Dutaislam.or.id - Belakangan, provokasi "sebelah" yang menyudutkan Banser marak di media sosial (medsos). Lebel Banser tukang "bubarkan" pengajian terus "digoreng" untuk mempengaruhi opini orang awam pengguna medsos.
Berikut ini penjelasan istilah "pembubaran" agar tidak keblinger kemakan provokasi kurangajar itu:
Pengertian hukum "pembubaran" itu harus memiliki unsur:
1. sepihak,
2. semena-mena /sewenang-wenang,
3. melawan hukum (dengan cara kekerasan, hasut, fitnah, atau tanpa alasan yang dibenarkan secara hukum).
"Pembubaran" dalam bahasa hukumnya "main hakim sendiri". "Pembubaran" dalam konteks UU Ormas dan Perubahannya ( Perrpu Ormas No.2 /2017 yang telah disahkan DPR), "Pembubaran" adalah lex specialis dari "main hakim sendiri".
Terkait dengan aksi Banser yang dituduh melakukan pembubaran pengajian, apabila Banser sebelumnya terlebih dahulu melakukan kordinasi dengan aparat keamanan, muspida, dan lain-lain, maka tidak bisa dikategorikan sebagai pembubaran yang mengandung unsur-unsur di atas.
Karena Banser melakukan kegiatan tersebut berdasarkan persetujuan dan bersama-sama aparat keamanan. Bahkan aparat keamanan justru tidak pernah menolak Banser. Artinya, kehadiran aparat keamanan bersama Banser untuk mencegah ceramah yang berisi konten radikalisme sama sekali tidak melawan hukum. Bahkan, merupakan kewajiban konstitusional ormas yang telah mengakui Pancasila & NKRI.
Oleh sebab itu, tuduhan "Banser tukang bubarkan pengajian" merupakan tuduhan yang tidak berdasar, alias fitnah. Dilihat dari tujuan baik yang dilakukan Banser, justru lebih tepatnya: Banser jaga pengajian. Ah dasar Goublok! [dutaislam.or.id/zain/gg]