Iklan

Iklan

,

Iklan

Orang yang Mengharamkan Pancasila dan Rokok Itu Dosanya Tidak Habis-Habis

11 Apr 2017, 04:05 WIB Ter-Updated 2024-08-12T08:07:00Z
Download Ngaji Gus Baha
Gus Muwafiq Jogja. Foto: dutaislam.or.id.

Dutaislam.or.id - Zaman Belanda, ketika kelompok lain melawan dengan kekerasan, NU yang pertama kali melawan dengan kebudayaan. Itulah yang dilakukan oleh Walisongo. Karena NU penerus Walisongo, maka cara melawan Belandanya ya dengan kebudayaan.

Kala itu, NU terlihat tidak melawan, namun diam-diam melawan Belanda dengan cara unik, yakni mengampanyekan hadits Nabi "man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum/siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari kaum itu". Konten hadits dijadikan sebagai basis penggerak rakyat bersama para santri melawan Belanda sejak dari pikiran.

Santri melawan dengan caranya sendiri. Belanda menulis Latin, santri menulis pakai Arab Pegon. Mereka pakai celana, santri melawan dengan memakai sarung. Perlawanan itu terus berlanjut hingga membangkrutkan Belanda. Nilai kekayaannya terkuras 2 juta golden untuk melawan santri yang berperang bersama Pangeran Diponegoro.

Kala 20 ribu serdadu Belanda mati sia-sia melawan perang bersama santri, Ratu Helmina dari Belanda mengusulkan agar menjajah pemikiran primbumi. Orang Indonesia, kata Belanda, sudah tidak bisa dijajah lagi secara fisik. Mereka harus dijajah melalui pemikirannya. Muncullah politik etis, yang sok memberikan kesempatan kepada santri untuk mengenyam pendidikan formal tinggi di negara Belanda sana.

Tapi santri masih tidak mau takluk. Bahkan terus konsisten dengan slogan "man tasyabbaha bi qiumin". Cara tegas Hadratusys Syaikh KH Hasyim Asyari dalam melawan Belanda saat itu adalah dengan menolak menggunakan mata uang golden. Mbah Hasyim mengharamkan golden karena itu buatan penjajah.

"Saya tidak mau bayar pakai golden, karena golden duitmu (Belanda) sudah terlanjur saya haramkan. Maka kalau mau mengambil sapi silakan, mau ambil beras silakan. Tapi kalau pakai golden, tidak mau, karena saya sudah haramkan apapun yang dari Belanda," ucap Mbah Hasyim ketika dipaksa membayar pajak oleh Belanda, sebagaimana dituturkan oleh Gus Muwafiq dalam sebuah pengajian Harlah NU ke-91 (2015) di Bontang.

Karena istiqamah melawan Belanda dengan "man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum" itu, Mbah Hasyim ditangkap. Risiko menjaga konsistensi perjuangan. Itu yang tidak ditemukan pada orang-orang yang hidup di masa sekarang. "Orang sekarang itu koclok semua," tutur Gus Muwafiq.

Orang sekarang, menurut Gus Muwafiq, ada yang mengharamkan Pancasila (HTI), tapi masih mau hidup di Indonesia dan setiap hari membeli sesuatu pakai uang Indonesia yang tiap lembar rupiahnya disetempel garuda Pancasila. "Makanya orang-orang ini dosanya tidak ada habsinya, lha wong sudah diharamkan kok dipakai," ucap Gus Muwafiq, disambut tawa hadirin.

Hal itu tidak jauh beda dengan mereka yang mengharamkan rokok tapi doyan APBN. "Rokok diharamkan, padahal 74 triliun cukai rokok masuk APBN. Kalau rokoknya haram, 74 triliun haram, masuk APBN, APBN-nya haram," imbuhnya.

"Negara membangun jalan, maka jalannya haram. Maka orang yang mengharamkan rokok, dosa (jika) lewat jalan itu," tuturnya disambut tawa hadirin.

"Ini menegaskan, NU tidak main-main soal hukum haram. Makanya, Pancasila taruh pantat, dosa dia. karena perjalanan bangsa Indonesia ini diputuskan oleh parlemen dan seluruh kepurtusan parlemen distempel pakai lambang negara garuda Pancasila," lanjutnya.

Kalau cari dosa, imbuh Gus Muwafiq, sekarang ini memang tidak perlu berjalan jauh. Neraka amat dekat. Tinggal haramkan saja Pancasila, tapi masih hidup di negara Pancasila, sudah dapat dosa tanpa habis sampai mati di kubur di pemakaman taman pahlawan, misalnya. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan