Aoqid Seket Bahasa Jawa. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Seorang muslim yang tidak mengetaui Aqo’id 50 berdosa karena meninggalkan kewajiban. Lalu, apakah batal aqidahnya? Jawabnya, jika ia tidak tahu dan meyakini sifat yang bertentangan dengan sifat 50 itu, maka bisa batal aqidahnya.
Namun, jika dia tidak tahu karena belum belajar (dan punya peluang belajar) tentang aqidah Islam ahlussunnah wal jama’ah tersebut, maka dia berdosa. Mengapa? Karena Orang yang berakal normal secara dhoruri (lumrah), ia akan membenarkan semua sifat 50 yang akan diulas di bawah ini, meski ia tidak menguasai Bahasa Arab.
Diterangkan bahwa ilmu aqoid, sebagaimana ditulis dalam Kitab Bajuri dan Jam'ul Jawami' adalah:
العلم بالعقائد الدينية الاعتقادية اليقينية المكتسب من ادلتها الشرعية
“Pengetahuan yang terikat dalam masalah keyakinan keagamaan yang diambil dari dalil-dalil syara'”.
Adapun guna mempelajari ilmu aqoid adalah untuk membetulkan dan meneguhkan iman manusia kepada Tuhan Allah Subahanu wa Ta'ala (SWT). Iman yang benar akan mengesahkan segala amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lannya. Dan surga menjadi pahala balasan di akhirat nanti.
Melihat posisi dan guna ilmu aqoid yang begitu penting, maka belajar ilmu aqoid hukumnya fardhu ain. Artinya wajib bagi setiap orang yang berakal untuk mempelajarinya. Dinamakan Ilmu aqoid karena pengetahuan ini berisikan satu bundelan (ikatan) mengenai sahnya iman dan Islam yang jumlahnya 50, yang terkenal dengan istilah aqoid seket.
Dengan perincian sebagai berikut:
- 20 sifat wajib bagi Allah,
- 20 sifat mustahil bagi Allah,
- 1 sifat jaiz bagi Allah,
- 4 sifat wajib bagi Rasul,
- 4 mustahil bagi Rasul dan,
- 1 sifat jaiz bagi Rasul.
Semua sifat di atas terkandung di dalam kalimat La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Agar mudah dihafal, berikut tembang Aqo'id 50 yang sudah disusun dalam tembang Jawa.
========
Robbana ya Robbana, Ighfir Lana Dzunubana, Taqobbal Du'aana. Ya Rohman ya Rohim, ya Rohman ya Rohim, Siro badan sing sampurno. Sampurna ne wong ngalam kabeh:
1. Wujud (Ada tanpa mengada)
2. Qidam (Maha dahulu)
3. Baqo' (Maha kekal)
4. Mukholafatuhu Lil Khawaditsi (Berbeda dengan segala hal makhluk)
5. Qiyamuhu Binafsihi (Mandiri dan tidak butuh liyan)
6. Wahdaniyah (Maha Esa)
7. Qudrat (Maha Berkuasa)
8. Irodat (Maha Berkehendak)
9. Ilmu (Maha Mengetahui)
10. Hayat (Maha Hidup)
11. Sama' (Maha Mendengar)
12. Bashor (Maha Melihat)
13. Kalam (Maha Berbicara)
14. Qaadiran (Keadaan-Nya yang Maha berkuasa)
15. Muriidan (Keadaan-Nya yang Maha berkehendak menentukan)
16. Aliman (Keadaan-Nya yang Maha mengetahui)
17. Hayyan (Keadaan-Nya yang Maha hidup)
18. Sami'an (Keadaan-Nya yang Maha mendengar)
19. Bashiiran (Keadaan-Nya yang Maha melihat)
20. Mutakalliman (Keadaan-Nya yang Maha berbicara)
Utawi sifat mustahil-e Allah wonten kaleh doso (20)
1. Adam (tiada)
2. Huduts (ada yang mendahului)
3. Fana' (musnah)
4. Mumatsalatu lil hawaditsi (ada yang menyamai)
5. Ihtiyaju lighoirihi (memerlukan bantuan liyan)
6. Ta'adud (banyak)
7. Ajzun (lemah)
8. Karohah (terpaksa)
9. Jahlun (bodoh)
10. Mautun (mati)
11. Somamun (tuli)
12. Umyun (buta)
13. Bukmun (bisu)
14. Ajizan (yang lemah)
15. Karihan (yang terpaksa)
16. Jahilan (yang bodoh)
17. Maitan (yang mati)
18. Ashomma (yang tuli)
19. A'ma (yang buta)
20. Abkama (yang bisu)
Sifat-Sifat Allah SWT
Utawi sifat mustahil-e Allah wonten kaleh doso (20)
1. Adam (tiada)
2. Huduts (ada yang mendahului)
3. Fana' (musnah)
4. Mumatsalah (ada yang menyamai)
5. Ihtiyaju lighoirihi (memerlukan bantuan liyan)
6. Ta'adud (banyak)
7. Ajzun (lemah)
8. Karohah (terpaksa)
9. Jahlun (bodoh)
10. Mautun (mati)
11. Somamun (tuli)
12. Umyun (buta)
13. Bukmun (bisu)
14. Ajizan (yang lemah)
15. Karihan (yang terpaksa)
16. Jahilan (yang bodoh)
17. Maitan (yang mati)
18. Ashomma (yang tuli)
19. A'ma (yang buta)
20. Abkama (yang bisu)
Utawi sifat jaiz-e Allah wonten setunggal (satu):
Fi'lu kulli mumkinin au tarkuhu (berwenang menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak sama sekali)
Utawi sifat wajib-e Allah dibagi dados sekawan (4)
1. Nafsiyah (Sifat yang tidak bisa difahami Dzat Allah tanpa adanya sifat)
2. Salbiyah (Sifat yang tidak pantas adanya di Dzat Allah swt)
3. Ma'ani (Sifat yang tetap dan pantas di Dzat Allah dengan kesempurnaan-Nya)
4. Ma'nawiyah (Sifat yang merupakan cabang dari sifat Ma'ani)
Utawi sifat wajib-e Allah diringkes dadi rong nduman (2 bagian)
1. Istighna' (Maha kaya dan tak butuh sama sekali dari liyan)
2. Iftiqor (Semua liyan berkehendak membutuhkan-Nya)
Utawi sifat wajib-e wong agung poro Rusul wonten sekawan (4)
1. Shiddiq (Sangat jujur ucapan dan perbuatannya)
2. Amanah (Dipercaya lahir batin)
3. Tabligh (Bertugas menyampaikan wahyu kepada manusia)
4. Fathonah (Cerdas intelektual dan ahli banyak hal)
Utawi sifat mustahil-e wong agung poro Rusul ugi wonten sekawan (4)
1. Kidzib (Dusta, kebalikan sifat Shiddiq)
2. Khianat (Tidak dapat dipercaya, kebalikan sifat Amanah)
3. Kitman (Menyembunyikan wahyu dari Allah, lawan sifat Tabligh)
4. Baladah (Bodoh, kebalikan dari sifat Fathonah)
Utawi sifat jaiz-e wong agung poro Rusul wonten setunggal (1)
Miturut printah, ngedohi cegah
werno-werno rupane
Werno-werno gawene,
werno-werno ngibadahe
Poro moloikat iku tanpo syahwat
tanpo nefsu, ora bopo ora ibu
Ora lanang ora wadon, ora mangan
ora minum, ora sare ora ngantuk,
jisime jisim alus bongso luhur
Asyhadu alla Ilaha illa Allah,
wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Ingsun anekseni setuhune ora ono pengeran
kang disembah anging Gusti Allah
Kang wajib wujud-e, kang wajib ana-ne,
muhal ora ono
Ingsun anekseni setuhune Kanjeng Nabi
Muhammad iku dadi utusan-e Allah
Romo bin Abdullah, ibu: Dewi Aminah,
Lahir nok Mekkah, hijrah nok Medinah
Gerah nok Medinah, sedo nok Medinah
disare'ake nok Medinah
Bangsone bongso Arab, bongso Quraish
bongso Rusul
Allah setunggal, Allah setunggal, Allah
setunggal, mengeran-i wong ngalam kabeh
Wajib aqil, baligh, ngucapaken ing
kalimat syahadat 2: syahadat tauhid
syahadat Rosul. Sepisan selawas-e
Sunat wolak-walik, sholat sunnat esok-sore
tansah kumanthil ning ati ngantos
akhir-e pungkasan
La Ilaha illa Allah
Muhammadur Rasulullah
Di wilayah Jepara, Jawa Tengah, tembang di atas biasa dilafalkan secara bersama-sama usai shalat Tarawih tiap bulan Ramadhan. Ini salah satu produk Islam Nusantara yang ternyata ditentang banyak kalangan salafi di Indonesia. [dutaislam.or.id/ab]