Oleh Ach Wildan Al-Faizi
Dutaislam.or.id - Habib Syech (Mustasyar PBNU) dengan jutaan jamaahnya di seluruh Indonesia bahkan luar negeri tidak masuk dalam daftar mubaligh yang twarkan oleh Kemenag. Tapi Syechermania tidak ada yang ngamuk-ngamuk.
Mbah Maimun Zubair, ulama sepuh NU yang santrinya tersebar dimana-mana juga tidak ada dalam 200 orang, tapi santri-santrinya tak ada yang nuding aneh-aneh ke Kemenang maupun pemerintah.
Gus Sholah, cucu pendiri NU sekaligus pengasuh Ponpes Tebuireng tidak ada dalam 200 nama tersebut. Padahal beliau kakak ipar Menteri Agama. Tapi alumni Tebuireng tidak memaki-maki kepada siapapun karena kiainya tidak dimasukan oleh Kemenag.
Kiai NU di 200 Penceramah Kemenag RI
Ada Kiai Cholil As'ad Syamsul Arifin, ulama besar dan cucu salah satu pendiri NU. Santri dan jamaahnya jutaan, khususnya di kawasan Jawa Timur tapal kuda dan Madura, beliau tidak masuk juga. Tapi warga nahdliyin khususnya di Jawa Timur dan Madura, responnya biasa saja.
Belum lagi kiai-kiai NU yang berbasis di daerah, pengasuh pondok-pondok besar seperti Lirboyo, Ploso, Sidogiri, Langitan, Nurul Jadid dan lainnya yang juga tidak masuk di dalamnya.
Ada ustad yang diidolakan tak masuk daftar 200 mubaligh Kemenag, umatnya langsung ngamuk-ngamuk, mencaci Menag, menuduh yang aneh-aneh, bahkan orang tua menteri agama yang tak lain ulama besar juga tak luput dari ujaran kebencian. Ujung-ujungnya muncul juga hastag #2019GantiPresiden.
Itulah bedanya Ulama NU dengan yang lain. NU itu yang suka membesar-besarkan masalah kecil. Tapi bagi NU, masalah besar akan jadi kecil. Karena menyelesaikannya menggunakan hati bukan emosi. Paham antum? [dutaislam.or.id/ab]