Foto: Istimewa |
Oleh Guntur Romli
Dutaislam.or.id - Kamis, 8 Maret 2018 adalah hari bersejarah bagi saya, karena saya berhasil membungkam Juru Bicara (Jubir) Hizbut Tahrir (HTI), Sdr Ismail Yusanto di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur terkait gugatan HTI terhadap keputusan Pemerintah yang membubarkan HTI.
Saya dihadirkan sebagai “saksi fakta”, dan saya sebut kesaksian saya sebagai palu godam bagi Hizbut Tahrir sebuah partai politik internasional yang tujuannya ingin mendirikan Negara Khilafah, menghapus NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, Hizbut Tahrir, partai politik yang mengkafirkan semua negara di dunia ini, meski penduduknya mayoritas muslim atau meskipun negara itu sudah mengklaim mempraktekkan hukum Islam. Tapi bagi Hizbut Tahrir tidak ada satu negara Islam pun di dunia saat ini, semuanya masuk negara kafir (biladul kufr).
Kesaksian saya yang menohok mereka, yang menelanjangi mereka dari buku-buku utama mereka yang disebut “al-kutub al-mutabannniyah” (buku-buku yang yang diadopsi) sebagai sumber utama doktrin Negara Khilafah ala Hizbut Tahrir.
Kesaksian saya menjadi hadiah yang buruk bagi Partai Politik Internasional, Hizbut Tahrir yang akan merayakan ulang tahunnya tanggal 14 Maret ini. Hizbut Tahrir berdiri 14 Maret 1953, tapi tepat 6 hari sebelum Ultah Hizbut Tahrir, saya sudah memberikan kado yang membuat mereka marah dan panik sehingga setelah kesaksian saya mereka menyebarkan sebuah tulisan yang menuduh saya berbohong. Andai saya benar berbohong maka, Majelis Hakim pasti akan mengatakan hal itu, tapi karena saya berhasil membungkam Jubir Hizbut Tahrir di Pengadilan, mereka tak kuasa membela diri dari kesaksian saya di Pengadilan, maka mereka pun menyebarkan fitnah terhadap diri saya setelah Persidangan.
Mengapa Hizbut Tahrir (HTI) marah dan menyebarkan fitnah? Karena saya berhasil membungkam Jubirnya di Persidangan.
Berikut catatan saya:
Saya dihadirkan di Pengadilan ini sebagai “saksi fakta” karena saat awal-awal saya studi di Al-Azhar Cairo Mesir, tahun 1998-1999 saya pernah ikut halaqoh/liqo’/pertemuan Hizbut Tahrir yang diselenggarakan di rumah kontrakan orang Indonesia di Cairo, inisialnya A selama 5 bulan. Saya bersama kawan yang satu almamater Pesantren dengan saya inisialnya N. Saat itu kami diajak oleh “mentor” A mengkaji buku karya Taqiyudin An-Nabhani yang pertama “Nidzamul Islam”.
Mentor “A” seperti halnya saya baru juga sampai di Mesir, saya masuk Fakultas Ushuludin, Al Azhar, sedangkan “A” tidak bisa masuk kuliah karena tidak bisa bahasa Arab dia terdaftar di Ma’had untuk Kursus Bahasa Arab.
Saat kajian buku Hizbut Tahrir, “A” menggunakan terjemahan bahasa Indonesia, sementara saya bersama kawan saya, langsung membaca dari buku aslinya yang berbahasa Arab.
Selain buku “Nidzamul Islam” karya utama Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin, yang di dalamnya sudah dimuat UUD Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir yang berisi 191 Pasal, kami juga membaca buku-buku “mutabanni” Hizbut Tahrir seperti Nidzamul Hukmi fil Islam (Syarah/Penjelasan atas buku Nidzamul Islam, oleh Abd Qadim Zallum, Amir Hizbut Tahrir kedua pengganti Taqiyudin), buku-buku Hizbut Tahrir yang lain juga: As-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Mafahim Siyasiyah dll Buku-buku yang mudah dibaca karena tipis-tipis sekali (Nidzamul Islam, karya utama Taqiyudin hanya 142 halaman! Tapi ada Penulis yang memfitnah saya, dia membutuhkan waktu 1.5 tahun untuk memahaminya! Saya yakin dia baca buku ini dia tidak bisa bahasa Arab dan sambil kursus bahasa Arab makanya butuh waktu 1.5 tahun atau dia sampai sekarang tidak paham juga makanya masih ikut HTI, seperti halnya tokoh-tokoh HTI yang rata-rata tidak bisa bahasa Arab dan lemah bahasa Arabnya, misalnya Jubirnya: Ismail Yusanto).
Selain pernah mengikuti Liqo Hizbut Tahrir, membaca buku-buku mereka, saya juga mengikuti Hizbut Tahrir di milis-milis, website mereka, pernah bertemu beberapa kali dengan tokoh-tokoh mereka dalam diskusi di beberapa kota di Indonesia, di televisi, mengamati media online dan media sosial mereka.
Penasehat Hukum dari Pemerintah, Ahmad Budi Yoga yang saya tahu juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, bertanya kepada saya, “Mengapa hanya 5 bulan ikut Hizbut Tahrir?”
Saya jawab, “Karena saya ikut Opaba (Orientasi Penerimaan Mahasiswa Baru) yang diadakan oleh NU Mesir, saat itu masih bernama Keluarga Mahasiswa Nadlatul Ulama (KMNU) Mesir di paroh pertama tahun 1999, meskipun saya lahir dari keluarga NU, ayah saya punya pesantren NU di Situbondo, tapi inilah pengkaderan NU yang pernah saya ikuti. Dari pengkaderan itu saya pun sadar bahwa ide Negara Khilafah Hizbut Tahrir bertentangan dengan sikap kebangsaan dan kenegaraan yang diputuskan oleh para alim-ulama dan Muktamar NU. Bahwa NU setiap pada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, tidak pernah terlibat dalam pemberontakan, karena ulama-ulama NU ikut mendirikan Negara ini, ‘Indonesia adalah warisan ulama NU’. Dalam konteks saat itu juga saya juga seorang “pengembara intelekual” yang membaca semua buku-buku kelompok Islam, dari Hizbut Tahrir, Ikhwan Muslimin (dengan tokohnya Muhammad Al-Ghazali dan Yusuf Al-Qaradlawi), reformis modernis (Muhammad Abduh), karya-karya Hasan Hanafi, Abid Al-Jabari, Ahmad Khalafullah, Bint Syathi’, Qasim Amin, Thaha Husain dll.
(Tapi yang pasti saya mulai tidak tertarik ide Khilafah Hizbut Tahrir karena isinya hanya dogma, bukan diskusi, isinya propaganda bukan kajian kritis, untuk semua persoalan yang dibahas, jawabannya cuma satu: Khilafah. Apapun masalahnya, jawabannya Khilafah. Saya masih ingat buletin-buletin HTI era SBY yang membahas kenaikan listrik dan BBM, proyek yang mangkrak dan investasi asing, semua solusinya: Khilafah.
Dalam pertemuan Hizbut Tahrir tidak boleh membaca kitab-kitab lain, semuanya harus membaca buku-buku mutabanni/adopsi/standar yang dikeluarkan Hizbut Tahrir, jadi yang ikut Hizbut Tahrir tidak akan dapat perbandingan, padahal di NU Mesir saat itu sedang maraknya pembahasan kebangkitan pemikiran Islam dan Arab di Timur Tengah)
Kembali ke Pengadilan:
Kemudian saya ditanya, “Menurut anda apa itu Hizbut Tahrir?”
Saya jawab ta’rif (definisi/tentang) Hizbut Tahrir yang mereka tulis sendiri di buku “Ta’rif” yang masuk dalam list buku-buku utama mereka, saya kutipkan teks aslinya dalam bahasa Arab (karena bahasa resmi dan buku asli Hizbut Tahrir adalah Arab), kutipan Arab ini saya hafal dan saya lafalkan di Pengadilan di depan Majelis Hakim:
Hizbut Tahrir, hizbun siyasiun mabda’uhu al-islam, as-siyasah amaluhu wal islamu mabda’uhu, wa huwa ya’malu baynal ummah wa ma’aha li tattakhidal islam qadliyatan laha, wa liyuquduha li i’adatil khilafah wal hukmi bima anzallahu ilal wujud.
Hizbut Tahrir takattulun siyasiyun, wa laysa takattulan ruhiyan, wa laya takattulan ilmiyah, wa laysa takattulan ta’limiyah wa laysa takattulan khairiyah….
Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Politik aktivitasnya, Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin ummat untuk mengembalikan Khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah.
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat), bukan organisasi ilmiah/akademik (srt lembaga riset), bukan organisasi pengajaran (sprt madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan masyarakat).
Ini halaman 4 dari buku Ta’rif (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan (April) 2010.
Hizbut Tahrir juga mempolitisi ayat 104 Surat Ali Imron yang bunyinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yg menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yg ma’ruf dan mencegah dari yg munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
yang maknanya dimutlakkan pendirian partai politik (hizbun siyasiyun) yakni: Hizbut Tahrir.
Ini halaman 7 dari buku Ta’rif Hizbut Tahrir.
Padahal selama saya membaca buku-buku tafsir, baik yang klasik hingga kontemporer tidak ada penafsir yang memaknai ayat 104 Ali Imron untuk mendirikan partai politik!
Ayat ini malah menginspirasi komunitas muslim untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran melalu pendirian lembaga-lembaga sosial dan pelayanan masyarakat, seperti pendidikan, santunan, ekonomi, kesejahteraan dll
Tapi, Hizbut Tahrir dalam buku Ta’rif halaman 13 malah meremehkan organisasi layanan masyarakat dengan mengatakan:
“mereka memandang untuk mengembalikan Islam dengan membangun masjid-masjid, menerbitkan karya-karya, mendirikan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dengan pendidikan akhlaq, mereformasi individu…”
(Dari apa yang ditulis oleh Hizbut Tahrir jelas-jelas sekali Hizbut Tahrir BUKAN ORMAS tapi PARTAI POLITIK, bukan ormas yang melayani kemaslahatan masyarakat, karena Hizbut Tahrir nyinyir pada ormas-ormas yang melayani masyarakat, seperti NU, Muhammadiyah dll karena aktivitas Hizbut Tahrir adalah POLITIK. Oleh karena itu:
Hizbut Tahrir (HTI) di Indonesia, TIDAK PERNAH MEMBANGUN MASJID, MADRASAH, PESANTREN, UNIVERSITAS, RUMAH SAKIT, LAYANAN SOSIAL, dll, karena bagi Hizbut Tahrir, HTI ini TIDAK PENTING!)
Saya juga ditanya “Bagaimana dengan Hizbut Tahrir di Mesir?”
Saya jawab “Saya tidak tahu, tidak pernah bertemu dengan orang Mesir yang anggota Hizbut Tahrir, karena saya tahu Hizbut Tahrir dilarang di Mesir, kalau saya ketahuan ikut Hizbut Tahrir saya bisa ditangkap Amn Daulah/State Security dan ditarhil/dideportasi”, dan saya lihat di Mesir Hizbut Tahrir juga tidak laku, tidak seperti di Indonesia yang saya lihat, di Mesir yang banyak adalah Ikhwan Muslimin, tapi waktu itu mereka masih Ormas, yang punya lembaga sosial kemasyarakatan, santunan dll”.
Saya juga ditanya “Apa selama ikut pengajian Hizbut Tahrir ada pengajian Al-Quran atau Hadits-hadits?”
Saya jawab “Tidak, karena yang dikaji hanyalah buku-buku “mutabanni” (buku adopsian) Hizbut Tahrir.”
Saya juga ditanya “Dalam pengamatan anda, adakah ormas-ormas yang menolak Hizbut Tahrir?”
Saya jawab “Ada, seperti Banser Ansor NU, Pemuda Pancasila dan Ormas-ormas yang lain.”
Hizbut Tahrir dan Pengkafiran
Hizbut Tahrir dalam buku Ta’rif, mengkafirkan semua negara saat ini yang ada di dunia, meskipun mayoritas penduduknya muslim. Bagi Hizbut Tahrir jenis negara cuma dua, Negara Islam (Darul Islam) dan Darul Kufr (Negara Kafir).
Di halaman 14, ditulis:
Negara yang kita hidup saat ini, meskipun mayoritas penduduknya muslim, tapi tetap disebut NEGARA KAFIR menurut istilah syariat, karena negara ini menjalankan HUKUM KAFIR.”
Istilah Negara Kafir (Darul Kufr) ini mendominasi di buku-buku Hizbut Tahrir.
Di halaman 95 buku Ta’rif, Hizbut Tahrir menegaskan:
“Dan di negeri muslim saat ini TIDAK ADA negeri atau negara yang menjalankan hukum Islam dalam pemerintahan dan urusan kehidupan lainnya, oleh karena itu disebut sebagai NEGARA KAFIR meskipun penduduknya kebanyak muslim”.
Indonesia, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Iran, Brunei, Arab Saudi, Emirat, Qatar, Kuwait, Oman, Tunisia, Maroko semuanya NEGARA KAFIR bagi Hizbut Tahrir. Sampai Makkah dan Madinah pun tetap masuk Negeri Kafir bagi Hizbut Tahrir, karena tidak ada satu pun negeri dan negara yang menjalankan hukum Islam menurut Hizbut Tahrir!
Membungkam Jubir Hizbut Tahrir, HTI
Setelah mengutip dari buku-buku Hizbut Tahrir, saya mau ceritakan bagaimana saya membungkam Jubir HTI.
Jubir HTI bertanya kepada saya “Kata anda, dalam pertemuan di Hizbut Tahrir tidak dibahas Al-Quran?”
Kemudian Jubir HTI tergopoh-gopoh mencari buku Nidzamul Islam yang ternyata terjemahan bahasa Indonesia ke Majelis Hakim ingin menunjukkan permulaan pembahasan buku itu dari ayat 11 Surat Ar-Ra’d (Guntur).
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah dengan diri mereka sendiri.
Jubir HTI tampak gusar, sampai mengingatkan soal ancaman kesaksian palsu kepada saya.
Saya hanya tersenyum, Jubir HTI ini gagal paham, saya sampaikan klarifikasi ke Majelis Hakim.
“Yang Saya maksud pengkajian Al-Quran adalah membaca al-Quran dengan tafsirnya, apa itu Tafsir Jalalayn, Tafsir Thabari, Ibn Katsir dll kalau Hadits ya mengkaji Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, Buluqhul Maram dll kaji kitab-kitab Fiqih, seperti di Pesantren, ini yang tidak ada di Hizbut Tahrir! Hizbut Tahrir hanya mengkaji buku-buku mereka sendiri.”
Jubir HTI pun bungkam!
Jubir HTI mau membela diri soal pembagian Negara Kafir dan Nrgara Muslim, dia mengutip pendapat Abdul Wahhab Khallaf, dalam buku “As-Siyasah As-Syar’iyyah” (saya yakin itu buku terjemahannya, saya sudah khatam versi Arabnya saat di Mesir).
Kata Jubir HTI, “Ini Abd Wahab Khallaf menulis juga pembagian Negara Islam dan Negara Kafir”.
Saya tanggapi, “Mohon izin Yang Mulia Majelis Hakim boleh saya tanggapi?”
Hakim mengangguk.
“Syaikh Abd Wahhab Khallaf adalah ulama Mesir, saya membaca kitab-kitab beliau, dalam kitab “As-Siyasah As-Syar’iyyah” perbedaan Negara Kafir dan Negara Islam itu penjelasan teoritis dan akademis dalam perdebatan ilmu politik Islam, ushul fiqih dan syariat Islam, tapi Syaikh Abd Wahhab Khallaf sebagai orang Mesir sangat mencintai negaranya, Mesir, tidak pernah mengkafirkan negaranya, tidak seperti Hizbut Tahrir yang mengkafirkan negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim saat ini.”
Jubir HTI bungkam. Tidak bisa melanjutkan debat.
Kemudian Jubir HTI ngeles, “Apakah anda pernah mendengar orang HTI mengkafirkan muslim yang lain?”
Saya jawab “Yang dikafirkan oleh Hizbut Tahrir itu negara-negara, dimana jutaan dan milyaran muslim hidup, apa ini tidak lebih parah?”
Lagi-lagi Jubir HTI bungkam.
Jubir HTI: “Anda tadi bilang, selain Banser, ada Pemuda Pancasila yang menolak HTI, ada punya bukti? Saya ketemu Pak Yapto gak ada masalah.”
Saya jawab “Saya punya bukti, yang saya baca di media online dan penolakan Pemuda Pancasila terhadap HTI.”
Karena dalam Pengadilan saya tidak membawa capture berita-berita selain Banser, Ansor, dan Pemuda Pancasila yang menolak HTI, saya buktikan di sini:
Pemuda Pancasila Mendukung Pemerintah Membubarkan HTI
http://www.seputarbanten.com/2017/05/pemuda-pancasila-mendukung-pemerintah.html?m=1
MUI dan 21 Organisasi Tolak Ideologi HTI
Ormas-ormas itu di antaranya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Malut, Muhammadiyah Kota Ternate, KBPP Polri, GP Ansor Kota Ternate, FKPPI, Pemuda Pancasila, KNPI, GMNI, HMI, KAMMI, IMM Ternate dan Ormas, OKP serta LSM lainnya.
https://m.jpnn.com/news/mui-dan-21-organisasi-tolak-ideologi-hti
Pemuda Pancasila Banten Tolah HTI
https://m.youtube.com/watch?v=NVuHmv_d478 (video)
dan silakan cari sendiri jejak-jejak digital penolakan Pemuda Pancasila terhadap HTI.
Kemudian Jubir HTI tanya lagi “Apa saudara tahu Pengurus Pusat NU….”
Saya potong “Pengurus Besar, bukan Pusat, PBNU…”
Jubir HTI “Iya Pengurus Besar NU, KH Said Aqil, Bendara Umum, dalam pertemuan dengan saya mendukung HTI?”
Pertanyaan Jubir HTI ini diprotes oleh Penasehat Hukum dari LBH Ansor “Anda kalau berbicara harus berdasarkan bukti, jangan klem sudah bertemu dengan KH Said Aqil Ketua Umum PBNU, mengklem-klem gitu.”
Jubir HTI bungkam.
Saya malah komentar “Tidak ada dukungan KH Said Aqil atau PBNU, atau NU kepada HTI, Kiai Said mendukung pembubaran HTI, karena NU setia pada Republik ini, PBNU itu: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945!”.
Dan Jubir HTI pun tetap bungkam.
Demikian catatan dan kesaksian dari saya, semoga Allah Swt mencatatnya sebagai amal jariyah untuk pembelaan negeri ini yang kemerdekaannya dibela dengan perjuangan rakyat Indonesia, khususnya kaum muslimin, para santri, alim-ulama yang mengorbankan sampai nyawa mereka untuk Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah sidang telinga saya berdengung Lagu Ya Lal Wathan yang dikarang oleh KH Wahab Chasbullah sebagai bentuk cinta negeri dan patriotisme yang bersumber dari iman Islami:
ياَ لَلْوَطَنْ ياَ لَلْوَطَن ياَ لَلْوَطَنْ
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ
Hubbul Wathon minal Iman
وَلاَتَكُنْ مِنَ الْحِرْماَنْ
Wala Takun minal Hirman
اِنْهَضوُا أَهْلَ الْوَطَنْ
Inhadlu Ahlal Wathon
اِندُونيْسِياَ بِلاَدى
Indonesia Biladi
أَنْتَ عُنْواَنُ الْفَخَاماَ
Anta ‘Unwanul Fakhoma
كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْماَ
Kullu May Ya’tika Yauma
طَامِحاً يَلْقَ حِماَمًا
Thomihay Yalqo Himama
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Indonesia Negeriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa Datang Mengancammu
Kan Binasa di bawah durimu
Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq. [dutaislam.or.id/gg]
Source: Gunromli.com
Dutaislam.or.id - Kamis, 8 Maret 2018 adalah hari bersejarah bagi saya, karena saya berhasil membungkam Juru Bicara (Jubir) Hizbut Tahrir (HTI), Sdr Ismail Yusanto di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur terkait gugatan HTI terhadap keputusan Pemerintah yang membubarkan HTI.
Saya dihadirkan sebagai “saksi fakta”, dan saya sebut kesaksian saya sebagai palu godam bagi Hizbut Tahrir sebuah partai politik internasional yang tujuannya ingin mendirikan Negara Khilafah, menghapus NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, Hizbut Tahrir, partai politik yang mengkafirkan semua negara di dunia ini, meski penduduknya mayoritas muslim atau meskipun negara itu sudah mengklaim mempraktekkan hukum Islam. Tapi bagi Hizbut Tahrir tidak ada satu negara Islam pun di dunia saat ini, semuanya masuk negara kafir (biladul kufr).
Kesaksian saya yang menohok mereka, yang menelanjangi mereka dari buku-buku utama mereka yang disebut “al-kutub al-mutabannniyah” (buku-buku yang yang diadopsi) sebagai sumber utama doktrin Negara Khilafah ala Hizbut Tahrir.
Kesaksian saya menjadi hadiah yang buruk bagi Partai Politik Internasional, Hizbut Tahrir yang akan merayakan ulang tahunnya tanggal 14 Maret ini. Hizbut Tahrir berdiri 14 Maret 1953, tapi tepat 6 hari sebelum Ultah Hizbut Tahrir, saya sudah memberikan kado yang membuat mereka marah dan panik sehingga setelah kesaksian saya mereka menyebarkan sebuah tulisan yang menuduh saya berbohong. Andai saya benar berbohong maka, Majelis Hakim pasti akan mengatakan hal itu, tapi karena saya berhasil membungkam Jubir Hizbut Tahrir di Pengadilan, mereka tak kuasa membela diri dari kesaksian saya di Pengadilan, maka mereka pun menyebarkan fitnah terhadap diri saya setelah Persidangan.
Mengapa Hizbut Tahrir (HTI) marah dan menyebarkan fitnah? Karena saya berhasil membungkam Jubirnya di Persidangan.
Berikut catatan saya:
Saya dihadirkan di Pengadilan ini sebagai “saksi fakta” karena saat awal-awal saya studi di Al-Azhar Cairo Mesir, tahun 1998-1999 saya pernah ikut halaqoh/liqo’/pertemuan Hizbut Tahrir yang diselenggarakan di rumah kontrakan orang Indonesia di Cairo, inisialnya A selama 5 bulan. Saya bersama kawan yang satu almamater Pesantren dengan saya inisialnya N. Saat itu kami diajak oleh “mentor” A mengkaji buku karya Taqiyudin An-Nabhani yang pertama “Nidzamul Islam”.
Mentor “A” seperti halnya saya baru juga sampai di Mesir, saya masuk Fakultas Ushuludin, Al Azhar, sedangkan “A” tidak bisa masuk kuliah karena tidak bisa bahasa Arab dia terdaftar di Ma’had untuk Kursus Bahasa Arab.
Saat kajian buku Hizbut Tahrir, “A” menggunakan terjemahan bahasa Indonesia, sementara saya bersama kawan saya, langsung membaca dari buku aslinya yang berbahasa Arab.
Selain buku “Nidzamul Islam” karya utama Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin, yang di dalamnya sudah dimuat UUD Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir yang berisi 191 Pasal, kami juga membaca buku-buku “mutabanni” Hizbut Tahrir seperti Nidzamul Hukmi fil Islam (Syarah/Penjelasan atas buku Nidzamul Islam, oleh Abd Qadim Zallum, Amir Hizbut Tahrir kedua pengganti Taqiyudin), buku-buku Hizbut Tahrir yang lain juga: As-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Mafahim Siyasiyah dll Buku-buku yang mudah dibaca karena tipis-tipis sekali (Nidzamul Islam, karya utama Taqiyudin hanya 142 halaman! Tapi ada Penulis yang memfitnah saya, dia membutuhkan waktu 1.5 tahun untuk memahaminya! Saya yakin dia baca buku ini dia tidak bisa bahasa Arab dan sambil kursus bahasa Arab makanya butuh waktu 1.5 tahun atau dia sampai sekarang tidak paham juga makanya masih ikut HTI, seperti halnya tokoh-tokoh HTI yang rata-rata tidak bisa bahasa Arab dan lemah bahasa Arabnya, misalnya Jubirnya: Ismail Yusanto).
Selain pernah mengikuti Liqo Hizbut Tahrir, membaca buku-buku mereka, saya juga mengikuti Hizbut Tahrir di milis-milis, website mereka, pernah bertemu beberapa kali dengan tokoh-tokoh mereka dalam diskusi di beberapa kota di Indonesia, di televisi, mengamati media online dan media sosial mereka.
Penasehat Hukum dari Pemerintah, Ahmad Budi Yoga yang saya tahu juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, bertanya kepada saya, “Mengapa hanya 5 bulan ikut Hizbut Tahrir?”
Saya jawab, “Karena saya ikut Opaba (Orientasi Penerimaan Mahasiswa Baru) yang diadakan oleh NU Mesir, saat itu masih bernama Keluarga Mahasiswa Nadlatul Ulama (KMNU) Mesir di paroh pertama tahun 1999, meskipun saya lahir dari keluarga NU, ayah saya punya pesantren NU di Situbondo, tapi inilah pengkaderan NU yang pernah saya ikuti. Dari pengkaderan itu saya pun sadar bahwa ide Negara Khilafah Hizbut Tahrir bertentangan dengan sikap kebangsaan dan kenegaraan yang diputuskan oleh para alim-ulama dan Muktamar NU. Bahwa NU setiap pada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, tidak pernah terlibat dalam pemberontakan, karena ulama-ulama NU ikut mendirikan Negara ini, ‘Indonesia adalah warisan ulama NU’. Dalam konteks saat itu juga saya juga seorang “pengembara intelekual” yang membaca semua buku-buku kelompok Islam, dari Hizbut Tahrir, Ikhwan Muslimin (dengan tokohnya Muhammad Al-Ghazali dan Yusuf Al-Qaradlawi), reformis modernis (Muhammad Abduh), karya-karya Hasan Hanafi, Abid Al-Jabari, Ahmad Khalafullah, Bint Syathi’, Qasim Amin, Thaha Husain dll.
(Tapi yang pasti saya mulai tidak tertarik ide Khilafah Hizbut Tahrir karena isinya hanya dogma, bukan diskusi, isinya propaganda bukan kajian kritis, untuk semua persoalan yang dibahas, jawabannya cuma satu: Khilafah. Apapun masalahnya, jawabannya Khilafah. Saya masih ingat buletin-buletin HTI era SBY yang membahas kenaikan listrik dan BBM, proyek yang mangkrak dan investasi asing, semua solusinya: Khilafah.
Dalam pertemuan Hizbut Tahrir tidak boleh membaca kitab-kitab lain, semuanya harus membaca buku-buku mutabanni/adopsi/standar yang dikeluarkan Hizbut Tahrir, jadi yang ikut Hizbut Tahrir tidak akan dapat perbandingan, padahal di NU Mesir saat itu sedang maraknya pembahasan kebangkitan pemikiran Islam dan Arab di Timur Tengah)
Kembali ke Pengadilan:
Kemudian saya ditanya, “Menurut anda apa itu Hizbut Tahrir?”
Saya jawab ta’rif (definisi/tentang) Hizbut Tahrir yang mereka tulis sendiri di buku “Ta’rif” yang masuk dalam list buku-buku utama mereka, saya kutipkan teks aslinya dalam bahasa Arab (karena bahasa resmi dan buku asli Hizbut Tahrir adalah Arab), kutipan Arab ini saya hafal dan saya lafalkan di Pengadilan di depan Majelis Hakim:
Hizbut Tahrir, hizbun siyasiun mabda’uhu al-islam, as-siyasah amaluhu wal islamu mabda’uhu, wa huwa ya’malu baynal ummah wa ma’aha li tattakhidal islam qadliyatan laha, wa liyuquduha li i’adatil khilafah wal hukmi bima anzallahu ilal wujud.
Hizbut Tahrir takattulun siyasiyun, wa laysa takattulan ruhiyan, wa laya takattulan ilmiyah, wa laysa takattulan ta’limiyah wa laysa takattulan khairiyah….
Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Politik aktivitasnya, Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin ummat untuk mengembalikan Khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah.
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat), bukan organisasi ilmiah/akademik (srt lembaga riset), bukan organisasi pengajaran (sprt madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan masyarakat).
Ini halaman 4 dari buku Ta’rif (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan (April) 2010.
Hizbut Tahrir juga mempolitisi ayat 104 Surat Ali Imron yang bunyinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yg menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yg ma’ruf dan mencegah dari yg munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
yang maknanya dimutlakkan pendirian partai politik (hizbun siyasiyun) yakni: Hizbut Tahrir.
Ini halaman 7 dari buku Ta’rif Hizbut Tahrir.
Padahal selama saya membaca buku-buku tafsir, baik yang klasik hingga kontemporer tidak ada penafsir yang memaknai ayat 104 Ali Imron untuk mendirikan partai politik!
Ayat ini malah menginspirasi komunitas muslim untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran melalu pendirian lembaga-lembaga sosial dan pelayanan masyarakat, seperti pendidikan, santunan, ekonomi, kesejahteraan dll
Tapi, Hizbut Tahrir dalam buku Ta’rif halaman 13 malah meremehkan organisasi layanan masyarakat dengan mengatakan:
“mereka memandang untuk mengembalikan Islam dengan membangun masjid-masjid, menerbitkan karya-karya, mendirikan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dengan pendidikan akhlaq, mereformasi individu…”
(Dari apa yang ditulis oleh Hizbut Tahrir jelas-jelas sekali Hizbut Tahrir BUKAN ORMAS tapi PARTAI POLITIK, bukan ormas yang melayani kemaslahatan masyarakat, karena Hizbut Tahrir nyinyir pada ormas-ormas yang melayani masyarakat, seperti NU, Muhammadiyah dll karena aktivitas Hizbut Tahrir adalah POLITIK. Oleh karena itu:
Hizbut Tahrir (HTI) di Indonesia, TIDAK PERNAH MEMBANGUN MASJID, MADRASAH, PESANTREN, UNIVERSITAS, RUMAH SAKIT, LAYANAN SOSIAL, dll, karena bagi Hizbut Tahrir, HTI ini TIDAK PENTING!)
Saya juga ditanya “Bagaimana dengan Hizbut Tahrir di Mesir?”
Saya jawab “Saya tidak tahu, tidak pernah bertemu dengan orang Mesir yang anggota Hizbut Tahrir, karena saya tahu Hizbut Tahrir dilarang di Mesir, kalau saya ketahuan ikut Hizbut Tahrir saya bisa ditangkap Amn Daulah/State Security dan ditarhil/dideportasi”, dan saya lihat di Mesir Hizbut Tahrir juga tidak laku, tidak seperti di Indonesia yang saya lihat, di Mesir yang banyak adalah Ikhwan Muslimin, tapi waktu itu mereka masih Ormas, yang punya lembaga sosial kemasyarakatan, santunan dll”.
Saya juga ditanya “Apa selama ikut pengajian Hizbut Tahrir ada pengajian Al-Quran atau Hadits-hadits?”
Saya jawab “Tidak, karena yang dikaji hanyalah buku-buku “mutabanni” (buku adopsian) Hizbut Tahrir.”
Saya juga ditanya “Dalam pengamatan anda, adakah ormas-ormas yang menolak Hizbut Tahrir?”
Saya jawab “Ada, seperti Banser Ansor NU, Pemuda Pancasila dan Ormas-ormas yang lain.”
Hizbut Tahrir dan Pengkafiran
Hizbut Tahrir dalam buku Ta’rif, mengkafirkan semua negara saat ini yang ada di dunia, meskipun mayoritas penduduknya muslim. Bagi Hizbut Tahrir jenis negara cuma dua, Negara Islam (Darul Islam) dan Darul Kufr (Negara Kafir).
Di halaman 14, ditulis:
Negara yang kita hidup saat ini, meskipun mayoritas penduduknya muslim, tapi tetap disebut NEGARA KAFIR menurut istilah syariat, karena negara ini menjalankan HUKUM KAFIR.”
Istilah Negara Kafir (Darul Kufr) ini mendominasi di buku-buku Hizbut Tahrir.
Di halaman 95 buku Ta’rif, Hizbut Tahrir menegaskan:
“Dan di negeri muslim saat ini TIDAK ADA negeri atau negara yang menjalankan hukum Islam dalam pemerintahan dan urusan kehidupan lainnya, oleh karena itu disebut sebagai NEGARA KAFIR meskipun penduduknya kebanyak muslim”.
Indonesia, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Iran, Brunei, Arab Saudi, Emirat, Qatar, Kuwait, Oman, Tunisia, Maroko semuanya NEGARA KAFIR bagi Hizbut Tahrir. Sampai Makkah dan Madinah pun tetap masuk Negeri Kafir bagi Hizbut Tahrir, karena tidak ada satu pun negeri dan negara yang menjalankan hukum Islam menurut Hizbut Tahrir!
Membungkam Jubir Hizbut Tahrir, HTI
Setelah mengutip dari buku-buku Hizbut Tahrir, saya mau ceritakan bagaimana saya membungkam Jubir HTI.
Jubir HTI bertanya kepada saya “Kata anda, dalam pertemuan di Hizbut Tahrir tidak dibahas Al-Quran?”
Kemudian Jubir HTI tergopoh-gopoh mencari buku Nidzamul Islam yang ternyata terjemahan bahasa Indonesia ke Majelis Hakim ingin menunjukkan permulaan pembahasan buku itu dari ayat 11 Surat Ar-Ra’d (Guntur).
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah dengan diri mereka sendiri.
Jubir HTI tampak gusar, sampai mengingatkan soal ancaman kesaksian palsu kepada saya.
Saya hanya tersenyum, Jubir HTI ini gagal paham, saya sampaikan klarifikasi ke Majelis Hakim.
“Yang Saya maksud pengkajian Al-Quran adalah membaca al-Quran dengan tafsirnya, apa itu Tafsir Jalalayn, Tafsir Thabari, Ibn Katsir dll kalau Hadits ya mengkaji Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, Buluqhul Maram dll kaji kitab-kitab Fiqih, seperti di Pesantren, ini yang tidak ada di Hizbut Tahrir! Hizbut Tahrir hanya mengkaji buku-buku mereka sendiri.”
Jubir HTI pun bungkam!
Jubir HTI mau membela diri soal pembagian Negara Kafir dan Nrgara Muslim, dia mengutip pendapat Abdul Wahhab Khallaf, dalam buku “As-Siyasah As-Syar’iyyah” (saya yakin itu buku terjemahannya, saya sudah khatam versi Arabnya saat di Mesir).
Kata Jubir HTI, “Ini Abd Wahab Khallaf menulis juga pembagian Negara Islam dan Negara Kafir”.
Saya tanggapi, “Mohon izin Yang Mulia Majelis Hakim boleh saya tanggapi?”
Hakim mengangguk.
“Syaikh Abd Wahhab Khallaf adalah ulama Mesir, saya membaca kitab-kitab beliau, dalam kitab “As-Siyasah As-Syar’iyyah” perbedaan Negara Kafir dan Negara Islam itu penjelasan teoritis dan akademis dalam perdebatan ilmu politik Islam, ushul fiqih dan syariat Islam, tapi Syaikh Abd Wahhab Khallaf sebagai orang Mesir sangat mencintai negaranya, Mesir, tidak pernah mengkafirkan negaranya, tidak seperti Hizbut Tahrir yang mengkafirkan negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim saat ini.”
Jubir HTI bungkam. Tidak bisa melanjutkan debat.
Kemudian Jubir HTI ngeles, “Apakah anda pernah mendengar orang HTI mengkafirkan muslim yang lain?”
Saya jawab “Yang dikafirkan oleh Hizbut Tahrir itu negara-negara, dimana jutaan dan milyaran muslim hidup, apa ini tidak lebih parah?”
Lagi-lagi Jubir HTI bungkam.
Jubir HTI: “Anda tadi bilang, selain Banser, ada Pemuda Pancasila yang menolak HTI, ada punya bukti? Saya ketemu Pak Yapto gak ada masalah.”
Saya jawab “Saya punya bukti, yang saya baca di media online dan penolakan Pemuda Pancasila terhadap HTI.”
Karena dalam Pengadilan saya tidak membawa capture berita-berita selain Banser, Ansor, dan Pemuda Pancasila yang menolak HTI, saya buktikan di sini:
Pemuda Pancasila Mendukung Pemerintah Membubarkan HTI
http://www.seputarbanten.com/2017/05/pemuda-pancasila-mendukung-pemerintah.html?m=1
MUI dan 21 Organisasi Tolak Ideologi HTI
Ormas-ormas itu di antaranya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Malut, Muhammadiyah Kota Ternate, KBPP Polri, GP Ansor Kota Ternate, FKPPI, Pemuda Pancasila, KNPI, GMNI, HMI, KAMMI, IMM Ternate dan Ormas, OKP serta LSM lainnya.
https://m.jpnn.com/news/mui-dan-21-organisasi-tolak-ideologi-hti
Pemuda Pancasila Banten Tolah HTI
https://m.youtube.com/watch?v=NVuHmv_d478 (video)
dan silakan cari sendiri jejak-jejak digital penolakan Pemuda Pancasila terhadap HTI.
Kemudian Jubir HTI tanya lagi “Apa saudara tahu Pengurus Pusat NU….”
Saya potong “Pengurus Besar, bukan Pusat, PBNU…”
Jubir HTI “Iya Pengurus Besar NU, KH Said Aqil, Bendara Umum, dalam pertemuan dengan saya mendukung HTI?”
Pertanyaan Jubir HTI ini diprotes oleh Penasehat Hukum dari LBH Ansor “Anda kalau berbicara harus berdasarkan bukti, jangan klem sudah bertemu dengan KH Said Aqil Ketua Umum PBNU, mengklem-klem gitu.”
Jubir HTI bungkam.
Saya malah komentar “Tidak ada dukungan KH Said Aqil atau PBNU, atau NU kepada HTI, Kiai Said mendukung pembubaran HTI, karena NU setia pada Republik ini, PBNU itu: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945!”.
Dan Jubir HTI pun tetap bungkam.
Demikian catatan dan kesaksian dari saya, semoga Allah Swt mencatatnya sebagai amal jariyah untuk pembelaan negeri ini yang kemerdekaannya dibela dengan perjuangan rakyat Indonesia, khususnya kaum muslimin, para santri, alim-ulama yang mengorbankan sampai nyawa mereka untuk Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah sidang telinga saya berdengung Lagu Ya Lal Wathan yang dikarang oleh KH Wahab Chasbullah sebagai bentuk cinta negeri dan patriotisme yang bersumber dari iman Islami:
ياَ لَلْوَطَنْ ياَ لَلْوَطَن ياَ لَلْوَطَنْ
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ
Hubbul Wathon minal Iman
وَلاَتَكُنْ مِنَ الْحِرْماَنْ
Wala Takun minal Hirman
اِنْهَضوُا أَهْلَ الْوَطَنْ
Inhadlu Ahlal Wathon
اِندُونيْسِياَ بِلاَدى
Indonesia Biladi
أَنْتَ عُنْواَنُ الْفَخَاماَ
Anta ‘Unwanul Fakhoma
كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْماَ
Kullu May Ya’tika Yauma
طَامِحاً يَلْقَ حِماَمًا
Thomihay Yalqo Himama
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Indonesia Negeriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa Datang Mengancammu
Kan Binasa di bawah durimu
Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq. [dutaislam.or.id/gg]
Source: Gunromli.com