Ilustrasi makam Mbah Pathok Dalang, Surodadi. Foto: Tirto.id |
Oleh M Abdullah Badri
Dutaislam.or.id - Terletak di Surodadi, Kedung, Jepara, Makam Pathok Dalang kini sudah dibuka untuk umum dan dihaul-i shahib makamnya sejak lima tahun lalu. Disebut Pathok Dalang karena dulu, —menurut penuturan Kiai Hambali, tokoh setempat— sering terdengar suara dalang dan gamelan wayang yang keluar dan terdengar nyaring dari titik pathok (nisan) berada, yang dulu masih ditumbuhi pepohonan.
Awalnya, tidak banyak warga Surodadi yang mengenal dan merawat makam Mbah Pathok Dalang. Tapi anehnya, banyak warga luar desa yang justru ziarah ke sana. Salah satu tokoh agama yang dulu sering ziarah ke Makam Mbah Pathok Dalang adalah KH. Anwar, Teluk Kulon, Kalinyamatan, Jepara.
KH. Masduki Ridlwan, Sowan, Kedung, Jepara, juga sering ziarah ke makam tersebut saat tengah malam. Ia sering mengetuk pintu rumah KH. Nur Huda, —putra KH. Muhammad Thosin alhâfidz (ulama setempat)— untuk diantar ziarah, karena rumahnya sangat dekat dengan makam.
Makam Mbah Pathok Dalang disebut-sebut bernama Habib Abdullah Bafaqih. Diketahui, Habib Lutfi bin Yahya Pekalongan dan KH. Muhaiminan Gunardho Parakan dulu sering ziarah ke makam Mbah Pathok Dalang. Nama Habib Abdullah Bafaqih baru dikenal sejak Habib Luthfi ziarah ke makam tersebut.
Kepada Kiai Nafi’, tokoh agama setempat, Kiai Minan Parakan pernah menyatakan kalau Mbah Pathok Dalang sangat suka dengan dengan shalawat dan dalail semasa hidupnya.
Saat ziarah ke makam tersebut, Kiai Minan diceritakan tidak diperbolehkan masuk kawasan Surodadi kecuali setelah jam 10 malam. Kiai Minan pernah harus menunggu untuk ziarah sejak Isya’, di Pecangaan. Siapa yang mencegah? Ya Mbah Pathok Dalang dan para wali yang ada di Surodadi.
Menurut Kiai Minan, Surodadi itu secara alam sudah terang bercahaya saking banyaknya makam wali di sana. Di Makam Mbah Pathok Dalang, dikisahkan ada seekor singa yang berjaga. Sosok Mbah Pathok, kata Kiai Minan, Mbah Pathok Dalang katanya selalu memakai jubah hijau.
Kata Habib Luthfi, tiap malam Jum’at, Mbah Pathok Dalang sering datang ke masjid setempat. Makanya, beliau berpesan agar warga tetap menjaga Makam Mbah Pathok Dalang. Itu bukan makam dalang, tapi seorang waliyullah. Habib Luthfi juga mengatakan, pusat wilayah Surodadi adalah pathok Habib Abdullah Bafaqih tersebut.
Anehnya, nisan makam tersebut selalu terlihat meski wilayah tersebut sedang banjir. Penuturan ini disampaikan oleh Gus Fata, cucu KH. Thosin, yang rumahnya bersebelahan dengan makam. Saat banjir bandang tahun 80an, Gus Fata bersaksi saat masih kecil dia pernah melihat seorang berpakaian serba putih keluar dari arah nisan tersebut. Anehnya, katanya, sosok tersebut tidak basah kuyub.
Selain Mbah Pathok Dalang, di Surodadi ada dua makam wali yang sangat dihormati oleh warga sekitar, yakni Mbah Nameng (aslinya Sumodirejo) dan Mbah Berasan.
Disebut Nameng karena konon, dulu beliau menjadi tokoh yang namengi (menjadi perisai) saat tokoh lain tidak ada yang mampu menjaga desa dari segala bencana dan petaka, lahir dan batin. Sementara, Mbah Berasan disebut Mbah Berasan karena dulu memiliki pekerjaan sebagai penjual beras di Surodadi.
Menurut cerita tutur masyarakat sekitar, Mbah Berasan pernah dibegal di tengah sawah oleh seorang begal bernama Mbah Brengos. Usai dibegal, berasnya kocar kacir hingga kemudian dikenal sebagai Mbah Berasan.
Nama asli Mbah Berasan adalah Abdul Wahab. Makamnya sudah lama diketahui masyarakat. Tapi haulnya baru diadakan beberapa tahun terakhir sejak KH. Muhammad Thosin alhâfidz, ulama setempat, menggelarnya untuk pertama kali. [dutaislam.or.id/ab]
Dutaislam.or.id - Terletak di Surodadi, Kedung, Jepara, Makam Pathok Dalang kini sudah dibuka untuk umum dan dihaul-i shahib makamnya sejak lima tahun lalu. Disebut Pathok Dalang karena dulu, —menurut penuturan Kiai Hambali, tokoh setempat— sering terdengar suara dalang dan gamelan wayang yang keluar dan terdengar nyaring dari titik pathok (nisan) berada, yang dulu masih ditumbuhi pepohonan.
Awalnya, tidak banyak warga Surodadi yang mengenal dan merawat makam Mbah Pathok Dalang. Tapi anehnya, banyak warga luar desa yang justru ziarah ke sana. Salah satu tokoh agama yang dulu sering ziarah ke Makam Mbah Pathok Dalang adalah KH. Anwar, Teluk Kulon, Kalinyamatan, Jepara.
KH. Masduki Ridlwan, Sowan, Kedung, Jepara, juga sering ziarah ke makam tersebut saat tengah malam. Ia sering mengetuk pintu rumah KH. Nur Huda, —putra KH. Muhammad Thosin alhâfidz (ulama setempat)— untuk diantar ziarah, karena rumahnya sangat dekat dengan makam.
Makam Mbah Pathok Dalang disebut-sebut bernama Habib Abdullah Bafaqih. Diketahui, Habib Lutfi bin Yahya Pekalongan dan KH. Muhaiminan Gunardho Parakan dulu sering ziarah ke makam Mbah Pathok Dalang. Nama Habib Abdullah Bafaqih baru dikenal sejak Habib Luthfi ziarah ke makam tersebut.
Kepada Kiai Nafi’, tokoh agama setempat, Kiai Minan Parakan pernah menyatakan kalau Mbah Pathok Dalang sangat suka dengan dengan shalawat dan dalail semasa hidupnya.
Makam Mbah Pathok Dalang
Kala masyarakat sekitar ingin membangun payon (atap/cungkup) makam, Kiai Minan meminta supaya niatnya bukan memayungi makam, tapi memayungi masyarakat Surodadi.Saat ziarah ke makam tersebut, Kiai Minan diceritakan tidak diperbolehkan masuk kawasan Surodadi kecuali setelah jam 10 malam. Kiai Minan pernah harus menunggu untuk ziarah sejak Isya’, di Pecangaan. Siapa yang mencegah? Ya Mbah Pathok Dalang dan para wali yang ada di Surodadi.
Menurut Kiai Minan, Surodadi itu secara alam sudah terang bercahaya saking banyaknya makam wali di sana. Di Makam Mbah Pathok Dalang, dikisahkan ada seekor singa yang berjaga. Sosok Mbah Pathok, kata Kiai Minan, Mbah Pathok Dalang katanya selalu memakai jubah hijau.
Kata Habib Luthfi, tiap malam Jum’at, Mbah Pathok Dalang sering datang ke masjid setempat. Makanya, beliau berpesan agar warga tetap menjaga Makam Mbah Pathok Dalang. Itu bukan makam dalang, tapi seorang waliyullah. Habib Luthfi juga mengatakan, pusat wilayah Surodadi adalah pathok Habib Abdullah Bafaqih tersebut.
Anehnya, nisan makam tersebut selalu terlihat meski wilayah tersebut sedang banjir. Penuturan ini disampaikan oleh Gus Fata, cucu KH. Thosin, yang rumahnya bersebelahan dengan makam. Saat banjir bandang tahun 80an, Gus Fata bersaksi saat masih kecil dia pernah melihat seorang berpakaian serba putih keluar dari arah nisan tersebut. Anehnya, katanya, sosok tersebut tidak basah kuyub.
Selain Mbah Pathok Dalang, di Surodadi ada dua makam wali yang sangat dihormati oleh warga sekitar, yakni Mbah Nameng (aslinya Sumodirejo) dan Mbah Berasan.
Disebut Nameng karena konon, dulu beliau menjadi tokoh yang namengi (menjadi perisai) saat tokoh lain tidak ada yang mampu menjaga desa dari segala bencana dan petaka, lahir dan batin. Sementara, Mbah Berasan disebut Mbah Berasan karena dulu memiliki pekerjaan sebagai penjual beras di Surodadi.
Menurut cerita tutur masyarakat sekitar, Mbah Berasan pernah dibegal di tengah sawah oleh seorang begal bernama Mbah Brengos. Usai dibegal, berasnya kocar kacir hingga kemudian dikenal sebagai Mbah Berasan.
Nama asli Mbah Berasan adalah Abdul Wahab. Makamnya sudah lama diketahui masyarakat. Tapi haulnya baru diadakan beberapa tahun terakhir sejak KH. Muhammad Thosin alhâfidz, ulama setempat, menggelarnya untuk pertama kali. [dutaislam.or.id/ab]