Dutaislam.or.id - Wali Paidi duduk dengan tenang. Ia mengambil secangkir kopi yang ada disampingnya. Dengan perlahan, dia melanjutkan menghisap rokok mastna wastulasta wa ruba'a (234, Dji Sam Soe)-nya. Santai, angin semilir menerpa wajahnya.
Setelah kebul rokoknya habis, Wali Paidi berada di atas menara Masjid Kudus, yakni masjid peninggalan Sayyid Jafar Shodiq bin Ustman Haji, Sunan Kudus. Wali Paidi membasahi mulutnya lagi dengan kopi seperti orang berkumur. Mulailah dia tawassulan.
Ketika Fatihah pertama dibaca, angin dengan sangat perlahan mulai berhenti. Khusyuk, Wali Paidi mulai membaca wirid-wirid khusus amalan thoriqoh yang dianutnya. Suasana jadi hening, seakan bumi dan seluruh hawanya berhenti. Syahdu.
Ketika itulah sifat asli Wali Paidi perlahan hilang berganti sifat mulia guru mursyidnya. Dan dengan perlahan sifat gurunya juga mulai hilang berganti sifat ilahiyyah. Di sini Wali Paidi merasakan ketenangan yang begitu luar biasa, seakan Wali Paidi berada di dalam lautan yang begitu luas.
Sirr Wali Paidi keluar dari tubuhnya, melayang-layang ke angkasa. Wali Paidi bisa melihat tubuhnya yang sedang duduk di atas menara. Sirr Wali Paidi terus melayang mengitari kota Kudus, dan mulai terdengarlah sebuah tangisan yang begitu menyayat hati.
Sirr Wali Paidi mengikuti dari mana asal suara itu. Sirr Wali Paidi turun mendekati keranjang sampah. Dari situlah asal suara tangisan suara itu berasal. Sirr Wali Paidi makin mendekat. Di lihatnya, yang menangis ternyata bukan manusia, tapi kulit semangka. Masyaallah.
"Mengapa kamu menangis?" tanya sirr Wali Paidi.
"Aku sedih, ketika aku tumbuh besar dan terasa manis, aku diambil oleh petani dan dijualnya. Aku begitu senang bisa membahagiakan para petani. Tapi ketika mau dimakan, aku ditinggalkan dan dibuang, hanya isinya yang dimakan. Aku merasa tidak ada manfaatnya," jawab kulit semangka, bukan tenang malah menangis lagi. Dalam hati, Wali Paidi ingin memberinya rokok Samsu, "tapi, ah ini kan semangka, dari mana dia akan menghisap rokokku?" batinnya.
"Jangan bersedih, aku akan kembali lagi ke sini," kata sirr Wali Paidi setelah gumam memberinya rokok pasti tidak akan berguna dan tentu ditolak si semangka. Cup cup kang Semangka!
Secepat kilat, sirr Wali Paidi kembali ke tubuhnya. Sehabis mengambil rokoknya Wali Paidi turun dari menara dan pergi ke tempat kulit semangka yang dilihat tadi. Ia masih ingat betul bahwa keranjang sampah itu berada di halaman sebuah masjid yang berada di tengah Kota Kudus.
Setelah sampai lokasi adik Semangka, Wali Paidi langsung menuju keranjang sampah itu, dan mulai mengais-sampah. Wali Paidi tersenyum serta sumringah ketika ia menemukan kulit semangka itu. Begitu lahapnya dia memakan kulit semangka itu. Orang-orang yang tadarusan di dalam masjid heran melihat tingkahnya tentunya.
"Oh, ternyata orang gila tho," batin mereka. Wali Paidi dianggap gila oleh mereka.
Kulit semangka belum rampung dikunyah Wali Paidi, namun ia buru-buru pergi meninggalkan masjid. "Mungkin beginilah yang dialami oleh Imam al Ghazali yang pada waktu itu terkenal dengan tirakat doyan memakan kulit semangka yang dicarinya di keranjang-keranjang sampah," Wali Paidi hanya membatin betapa Imam Ghazali sangat mengenal sirr nya.
******
Malam itu, di sekitar Menara Kudus, hati Wali Paidi menyeruak kegalauan. Tiba-tiba saja perasaan itu menghinggapi hatinya. Kepalanya ikut-ikutan pusing saja."Hmmm....pasti ini ada yang ngerasani (gosipin) aku". Padahal dia paling suka dirasani sebagai orang gila.
Wali Paidi menselonjorkan kaki lalu menyandarkan tubuhnya di tiang masjid menara. Ketika Wali Paidi mau beranjak dari tempat duduk, datanglah seorang tamu yang langsung nyelonong masuk dan mendekati Wali Paidi. Makin dekat tamu itu ke tubuh Wali Paidi. Dan,
"Huekk juh!" Si tamu tiba-tiba menujukkan semangat meludahi Wali Paidi. Kaget bukan kepalang tentu. "Siapa si tamu ini, kok tiba-tiba saja meludahi aku," batinnya.
"Huek, huek, juh!" si tamu meludah lagi, kali ini mengenai mata Wali Paidi. Tapi dia diam saja. Dengan ujung bajunya, dia mengusap ludah yang mengenai wajah itu.
Terus berlanjut, dengan bekacak pinggang, si tamu mengangkat wajahnya lagi lalu menunduk lagi dan, "huekkkkk... juh..juh.." si tamu mengeluarkan semua ludahnya. Kontan saja wajah Wali Paidi langsung jibrat ludah semua. Banjir bau bacin.
Wali Paidi mulai menangis, ia tidak merah, tapi perlahan Wali Paidi mengusap lagi wajahnya, lalu dengan lembut Wali Paidi bertanya kepada si tamu, "siapakah tuan?"
"Aku adalah malaikat yang disuruh mengujimu, karena orang-orang banyak yang memuji kalau kamu adalah orang yang sabar. Makanya Allah menyuruhku untuk membuktikan apakah benar pujian orang terhadapmu, dan ternyata benar, kau memang orang yang sabar," jawab orang itu tersenyum, lalu ngeloyor pergi. "Enak ya jadi malaikat," batin pembaca cerita ini. Hahaha
Wali Paidi hanya tertegun, dan tidak begitu lama datang lagi orang yang sangat perlente. Kali ini wajahnya ganteng, gagah dan memakai stelan jas dan berdasi. Sungguh gagah dan ganteng sekali melebihi suami Raisa pokonya.
Setelah turun dari mobil mewahnya, si tamu ini mendekati Wali Paidi, dan dengan tersenyum si tamu itu duduk di dekatnya, "mas, maaf mengganggu sebentar, bisa minta duwitnya mas, ATM saya tadi hilang, buat beli bensin mawon," kata si tamu.
"Minta berapa?" Tanya Wali Paidi, masih dengan pandangan yang mengherankan atas penampilan tamu barunya itu.
"Sedikit mas, 1 juta saja".
"Wah, kalau segitu tidak punya aku".
"Ya berapa saja, pokoknya ada," si tamu terus mendesak.
Wali Paidi agak ragu, tapi dia membuang jauh-jauh perasaan itu. Bagaimanapun, dia harus menolong orang yang butuh, tak peduli siapapun itu. Wali Paidi menurunkan kopyahnya dan mengambil uang dari selipan kopyahnya. Tanpa dihitung, dia menyerahkan semuanya.
"Terima kasih, ternyata benar pujian orang-orang terhadapmu, kamu adalah orang yang dermawan," kata si tamu.
"Siapakah tuan?"
"Aku adalah malaikat yang disuruh mengujimu".
Wali Paidi menunduk, dia sadar sekarang, mengapa hatinya jadi galau dan kepalanya jadi pusing. Ternyata banyak orang yang ngerasani dengan memuji-muji dirinya, bukan dengan mencacinya.
Dia tahu bahwa Allah lah yang pantas dipuji. Allah lah yang Maha Penyabar. Allah lah yang Maha Dermawan. Allah cemburu dan mengutus malaikat mengujiku karena banyak yang memuji aku sebagai orang yang sabar dan orang yang dermawan
"Assalamu'alaikum," Wali Paidi tersadar dari tafakkurnya setelah mendengar suara orang yang mengucapkan salam kepadanya.
"Waalaikum salam," jawab Wali Paidi berdiri.
Di depan Wali Paidi, jumleger mak jegagik ada wanita yang sangat cantik, bercelana ketat dengan atasan baju longgar, berlengan panjang putih serta dan memakai kerudung ala kadarnya. Tampak rambutnya yang duhai berkilau kemerahan. Sungguh menggemaskan.
"Kenalkan nama saya Mulan Jameela," ucap wanita ini dengan genit sambil menyodorkan tangannya. Tapi Wali Paidi hanya terdiam, "ujian apalagi ini, diuji apa lagi diriku ini," ia mengucap itu karena ini adalah yang paling berat. Tapi apa ada malaikat berjenis kelamin perempuan, cantik pula.
Ya Allah, temukan saja aku dengan semangka di Kota Kudus itu. Aku lebih suka menolong makhlukmu si kulit semangka itu daripada harus mendapat cobaan berat seorang Mulan ya Allah, apalagi Raisa. "Lebih baik dirasani gila daripada dirasani dermawan dan sabar, tapi terserah jenengan Gusti, saya pasrah," batinnya. [dutaislam.or.id/ab]
Lanjut edisi selanjutnya, ke 13. Klik: (13) Allahu Akbar, Wali Paidi Menyaksikan Pastor Katolik Vatikan Meninggal Husnul Khatimah.
Biar paham, baca edisi sebelumnya:
- Wali Paidi (Bag. 1) Hanya Wali Indonesia yang Kemana-Mana Bawa Rokok dan Kopi
- Wali Paidi (Bag. 2) Gagal Pakai "Doa Lipat Bumi", Wali Ini Balik Pulang Naik Pesawat
- Wali Paidi (Bag. 3) Hanya Karena Punya Rokok Tapi Tak Ada Korek, Kerajaan Jin Diobrak-Abrik Wali Sakti Ini
- Wali Paidi (Bag. 4) Sering Shalat di Atas Daun, Pemuda Ini Temui Kiai yang Biasa Jualan Minyak Wangi
- Wali Paidi (Bag. 5) Sang Wali Beri Amalan Cepat "Cling" Naik Haji Tanpa Ijazah Doa Wirid
- Wali paidi (Bag. 6) Saat Joget Bersama "Mulan Jameela", Wali Ini Justru Melihat Paha Berdzikir
- Wali Paidi (Bag. 7) Garam "Suwuk" Sakti dari Wali Paidi Untuk Begal-Bedugal
- Wali Paidi (Bag. 8) Karena Sering Usul ke Gusti Allah, Wali Ini Terkenal "Cerewet" di Jagat Langit Malaikat
- Wali Paidi (Bag. 9) Sang Wali Cerita Ibu Mega yang Ngambek Saat Disebut Bodoh Oleh Gus Dur
- Wali Paidi (Bag. 10) Wali Paidi Bertemu Rasulullah di Gunung Pring Magelang, Apa yang Terjadi?
- Wali Paidi (Bag. 11) Malaikat Datang Membawakan Oleh-oleh Saat Wali Paidi Sakit, Apa Itu?
Baca: Serial Wali Paidi