Dutaislam.or.id - Ada perbedaan mendasar antara walisongo dengan wali jenggot yang belakangan muncul di Indonesia yang mudah mengafirkan, membid'ahkan umat Islam dan membuat gaduh kondisi umat Islam.
"Dulu peran walisongo itu jelas, mengislamkan umat non Islam atau kafir menjadi Islam. Peran ini terasa sampai sekarang karena penduduk di Indonesia yang beragama Islam mayoritas bahkan sampai 90 persen. Nah berbeda dengan wali jenggot bathuk ireng karena metode dakwah mereka itu justru mengafirkan umat Islam dan membid'ahkan tradisi Islam di Nusantara," ujar Dr Samidi Kalim MSI peneliti Balitbang Kemenag Kota Semarang dalam studium general di aula STAINU Temanggung, Sabtu siang (09/09/2017).
Seumpama dulu tidak ada walisongo dan adanya misal wali jenggot, kata Samidi, saya yakin NKRI tidak berdiri.
Fenome takfiri (mengafirkan), menurut doktor jebolan UIN Walisongo ini bukanlah karakter asli ulama-ulama Nusantara. Sebab, pendekatan dan metode dakwah ulama Nusantara adalah merangkul dan menggunakan pendekatan tradisi dan budaya khas Nusantara, bukan malah memukul.
"Karena mereka (ulama jenggot) itu aneh, memasang foto presiden haram, hormat bendera haram, lagu Indonesia Raya haram. Ini wujud kebodohan wali jenggot wal bathuk ireng yang selama ini justru mengafirkan umat Islam," ujar Ketua LTN NU Kota Semarang tersebut.
Fenomena ulama takfiri yang didominasi Salafi Wahabi tentu tidak boleh dibalas dengan sikap kasar. "Ya kalau prinsip orang NU kan jelaslah, tawazun, tawasut dan tasamuh harus diterapkan," lanjut penulis buku-buku keislaman itu.
Studium general itu dihadiri ratusan mahasiswa dan civitas akademik STAINU Temanggung dengan tema "Kontribusi Ulama Nusantara terhadap NKRI" yang menjadi awal pembukaan perkuliahan STAINU Temanggung tahun akademik 2017-2018. [dutaislam.or.id/ibda'/gg]