Foto: Habib Abdul Qadir Alkaf, Rembang |
Oleh M Abdullah Badri
Dutaislam.or.id – Ketika
KH Ali Rahman, Pandangan, Sedan, Rembang merantau di Semarang, sambil ngaji
Kitab Burdah Imam Bushiri di di ndalem Habib Ahmad, ia mendapatkan perintah
untuk melakukan perjalanan ke arah Timur mencari dan menunggu naskah jembrak (syarah) Kitab Burdah yang
ditulis tangan oleh KH Sholeh Darat dalam bahasa Jawa.
Atas ijin Allah, Mbah Ali melakukan perintah gurunya
tersebut hingga sampai ke daerah Bonang, Lasem dan sempat tinggal beberapa lama
di sana. Tidak juga menjumpai Burdah KH Sholeh Darat, Mbah Ali diperintah
gurunya lagi untuk pindah ke arah Utara Bonang. Sampailah ke Pandangan,
Rembang.
Pada tahun 1999, ketika Habib Abdul Qadir Alkaf yang asli
Kudus pindah ke Rembang, ia sowan ke ndalem Mbah Ali dengan maksud minta doa.
Ketika itulah, KH Ali Rahman menemukan kitab yang minta ditemukan oleh sang
guru Habib Ahmad Semarang tersebut. Untuk menunggu kitab Mbah Sholeh Darat, KH
Ali Rahman ternyata harus pindah tempat hingga tiga kali. Ini kitab yang
dimaksud:
Menurut Habib Qadir, kitab Burdah Mbah Sholeh Darat yang
asli tulisan tangan hanya ada 3 eksemplar. Salah satunya yang ia simpan tersebut.
Ceritanya, waktu usia SMP kelas 2, Habib Qadir diberi wasiat oleh gurunya Habib
Ali Mayong Jepara untuk menyimpan Burdah KH Sholeh Darat. Pada suatu saat
nanti, jika ada yang meminta, silakan dikasih. Itu pesan Habib Ali.
Puluhan tahun disimpan, ternyata yang memiliki ijazah
tersebut antara lain adalah KH Ali Rahman. Habib Qadir tidak mendapatkan ijazah
karena hanya dititipi kitab tersebut oleh Habib Ali, gurunya. Justru Mbah Ali yang
memberikan ijazah Burdah kepada Habib Abdul Qadir dari Habib Ahmad Semarang,
walau tidak memiliki kitab syarah Burdah karya KH Sholeh Darat sebelum bertemu
Habib Qadir.
Silsilah ijazah syarah Burdah KH Sholeh Darat Semarang
didapatkan Habib Ali Mayong dari mertuanya yang dimakamkan di belakang masjid
Mayong Jepara. Keterangan yang didapatkan Duta Islam, mertua Habib Ali adalah
murid KH Sholeh Darat.
Kini, sanad ijazah tersebut menurun kepada Habib Abdullah
al-Hinduan Mayong, menantu Habib Ali yang asli Grobogan. Di Jepara, hingga
sekarang ada beberapa majelis Burdahan di Jepara yang diasuh oleh Habib Abdul
Qadir. Hampir setiap pekan, kata salah satu saksi, Habib Qadir motoran ke
Jepara untuk memimpin Burdah.
Itu dilakukan hanya untuk memegang amanat gurunya, Mbah Ali,
agar istiqomah membaca Burdah. Jarak tempuh antara Sedan, Rembang ke Jepara
lumayan jauh, sekitar 4 jam. Sungguh, perjalanan sepanjang 150 kilometer ditempuh
Habib Abdul Qadir dengan roda dua. Ikhlas, tidak ada yang membayar. Masyaallah.
Semoga berkah melimpah. [dutaislam.or.id/ab]
Sumber: Habib Abdul
Qadir Alkaf dalam sebuah perbincangan di Rumahnya, Desa Kenongo, Sedan,
Rembang, Sabtu (06/08/2016) tengah malam.