban raja mereka. Pedang dan tombak sudah mereka pegang, hanya bersiap saja kalau-kalau ada hal tak diinginkan bakalan terjadi. Keringat bau khas kemenyan keluar dari pori para prajurit Raja Jin Ismoyo. Saking tegangnya, ada perajurit yang terkencing-kencing di celana. Hehehe. (Celana mereka Jeans semua kayaknya).
"Tuan wali, buat apakah korek tersebut kalau hamba boleh tahu?"
"Menyalakan ini dan membuat ini," jawab Wali Paidi sambil menunjukkan rokok dan kopinya.
"Hanya untuk itu?"
"Ya, hanya untuk ini".
Raja Ismoyo membatin: wali ini aneh, masak hanya gara-gara pingin ngerokok dan ngopi saja dia pakai menghacurkan kerajaanku, dasar wali semprul!
"Eeitt, namaku Paidi, bukan Semprul," sahut Wali Paidi.
"Ah, mohon maaf tuan, ternyata tuan bisa membaca isi hati hamba," Raja Ismoyo makin takut, gemes campur kagum dan penasaran.
"Trus gimana, sampeyan punya korek apa tidak?"
"Kalau hanya untuk menyalakan itu, pakai ini saja, tuan," Ismoyo menjulurkan jari telunjuknya yang tiba-tiba bisa mengeluarkan api.
"MasyaAllah, kalian kan memang terbuat dari api yah. Maaf, baru ingat saya. Hehehe," Wali Paidi malah cengengesan lagak tak bersalah telah hancurkan tempat-tempat keramat jin.
Wali Paidi mendekati raja Ismoyo, mengeluarkan sebatang rokok Dji Sam Soe Refill-nya dan mulai menghisap.
"Hu...Allah...Hu...Allah..," begitulah yang terdengar ketika Wali Paidi merokok.
Tak diperintah, Raja Ismoyo memanggil panglima, "buatkan kopi untuk tuan wali ini," titahnya. Ismoyo mengambil kopi dari Wali Paidi dan menyerahkan kepada the panglima.
"Jangan manis-manis, ya!" Wali Paidi masih saja menganggap dia sedang ngopi di warung Sutemi sana.
Gunung Arjuna |
"Sampeyan tidak merokok ya?"
"Tidak".
"Apakah sampeyan itu jin Muhammadiyyah?"
"Saya tidak mengerti maksud tuan," jawab Raja Ismoyo. Ya jelas tidak tahu lah. Muhammadiyah kan ormas sebelah, pimpinannya juga manusia, bukan jin. Lagi-lagi Wali Paidi memang paidi, masih merasa kalau di alam jin ada NU dan Muhammadiyah (yang mengharamkan rokok).
"Maaf, agama sampeyan apa?"
"Saya tidak beragama".
"Oh, begitu!"
Keduanya lalu terdiam agak lama, "maaf tuan, mantra apa yang tuan baca sehingga tuan tidak bisa dikalahkan oleh para prajurit saya," tanya raja Ismoyo menyela jeda keheningan obrolan.
"Hizib dan shalawat".
"Maukah tuan mengajarkan kepada saya?"
"Boleh-boleh, tapi sampeyan harus masuk Islam dulu," Wali Paidi memberi syarat.
Raja Ismoyo akhirnya memanggil panglima. Sang panglima diperintah mengumpulkan seluruh rakyat dan semua prajuritnya. Dalam sekejab, balai agung istana ramai, disesaki prajurit dan rakyat yang datang. Bahkan sampai meluber keluar istana.
Di kaki Wali Paidi, di hadapan prajurit dan rakyatnya, Raja Ismoyo bersimpuh.
"Kami dengan suka rela siap masuk Islam, mengikuti agama tuan".
"Baiklah, ikuti apa yang saya ucapkan," perintah Wali Paidi kepada ribuan jin yang akan jadi muallaf.
Dengan suara yang sangat berwibawa, Wali Paidi mengucapkan dua kalimat syahadat yang diikuti seluruh bangsa jin kerajaan Raja Ismoyo hingga suaranya menggema ke seluruh Gunung Arjuna, seperti dentuman suara koor lagu. Seluruh hewan di Gunung Arjuna pun berhenti sejenak mendengar ikrar syahadat itu. Tidak ada yang bersuara mendengarkan ucapan syarat awal jadi muslim tersebut.
Setelah itu, Wali Paidi mengajarkan kepada mereka tentang makna Islam dan menjabarkan arti iman secara singkat. Selama beberapa minggu, Wali Paidi harus tinggal di istana Raja Ismoyo untuk mengajari bangsa jin tentang tata-cara shalat, berdzikir dan lain sebagainya.
"Kami masih butuh pencerahan dari tuan, sudilah kiranya tuan tetap di sini beberapa hari lagi," pinta raja Ismoyo kepada Wali Paidi ketika ia berniat pamit.
"Jangan kuatir, kelak aku akan datang lagi kemari".
Wali Paidi tersenyum. mendekat, memegang dada Raja Ismoyo, "Ajaklah hatimu untuk dzikir terus menerus, ucapkan Allah...Allah...secara berkesinambungan. Dalam keadaan apapun, teruslah berdzikir dan berusahalah selalu dalam keadaan punya wudlu (dawamul wudlu). Andai Allah mencabut nyawamu, kamu dalam keadaan suci".
"Terima kasih tuan, pesan tuan akan kami laksanakan". Ismoyo sangat ta'dzim.
"Kalau hatimu sudah bisa berdzikir, maka Allah sendiri yang akan membimbingmu".
"Apakah kami akan menjadi wali kalau hati kami sudah bisa berdzikir sendiri".
"Hahahahaha. Jangan sekali-kali punya niat ingin jadi wali, karena keinginan itu termasuk nafsu. Berdzikirlah karena Allah. Jangan ada niatan yang lain!".
Setelah menghisap rokoknya, Wali Paidi berkata lagi, "Allah menjadikan manusia sebagai pemimpin dimuka bumi ini, dan mengangkat para walinya dari kalangan manusia".
"Oh begitu, kalau Allah menghendaki begitu, kami sangat ridla atas keputusan Allah tersebut," jawab Raja Ismoyo. Ia sadar posisi dan tawakkal atas kehendak Allah. Subhanallah.
"Kalau boleh tahu, tuan ini wali yang bagaimana?"
"Hmm, aku adalah wali Abdal, wali pengganti. Kalau istilah dalam sepak bola disebut pemain cadangan, wali tingkat rendah. Aku dulu hanya abdi ndalem seorang kiai. Tugasku hanya menyiapkan rokok dan kopi. Setelah kiai saya meninggal, akulah yang dipilih Allah sebagai gantinya," terang Wali Paidi.
"Kalau diganti terus, berarti jumlah wali itu tetap sama dari dulu sampai sekarang?"
"Iya, jumlah wali di seluruh dunia tetap sama, karena setiap ada yang meninggal, pasti ada gantinya. Biarpun kamu tidak ada hak untuk menjadi wali, harus tetap semangat. Di mata Allah, derajat seseorang itu dilihat dari ketaqwaannya. Wali itu hanya title yang diberikan Allah buat para wakil-wakilnya dimuka bumi (khalifah) guna untuk mengatur dan menata manusia. Dan wali dipilih dari para hamba yang dikehendaki-Nya. Bukan karena ibadahnya, bukan karena dzikirnya, tapi karena kehendak Allah. Jadi salah besar kalau ada orang yang ingin atau mempunyai cita-cita menjadi wali".
Pesan itu dianggap sangat bermanfaat oleh para bangsa jin yang baru masuk Islam tersebut. Wali Paidi pamit meninggalkan Gunung Arjuna, diiringi Raja Ismoyo dan seluruh rakyatnya.
Setelah Wali Paidi sudah tidak tampak, Raja Ismoyo memerintahkan dengan suara lantang kepada seluruh rakyatnya.
"Rakyatku semua, nanti atau kapanpun, jika ada orang yang ke Gunung Arjuna ini berbekal rokok dan kopi, jangan sampai diganggu. Jagalah sampai mereka meninggalkan Gunung Arjuna ini. Kita niatkan menghormati guru kita, Wali Paidi".
"Titah paduka siap laksanakan," jawab para jin. Di belakang, ada jin nakal yang ngelinthing rokok Dji Sam Soe sisa-sisa hisapan Wali Paidi. "Barokah nih rokoknya!" ujarnya. [dutaislam.or.id/ab]
Bersambung ke (Bag. 4). [Aneh] Sering Shalat di Atas Daun, Pemuda Ini Temui Kiai yang Biasa Jualan Minyak Wangi.
Biar paham, baca edisi sebelumnya:
- Wali Paidi (Bag. 1) Hanya Wali Indonesia yang Kemana-Mana Bawa Rokok dan Kopi
- Wali Paidi (Bag. 2) Gagal Pakai "Doa Lipat Bumi", Wali Ini Balik Pulang Naik Pesawat