Habib Mundzir Al Musawa |
Dutaislam.or.id - Karena banyaknya permintaan teman-teman untuk saya angkat suara sebagai tanggapan atas merebaknya dan meresahkannya sebagian aktifitas yang dilakukan JT/Jaulah, maka kali ini akan saya tampilkan tema tersebut.
Terus terang saya sedari dulu waktu masih di Lirboyo tahun 2007 sudah mulai diminta atas tanggapan mengenai JT atau Jaulah ini. Lalu saya pun mulai menelusuri dari buku ke buku, perpustakaan ke perpustakaan, hingga terjun secara langsung dengan komunitas mereka. Namun saya tak ingin gegabah menghukuminya, karena saya sendiri di kampung halaman seringkali didatangi mereka. Saya diajak ke Pusat JT di daerah Tegal dan berhadapan dengan para Amir secara langsung.
Memang ada salah satu kitab karya ulama India yang menjelaskan tentang kesesatan-kesesatan JT ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh salah seorang ustadz di Pesantren Lirboyo. Begitu pula JT pernah dimasukkan ke dalam Polaritas Sektarian karya ilmiah tamatan Pesantren Lirboyo. Namun saya sendiri belum juga puas atas jawaban yang ada dalam buku-buku tersebut.
Akhirnya saya tetap melakukan penelusuran lebih banyak lagi pandagan-pandangan para ulama Aswaja tentang JT ini. Namun kali ini saya hanya akan mencantumkan pandangan Guru Mulia al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa Pimpinan Majelis Rasulullah Saw. Jakarta.
Silakan dibaca dan direnungkan semoga bermanfaat.
Jamaah Tabligh Menurut Habib Mundzir al Musawa
Semoga kebahagiaan dan kesejukan jiwa selalu menerangi hari-hari Anda saudaraku. Sebenarnya pro kontra atas Jamaah Tabligh bukan pada ajarannya atau tuntunannya, kesemuanya justru sejalan dengan sunnah dan merupakan gerakan kebangkitan sunnah, namun oknum yang semakin banyak itulah yang dikeluhkan masyarakat.
Mereka bukan menilai tanpa bukti, mereka menyaksikan masjid-masjid yang didatangi sebagian JT mereka mengharamkan maulid, mereka i'tikaf di masjid itu namun mereka tak mau berdiri ketika jamaah setempat berdiri (Mahallul Qiyam) saat pembacaan rawi maulid, mereka tetap duduk dengan wajah cemberut dan sebagian keluar masjid, memilih pergi sementara sampai acara berdiri itu selesai, masya Allah.
Saudaraku, ini bukan satu dua masjid, puluhan masjid yang mengeluhkan ini. Mereka diminta jadi imam maka mereka tak qunut Shubuh, dan tentunya jika mereka yang sesuai dan mengikuti madzhab setempat maka tak akan ada kontra dari masyarakat dan tak akan ada keluhan. Sementara tentunya sebagian besar wilayah lain yang dikunjungi mereka tanpa ada masalah apa-apa maka masyarakat tak mengeluh bahkan menyambut baik.
Saudaraku, bicara sepintas masalah Masjid Kebon Jeruk, di situ pernah terjadi permasalahan besar antara JT dengan Aswaja. Barangkali Anda pernah dengar nama seorang ulama besar di Jakarta, al-Marhum al-‘Allamah KH. Syafi’i Hadzamiy, guru besar ratusan para ustadz dan kyai di Jakarta.
Beliau itu dulu di masa hidupnya pernah pula mengajar di Masjid Kebon Jeruk tempat markas JT.
Namun saat adzan Dzuhur beliau masih lanjut mengajar, karena memang teriwayatkan pada hadits shahih bahwa hal itu juga merupakan perbuatan Rasul Saw. Namun Jamaah JT tak perduli Guru Mulia yang sudah lanjut usia sedang mengajar, mereka langsung iqamat. Maka Guru Tua (Mu’allim Syafi’i Hadzamiy) ini beringsut-ingsut minggir tergopoh-gopoh melipat kitabnya menyingkir.
Inilah perbuatan JT di Kebon Jeruk, ini kejadian dan bukan fitnah, saksinya banyak sekali. Namun kejadian ini sudah beberapa tahun yang lalu. Namun dengan adanya kejadian ini tak pula kita langsung memvonis kesemua JT adalah tidak baik, ini adalah oknum.
Baiknya kita bersatu padu untuk membenahi muslimin, semua golongan muslimin, tak perlu saling tuduh sama lain, kesemua adalah ummat Muhammad Saw. yang mesti saling membenahi.
Cahaya anugerahNya semoga selalu menerangi hari-hari Anda dan keluarga. Saudaraku yang kumuliakan. Mereka (JT) itu baik, niatnya baik, perbuatannya baik. Cuma akhir-akhir ini sering ditumpangi oleh kalangan anti maulid, atau faham lainnya, maka berhati hatilah. Selama tak ada yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal Jama’ah maka terimalah sebagai tamu Allah Swt.
Saya sering menemukan di antara mereka yang betul-betul benci pada maulid, tahlil dll. Namun dilain kesempatan saya sering pula jumpa dengan mereka yang tak bermasalah dengan hal itu. Mungkin ini yang membuat masyarakat menyingkir, mungkin karena pernah sebelumnya datang kelompok JT yang bertentangan dengan Aswaja, padahal tidak semua mereka demikian.
Demikian saudaraku yang kumuliakan, semoga sukses dengan segala cita-cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam.
Rahmat dan Kebahagiaan semoga selalu terlimpah pada hari-hari Anda dan keluarga. Saudaraku yang kumuliakan. Mengenai Maulana Muhammad, saya belum jelas akan riwayatnya. Namun mengenai dakwah dari pintu ke pintu itu adalah salah satu dari dakwah Rasul Saw. Namun bukan berarti dakwah dengan cara lain adalah salah. Dakwah bisa dengan sms, bisa dengan telepon, bias dengan harta, bisa dengan surat, bisa dengan contoh, bisa di tempat kerja atau di mana saja, salah satunya adalah dari pintu ke pintu. Namun jika hal itu mengganggu orang, maka sebaiknya dipakai metode dakwah lain yang juga sunnah agar lebih mudah diterima masyarakat.
Mengenai dakwah 3 hari, 40 hari dan 4 bulan, sepanjang pengetahuan saya tak ada perintah langsung dari Rasul Saw. untuk melakukan dakwah demikian. Namun tentunya metode itu boleh saja dilakukan. Mengenai para Nabi melakukannya namun Nabi Saw. tak memerintahkannya dan tak membatasinya harus 3 hari atau harus 40 hari atau harus 4 bulan. Maka hal-hal itu mulia dan boleh saja diikuti.
Mengenai meninggalkan rumah, maka boleh saja asalkan tetap meninggalkan nafkah untuk keluarga dan bertanggung jawab atas tarbiyyah (pendidikan) keluarga dan keamanan keluarga. Jika tak meninggalkan nafkah atau menyia-nyiakan tarbiyyah keluarga atau menyia-nyiakan keamanan keluarga, maka hal itu tak dibenarkan dalam syariah. Sebab yang lebih berhak didakwahi adalah keluarga sendiri dan tetangga sekitar sebelum yang jauh.
Demikian saudaraku yang kumuliakan, semoga sukses dengan segala cita-cita, semoga dalam kebahagiaan selalu. Wallahu a'lam.
Sebenarnya sebagaimana saya jelaskan, bahwa Jamaah Tabligh bukan jamaah sesat. Mereka ini mirip sekelompok sufi, namun satu hal, mereka tak mementingkan ilmu syariah. Bukan berarti para pesertanya tak ada yang ulama. Justru pesertanya ada ulama, umara, aghniya, fuqara, dan seluruh lapisan masyarakat.
Baru saja beberapa hari yang lalu saya ke Kualalumpur. Saya melihat Jamaah Tabligh yang akan berangkat ke Kualalumpur, saya sempat ngobrol dengan salah satu dari mereka. Sebagaimana biasa bahwa Jamaah Tabligh ini sopan dan sangat santun. Mereka bicara bahwa mereka akan dakwah ke Kualalumpur, tentunya dengan uang tabungan sendiri, ongkos sendiri, pakaian mereka kumal, memang demikian keadaan para sufi, hal seperti itu dimaksudkan untuk qahrunnafs (menghancurkan hawa nafsu), agar berani tampil dengan tidak tergubris dan tidak perlu malu di depan orang-orang modern.
Saya berbicara selembut mungkin: “Sungguh jika Anda berpakaian rapi dan bersih, merapikan jenggot, bukan menghilangkannya, namun rapikanlah, dan berpakaian rapilah, sungguh Rasul Saw. mencintai kerapian dan kebersihan.”
Maka ia menjawab: “Kami bukan da'i ahli dunia”, (maksudnya kira-kira : “Kami ini bukan da'i sok modern sepertimu”), seraya berkata demikian sambil melirik HP saya yang E90 dan laptop di pangkuan saya. saya diam.
Lalu ia berkata lagi: “Pak ustadz mau ke mana?”
Saya jawab: “Dakwah juga, saya ada undangan ceramah di Universitas Islam Selangor Kualalumpur untuk ceramah di Masjid al-Azhar di universitas itu. Anda mau hadir?”
JT: “Insya Allah.., pak ustadz ke sana atas biaya sendiri?”
Saya: “Bukan, dengan biaya mereka yang mengundang.”
JT: “Kami dakwah dengan biaya sendiri.”
Saya menunduk, lalu saya berkata: “Saya hargai ketulusan Anda untuk berdakwah dengan uang sendiri. Tapi kalau menurut saya, coba kalau uang itu Anda pakai untuk mendalami ilmu syariah dan ilmu ibadah dulu, maka ilmu itu akan abadi menemani Anda. Anda akan dakwah ke mana saja dan akan dibiayai oleh orang lain. Karena Anda berilmu, maka dakwah anda berkesinambungan. Namun kalau seperti keadaan Anda sekarang ini, bila uang Anda habis maka dakwah Anda berhenti. Bila Anda tak punya uang maka Anda tak bisa dakwah. Namun kalau Anda berilmu maka anda bisa 24 jam dakwah sepanjang umur.”
Lalu saya berkata lagi sambil tak melihat wajahnya: “Kalau saya lebih senang menghabiskan waktu dan uang sebanyak-banyaknya untuk belajar, karena setelah itu selama-lamanya saya tak perlu mengeluarkan uang lagi.”
Ia terdiam, dan kami terpisah karena telah waktunya masuk pesawat.
“Saudaraku, saya tunggu kunjungan Anda, semoga dalam kebahagiaan selalu. Wassalam”
Limpahan rahmat dan keridhaanNya semoga selalu menerangi hari-hari Anda.
Saudaraku yang kumuliakan. Maaf barangkali kalau ada salah ucap dari tanggapan saya atas Jamaah Tabligh, bukan merupakan fitnah atau kecaman, dan bukan mereka itu kesemuanya tak berilmu. Banyak diantara para ulama dan fuqaha yang mengikuti Jamaah Tabligh dan khuruj. Namun secara program keseluruhannya, Jamaah Tablig mengajak orang-orang untuk berdakwah, dan kebanyakan dari kelompok mereka yang baru bertobat. Hal ini sangat baik bagi personil tabligh itu sendiri, namun acapkali merusak pemahaman masyarakat. Karena masyarakat banyak bertanya hokum-hukum kepada mereka dan mereka memberikan jawaban yang tidak benar.
Dan salah satu dari program Jamaah Tabligh adalah tidak terpaku pada madzhab. Hal ini baik maksudnya, karena demi persaudaraan muslimin antara mereka, namun buruk dampaknya bila dilakukan oleh orang yang kurang berilmu. Mereka akan bercampur baur antara pemahaman Syi’ah, Sunnah, al-Irsyad, Sufi dll. hingga muncullah bentuk pemahaman yang tak menentu. Mereka tidak mau mengacu kepada ulama Syafi’i, karena tak mau fanatik madzhab. Padahal justru hal yang benar adalah berpegang pada satu madzhab namun menghargai madzhab lainnya.
Kebanyakan dari Jamaah Tabligh masuk ke masjid yang bermadzhab Syafi’i, mengimami shalat dan tak mengucap basmalah, atau mengimami Shubuh dan tak berqunut. Maka ini justru meresahkan masyarakat.
Memang betul hal-hal seperti ini adalah ikhtilaf furu’iyah, tapi tidak sepantasnya dilakukan di hadapan masyarakat awam hingga mereka bingung mana sih yang benar? karena dakwah bukan sembarang menasihati, namun butuh uslub (metode) yang jelas dan menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat setempat.
Saudaraku saya bukan memfitnah, belasan masjid yang mengadukan hal ini. Dan saya mengenal Jamaah Tabligh bukan hanya di Indonesia, namun sejak saya menuntut ilmu di Yaman. Saya telah jumpa dengan mereka, sejak tahun 1994 kami bergaul akrab dengan mereka.
Guru saya pun berpendapat sama dengan yang saya sampaikan, bahwa Jamaah Tabligh mempunyai celah yang perlu diperbaiki, yaitu keterbatasan ilmu syariah dari personilnya, karena personilnya bukan ratusan, tapi jutaan. Bahkan di Yaman kebanyakan Jamaah Tabligh terpengaruh faham Ibn Abdul Wahhab yang memusyrikkan muslimin yang tawassul dsb. Dan sebagian di Indonesia pun demikian.
Guru saya banyak bergaul dan pernah khuruj dengan Jamaah Tabligh. Demikian pula ayah beliau, al-‘Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, beliau pernah pula hadir ke Pakistan untuk menghadiri ijtima’ tahunan Jamaah Tabligh.
Saya pun pernah khuruj dengan Jamaah Tabligh di Makasar, hingga bersama-sama ke Pinrang. Mereka ramah, sopan dan mencintai sunnah, namun itulah barangkali ada kekurangannya, yaitu keterbatasan ilmu dari sebagian besar personilnya, hingga tercampurnya banyak pemahaman.
Saya sesekali tak mengatakan bahwa mereka ini sesat. Mereka ini mencintai sunnah, programnya adalah menegakkan sunnah, maksudnya adalah dakwah semata, dan dasar utamanya adalah sufi. Namun ada beberapa hal yang perlu dikoreksi maka Anda tak perlu merasa tersinggung, bahkan saya berteman akrab dengan Jamaah Tabligh.
Salah seorang teman seperguruan saya pun (Habi Sholeh al-Jufri Solo) juga anggota Jamaah Tabligh, pernah ke Pakistan. Beliau sering khuruj sekaligus untuk berdakwah pada Jamaah Tabligh agar mereka mau berpegang pada satu madzhab dan jangan mencampurkan pemahaman satu sama lain dan mau mendalami syariah.
Sekali lagi saudaraku, kritikan saya berniat membangun. Dan saya berteman dan akrab dengan Jamaah Tabligh. Dan saya sudah mengungkapkan hal ini pada mereka dan mereka mengakuinya dan menerima nasihat dengan lapang dada. Demikian saudaraku yang kumuliakan, Wallahu a’lam. [dutaislam.or.id/ab]
Keterangan:
Disadur dan diedit ulang oleh Syaroni as-Syamfuri dari milis Majelis Rasulullah Saw. Diambil dari beberapa link website majelisrasulullah.org. Source link asal ada di SINI.
Terus terang saya sedari dulu waktu masih di Lirboyo tahun 2007 sudah mulai diminta atas tanggapan mengenai JT atau Jaulah ini. Lalu saya pun mulai menelusuri dari buku ke buku, perpustakaan ke perpustakaan, hingga terjun secara langsung dengan komunitas mereka. Namun saya tak ingin gegabah menghukuminya, karena saya sendiri di kampung halaman seringkali didatangi mereka. Saya diajak ke Pusat JT di daerah Tegal dan berhadapan dengan para Amir secara langsung.
Memang ada salah satu kitab karya ulama India yang menjelaskan tentang kesesatan-kesesatan JT ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh salah seorang ustadz di Pesantren Lirboyo. Begitu pula JT pernah dimasukkan ke dalam Polaritas Sektarian karya ilmiah tamatan Pesantren Lirboyo. Namun saya sendiri belum juga puas atas jawaban yang ada dalam buku-buku tersebut.
Akhirnya saya tetap melakukan penelusuran lebih banyak lagi pandagan-pandangan para ulama Aswaja tentang JT ini. Namun kali ini saya hanya akan mencantumkan pandangan Guru Mulia al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa Pimpinan Majelis Rasulullah Saw. Jakarta.
Silakan dibaca dan direnungkan semoga bermanfaat.
Jamaah Tabligh Menurut Habib Mundzir al Musawa
Semoga kebahagiaan dan kesejukan jiwa selalu menerangi hari-hari Anda saudaraku. Sebenarnya pro kontra atas Jamaah Tabligh bukan pada ajarannya atau tuntunannya, kesemuanya justru sejalan dengan sunnah dan merupakan gerakan kebangkitan sunnah, namun oknum yang semakin banyak itulah yang dikeluhkan masyarakat.
Mereka bukan menilai tanpa bukti, mereka menyaksikan masjid-masjid yang didatangi sebagian JT mereka mengharamkan maulid, mereka i'tikaf di masjid itu namun mereka tak mau berdiri ketika jamaah setempat berdiri (Mahallul Qiyam) saat pembacaan rawi maulid, mereka tetap duduk dengan wajah cemberut dan sebagian keluar masjid, memilih pergi sementara sampai acara berdiri itu selesai, masya Allah.
Saudaraku, ini bukan satu dua masjid, puluhan masjid yang mengeluhkan ini. Mereka diminta jadi imam maka mereka tak qunut Shubuh, dan tentunya jika mereka yang sesuai dan mengikuti madzhab setempat maka tak akan ada kontra dari masyarakat dan tak akan ada keluhan. Sementara tentunya sebagian besar wilayah lain yang dikunjungi mereka tanpa ada masalah apa-apa maka masyarakat tak mengeluh bahkan menyambut baik.
Saudaraku, bicara sepintas masalah Masjid Kebon Jeruk, di situ pernah terjadi permasalahan besar antara JT dengan Aswaja. Barangkali Anda pernah dengar nama seorang ulama besar di Jakarta, al-Marhum al-‘Allamah KH. Syafi’i Hadzamiy, guru besar ratusan para ustadz dan kyai di Jakarta.
Beliau itu dulu di masa hidupnya pernah pula mengajar di Masjid Kebon Jeruk tempat markas JT.
Namun saat adzan Dzuhur beliau masih lanjut mengajar, karena memang teriwayatkan pada hadits shahih bahwa hal itu juga merupakan perbuatan Rasul Saw. Namun Jamaah JT tak perduli Guru Mulia yang sudah lanjut usia sedang mengajar, mereka langsung iqamat. Maka Guru Tua (Mu’allim Syafi’i Hadzamiy) ini beringsut-ingsut minggir tergopoh-gopoh melipat kitabnya menyingkir.
Inilah perbuatan JT di Kebon Jeruk, ini kejadian dan bukan fitnah, saksinya banyak sekali. Namun kejadian ini sudah beberapa tahun yang lalu. Namun dengan adanya kejadian ini tak pula kita langsung memvonis kesemua JT adalah tidak baik, ini adalah oknum.
Baiknya kita bersatu padu untuk membenahi muslimin, semua golongan muslimin, tak perlu saling tuduh sama lain, kesemua adalah ummat Muhammad Saw. yang mesti saling membenahi.
Cahaya anugerahNya semoga selalu menerangi hari-hari Anda dan keluarga. Saudaraku yang kumuliakan. Mereka (JT) itu baik, niatnya baik, perbuatannya baik. Cuma akhir-akhir ini sering ditumpangi oleh kalangan anti maulid, atau faham lainnya, maka berhati hatilah. Selama tak ada yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal Jama’ah maka terimalah sebagai tamu Allah Swt.
Saya sering menemukan di antara mereka yang betul-betul benci pada maulid, tahlil dll. Namun dilain kesempatan saya sering pula jumpa dengan mereka yang tak bermasalah dengan hal itu. Mungkin ini yang membuat masyarakat menyingkir, mungkin karena pernah sebelumnya datang kelompok JT yang bertentangan dengan Aswaja, padahal tidak semua mereka demikian.
Demikian saudaraku yang kumuliakan, semoga sukses dengan segala cita-cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam.
Rahmat dan Kebahagiaan semoga selalu terlimpah pada hari-hari Anda dan keluarga. Saudaraku yang kumuliakan. Mengenai Maulana Muhammad, saya belum jelas akan riwayatnya. Namun mengenai dakwah dari pintu ke pintu itu adalah salah satu dari dakwah Rasul Saw. Namun bukan berarti dakwah dengan cara lain adalah salah. Dakwah bisa dengan sms, bisa dengan telepon, bias dengan harta, bisa dengan surat, bisa dengan contoh, bisa di tempat kerja atau di mana saja, salah satunya adalah dari pintu ke pintu. Namun jika hal itu mengganggu orang, maka sebaiknya dipakai metode dakwah lain yang juga sunnah agar lebih mudah diterima masyarakat.
Mengenai dakwah 3 hari, 40 hari dan 4 bulan, sepanjang pengetahuan saya tak ada perintah langsung dari Rasul Saw. untuk melakukan dakwah demikian. Namun tentunya metode itu boleh saja dilakukan. Mengenai para Nabi melakukannya namun Nabi Saw. tak memerintahkannya dan tak membatasinya harus 3 hari atau harus 40 hari atau harus 4 bulan. Maka hal-hal itu mulia dan boleh saja diikuti.
Mengenai meninggalkan rumah, maka boleh saja asalkan tetap meninggalkan nafkah untuk keluarga dan bertanggung jawab atas tarbiyyah (pendidikan) keluarga dan keamanan keluarga. Jika tak meninggalkan nafkah atau menyia-nyiakan tarbiyyah keluarga atau menyia-nyiakan keamanan keluarga, maka hal itu tak dibenarkan dalam syariah. Sebab yang lebih berhak didakwahi adalah keluarga sendiri dan tetangga sekitar sebelum yang jauh.
Demikian saudaraku yang kumuliakan, semoga sukses dengan segala cita-cita, semoga dalam kebahagiaan selalu. Wallahu a'lam.
Sebenarnya sebagaimana saya jelaskan, bahwa Jamaah Tabligh bukan jamaah sesat. Mereka ini mirip sekelompok sufi, namun satu hal, mereka tak mementingkan ilmu syariah. Bukan berarti para pesertanya tak ada yang ulama. Justru pesertanya ada ulama, umara, aghniya, fuqara, dan seluruh lapisan masyarakat.
Baru saja beberapa hari yang lalu saya ke Kualalumpur. Saya melihat Jamaah Tabligh yang akan berangkat ke Kualalumpur, saya sempat ngobrol dengan salah satu dari mereka. Sebagaimana biasa bahwa Jamaah Tabligh ini sopan dan sangat santun. Mereka bicara bahwa mereka akan dakwah ke Kualalumpur, tentunya dengan uang tabungan sendiri, ongkos sendiri, pakaian mereka kumal, memang demikian keadaan para sufi, hal seperti itu dimaksudkan untuk qahrunnafs (menghancurkan hawa nafsu), agar berani tampil dengan tidak tergubris dan tidak perlu malu di depan orang-orang modern.
Saya berbicara selembut mungkin: “Sungguh jika Anda berpakaian rapi dan bersih, merapikan jenggot, bukan menghilangkannya, namun rapikanlah, dan berpakaian rapilah, sungguh Rasul Saw. mencintai kerapian dan kebersihan.”
Maka ia menjawab: “Kami bukan da'i ahli dunia”, (maksudnya kira-kira : “Kami ini bukan da'i sok modern sepertimu”), seraya berkata demikian sambil melirik HP saya yang E90 dan laptop di pangkuan saya. saya diam.
Lalu ia berkata lagi: “Pak ustadz mau ke mana?”
Saya jawab: “Dakwah juga, saya ada undangan ceramah di Universitas Islam Selangor Kualalumpur untuk ceramah di Masjid al-Azhar di universitas itu. Anda mau hadir?”
JT: “Insya Allah.., pak ustadz ke sana atas biaya sendiri?”
Saya: “Bukan, dengan biaya mereka yang mengundang.”
JT: “Kami dakwah dengan biaya sendiri.”
Saya menunduk, lalu saya berkata: “Saya hargai ketulusan Anda untuk berdakwah dengan uang sendiri. Tapi kalau menurut saya, coba kalau uang itu Anda pakai untuk mendalami ilmu syariah dan ilmu ibadah dulu, maka ilmu itu akan abadi menemani Anda. Anda akan dakwah ke mana saja dan akan dibiayai oleh orang lain. Karena Anda berilmu, maka dakwah anda berkesinambungan. Namun kalau seperti keadaan Anda sekarang ini, bila uang Anda habis maka dakwah Anda berhenti. Bila Anda tak punya uang maka Anda tak bisa dakwah. Namun kalau Anda berilmu maka anda bisa 24 jam dakwah sepanjang umur.”
Lalu saya berkata lagi sambil tak melihat wajahnya: “Kalau saya lebih senang menghabiskan waktu dan uang sebanyak-banyaknya untuk belajar, karena setelah itu selama-lamanya saya tak perlu mengeluarkan uang lagi.”
Ia terdiam, dan kami terpisah karena telah waktunya masuk pesawat.
“Saudaraku, saya tunggu kunjungan Anda, semoga dalam kebahagiaan selalu. Wassalam”
Limpahan rahmat dan keridhaanNya semoga selalu menerangi hari-hari Anda.
Saudaraku yang kumuliakan. Maaf barangkali kalau ada salah ucap dari tanggapan saya atas Jamaah Tabligh, bukan merupakan fitnah atau kecaman, dan bukan mereka itu kesemuanya tak berilmu. Banyak diantara para ulama dan fuqaha yang mengikuti Jamaah Tabligh dan khuruj. Namun secara program keseluruhannya, Jamaah Tablig mengajak orang-orang untuk berdakwah, dan kebanyakan dari kelompok mereka yang baru bertobat. Hal ini sangat baik bagi personil tabligh itu sendiri, namun acapkali merusak pemahaman masyarakat. Karena masyarakat banyak bertanya hokum-hukum kepada mereka dan mereka memberikan jawaban yang tidak benar.
Dan salah satu dari program Jamaah Tabligh adalah tidak terpaku pada madzhab. Hal ini baik maksudnya, karena demi persaudaraan muslimin antara mereka, namun buruk dampaknya bila dilakukan oleh orang yang kurang berilmu. Mereka akan bercampur baur antara pemahaman Syi’ah, Sunnah, al-Irsyad, Sufi dll. hingga muncullah bentuk pemahaman yang tak menentu. Mereka tidak mau mengacu kepada ulama Syafi’i, karena tak mau fanatik madzhab. Padahal justru hal yang benar adalah berpegang pada satu madzhab namun menghargai madzhab lainnya.
Kebanyakan dari Jamaah Tabligh masuk ke masjid yang bermadzhab Syafi’i, mengimami shalat dan tak mengucap basmalah, atau mengimami Shubuh dan tak berqunut. Maka ini justru meresahkan masyarakat.
Memang betul hal-hal seperti ini adalah ikhtilaf furu’iyah, tapi tidak sepantasnya dilakukan di hadapan masyarakat awam hingga mereka bingung mana sih yang benar? karena dakwah bukan sembarang menasihati, namun butuh uslub (metode) yang jelas dan menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat setempat.
Saudaraku saya bukan memfitnah, belasan masjid yang mengadukan hal ini. Dan saya mengenal Jamaah Tabligh bukan hanya di Indonesia, namun sejak saya menuntut ilmu di Yaman. Saya telah jumpa dengan mereka, sejak tahun 1994 kami bergaul akrab dengan mereka.
Guru saya pun berpendapat sama dengan yang saya sampaikan, bahwa Jamaah Tabligh mempunyai celah yang perlu diperbaiki, yaitu keterbatasan ilmu syariah dari personilnya, karena personilnya bukan ratusan, tapi jutaan. Bahkan di Yaman kebanyakan Jamaah Tabligh terpengaruh faham Ibn Abdul Wahhab yang memusyrikkan muslimin yang tawassul dsb. Dan sebagian di Indonesia pun demikian.
Guru saya banyak bergaul dan pernah khuruj dengan Jamaah Tabligh. Demikian pula ayah beliau, al-‘Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, beliau pernah pula hadir ke Pakistan untuk menghadiri ijtima’ tahunan Jamaah Tabligh.
Saya pun pernah khuruj dengan Jamaah Tabligh di Makasar, hingga bersama-sama ke Pinrang. Mereka ramah, sopan dan mencintai sunnah, namun itulah barangkali ada kekurangannya, yaitu keterbatasan ilmu dari sebagian besar personilnya, hingga tercampurnya banyak pemahaman.
Saya sesekali tak mengatakan bahwa mereka ini sesat. Mereka ini mencintai sunnah, programnya adalah menegakkan sunnah, maksudnya adalah dakwah semata, dan dasar utamanya adalah sufi. Namun ada beberapa hal yang perlu dikoreksi maka Anda tak perlu merasa tersinggung, bahkan saya berteman akrab dengan Jamaah Tabligh.
Salah seorang teman seperguruan saya pun (Habi Sholeh al-Jufri Solo) juga anggota Jamaah Tabligh, pernah ke Pakistan. Beliau sering khuruj sekaligus untuk berdakwah pada Jamaah Tabligh agar mereka mau berpegang pada satu madzhab dan jangan mencampurkan pemahaman satu sama lain dan mau mendalami syariah.
Sekali lagi saudaraku, kritikan saya berniat membangun. Dan saya berteman dan akrab dengan Jamaah Tabligh. Dan saya sudah mengungkapkan hal ini pada mereka dan mereka mengakuinya dan menerima nasihat dengan lapang dada. Demikian saudaraku yang kumuliakan, Wallahu a’lam. [dutaislam.or.id/ab]
Keterangan:
Disadur dan diedit ulang oleh Syaroni as-Syamfuri dari milis Majelis Rasulullah Saw. Diambil dari beberapa link website majelisrasulullah.org. Source link asal ada di SINI.