Oleh Ahmad Majidun Li Ahmad
Dutaislam.or.id - Snouck Hurgronje adalah mata-mata imperialisme Belanda. Ia disusupkan utk menghancurkan kekuatan kaum pejuang yang mayoritas beragama Islam. Mengapa rakyat Indonesia sulit ditaklukkan?
Snouck menemukan jawabannya. Tak lain dan tak bukan, kekuatan itu terletak pada semangat agamanya. Agama yang mengajarkan untuk mencintai tanah air. Agama yang menyuntikkan dimensi jihad mengusir segala bentuk kolonialisme.
Lalu Snouck mempelajari Islam, budaya Islam dan tradisi Islam. Bahkan detail-detail etos spiritualitas yang membuat bangsa Indonesia begitu gigih berjuang.
Bukan berhenti di situ. Snouck pun mempelajari pangkal utama ajaran agama tersebut. Ia hafal Al-Quran 30 juz. Ia juga mempelajari kitab-kitab hadits yang mu'tabarah, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan kutubus sittah lainnya. Bahkan, Snouck hafal sebagian besar hadits-hadits tersebut di luar kepala.
Lalu apa tujuan Snouck? Tak lain adalah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tanpa menafikan kekuatan dan perjuangan agama lain, tapi dengan menggerogoti kekuatan Islam, maka perjuangan rakyat Indonesia terhadap kolonial Belanda relatif akan lemah, dan akan mudah dihancurkan.
Inilah yang disebut orientalisme. Mempelajari Islam bukan untuk mendapatkan hidayah, melainkan untuk menghancurkannya. Dengan begitu, menguasai Nusantara hanya soal waktu saja. Nusantara, akan dengan mudah dikuasai.
Zaman berubah musim pun berganti. Sekarang terbitlah Felix Siauw, sang muallaf yang baru sekitar tahun 2002 memeluk Islam. Felix tidak perlu menghafalkan Al-Quran dan mempelajari hadits secara detail layaknya Snouck. Itu butuh waktu lama tentu.
Dengan kemampuannya mengolah kata, Felix ibarat mercusuar. Ia segera mendapatkan simpati dan pengikut relatif banyak dari kalangan generasi muda Islam berusia tanggung, anak-anak muda yang belum mengenal banyak hal tentang agama. Anak remaja yang masih labil dan mencari jati diri.
Tidak perlu waktu lama, Felix segera menjadi tokoh penting di lingkungan HTI. Ia pun segera memulai menjalankan misi propaganda pecah belah. Ia gelorakan ide khilafah yang sangat gila dan paling tidak masuk akal itu.
Laju gerakan Felix seperti tak terbendung. Ia segera mengampanyekan bahwa nasionalisme itu tidak ada dalil dan dasarnya dalam Islam.
Mafhum mukhalafahnya adalah, mencintai tanah air itu tidak penting. Yang penting adalah Islam. Padahal negeri ini didirikan berdasarkan kesepakatan segenap komponen bangsa dan agama yang beragam. Semua bersatu dalam satu ikatan Nasional, Indonesia!
Sepintas gagasan itu benar. Tapi sangat menipu dan penuh kamuflase. Bagaimana dapat menegakkan Islam jika negara (state) dan bangsa (nation) hancur berantakan? Padahal Imam Al-Ghazali pernah menyebut, pemerintahan negara dan misi kenabian ibarat saudara kembar.
Sadar atau tidak, ide-ide Felix adalah mesin penghancur terhadap pemikiran para founding fathers negeri ini. Dasar-dasar keagamaan para ulama dan cendekiawan muslim, seperti Qurays Shihab, Gus Mus, Cak Nur, dicampakkan begitu saja.
Sebagai seorang muallaf, Felix telah melampaui batas dan kapasitas intelektual pas-pasan yang ia miliki. Melalui medan dakwah, ia suntikkan virus perpecahan, benih-benih anti nasionalisme, dan seterusnya.
Dengan congkak ia berani mengibaratkan pemerintahan Jokowi sebagai rezim Firaun yang membunuh anak laki-laki, lantaran Jokowi menerbitkan Perppu Ormas. Felix telah memecah belah elemen bangsa, dan sesama umat. Pertanyaan besarnya adalah, misi apa gerangan yang dibawa Felix?
Sama halnya misi Snouck Hurgronje yang baru diketahui 100 tahun kemudian, maka misi mendasar dari Felix tidak mudah untuk diketahui saat ini. Tapi di kemudian hari, ketika keutuhan NKRI berhasil dicabik-cabik, ketika seluruh anak bangsa hanya bisa meratapi kekonyolannya, maka barulah sejarah akan mengetahui hal itu.
Benturan antar peradaban seperti disinyalir oleh Huntington, bukan isapan jempol belaka. Itu memang nyata. Dan Indonesia yang memiliki potensi kekuatan besar dunia setelah Cina, menjadi sasaran utama penghancuran.
Apakah Felix adalah Snouck Hurgronje dalam wujud yang beda? Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. [dutaislam.or.id/ab]
Ahmad Majidun Li Ahmad, tinggal di Magelang