Penjelasan kandungan Surat al-Ahzab ayat 59 (sumber: istimewa) |
Dutaislam.or.id - Surat al-Ahzab ayat 59 biasanya dijadikan landasan berpakaian seorang perempuan ketika berinteraksi dengan masyarakat luas. Islam sangat memperhatikan etika berpakaian bagi pemeluknya agar terlihat sopan.
Di dalam Surat al-Ahzab ayat 59 dijelaskan, bahwa berpakaian di dalam Islam bukan hanya persoalan fashion semata, akan tetapi mempunyai hikmah tersendiri. Berpakaian sebagaimana dijelaskan di dalam Surat al-Ahzab ayat 59, berpakaian memiliki tujuan agar terjaga dari gangguan orang lain.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Wahai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (ke seluruh tubuh mereka)”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. al-Ahzab: 59).
Surat al-Ahzab ayat 59 yang berkaitan dengan landasan berpakaian perempuan muslimah, seringkali ditarik ke dalam permasalahan jilbab. Di dalam mentasfiri Surat al-Ahzab ayat 59, para ulama berbeda pendapat.
Imam Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, Muhammadi Ibn Sirin bertanya kepada Abidah al-Salamani tentang maksud penggalan ayat itu, Kemudian Abidah mengangkat semacam selendang yang dipakainya, lalu digunakannya untuk menutup kepala hingga menutupi pula kedua alisnya dan wajahnya dan membuka mata kirinya untuk melihat dari arah sebelah kirinya. Sedangkan Imam al-Suddi mengatakan wanita menutup salah satu matanya dan dahinya.
Imam al-Alusi menyatakan di dalam kitab tafsirnya, maksud dari redaksi ‘alaihinna ialah seluruh tubuh. Meskipun demikian, menurut Imam al-Alusi ada ulama yang berpendapat maksuk dari kata ‘alaihinna yakni bagian di atas kepala atau wajah. Hal itu karena di dalam masa jahiliyah, yang tampak dari wajah perempuan adalah wajanya (Al-Alusi, 1985:84).
Ulama klasik bepandangan bahwa pesan yang terkandung di dalam Surat al-Ahzab ayat 59 tidak hanya pada zaman Nabi saw, tetapi juga berlaku untuk sepanjang masa. Pandangan ini berbeda dengan mufassir kontemporer yang memahami bahwa perintah ayat tersebut bersifat kontemporer pada masa nabi saja.
Ulama kontemporer berpandangan bawah mengenekanan jilbab merupakan kebutuhan yang bersifat temporal. Yakni, pada waktu itu adanya perbudakan, di mana dibutuhkan pembeda antara wanita merdeka dan budak serta bertujuan menghindarkan gangguan lelaki usil.
Mengacu pada penganut pandangan ini, kalau tujuan dari perintah Surat al-Ahzab telah terpenuhi dengan satu cara atau cara lain, maka pakaian apapun yang dikenakan telah sejalan dengan ajaran agama. Terlepas dari perbedaan pandangan mufassir dalam memahami makna ayat tersebut, menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, yang terpenting adalah memahami apakah perintah mengulurkan jilbab berlaku hanya pada zaman Nabi SAW atau berlaku sepanjang masa?
Pengarang tafsi al-Misbah ini menilai perintah mengulurkan jilbab bersifat temporal pada zaman nabi saja. Perintah itu berkaitan dengan pembeda antara wanita yang budak dan merdeka. Menurut beliau, gaya berpakaian wanita merdeka dan budak yang bersifat baik atau buruk, sebelum turunnya Surat al-Ahzab ayat 59 bisa dikatakan sama.
Berdasarkan latar belakang itu, wanita-wanita tersebut acapkali diganggu oleh lelaki-lekai usila, terlebih lagi mereka yang diduga atau diketahui sebagai seorang budak. Oleh karena itu, turunlah Surat al-Ahzab ayat 59 untuk menguatkan kehormatan perempuan muslimah. [dutaislam.or.id/in]