Penjelasan kandungan Surat Lukman ayat 16 (sumber: istimewa) |
Dutaislam.or.id - Kisah Lukman dengan anaknya ini seringkali dijadikan percontohan dalam menyusun konsep pendidikan anak. Karena, wasiat Lukman berkaitan dengan pokok-pokok agama.
Surat Lukman ayat 16 ini membincang tentang wasiat Lukman kepada anaknya tentang nilai suatu perbuatan. Di dalam Surat Lukman ayat 16 dijelaskan, perbuatan atau usaha setiap orang sekecil apapun akan dibalas oleh Allah SWT.
Baca: Tafsir Surat Al-Mujadalah Ayat 11, Tangung Jawab Guru
Perbuatan manusia di dunia kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Allah SWT maha mengetahui segala perbuatan manusia, sehingga tidak ada satu pun perbuatan yang tidak dketahuinya.
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Surat Lukman ayat 16 menegaskan bahwa Allah SWT akan mendatangkan setiap perbuatan yang telah dilakukan manusia pada hari kiamat kelak dan akan memberi balasan atasnya. Jika amal perbuatan itu baik, maka balasannyapun baik, dan jika amal perbuatan itu buruk, maka balasannya pun buruk.
Perbuatan tersebut akan dibalas sesuai kadarnya masing-masing. Sebagaimana dalam Surat al-Anbiya ayat 47 disebutkan, sekalipun amal tersebut sekecil biji dzarrah yang tertutup rapat, dalam batu besar, atau ada dia ngkasa raya, niscaya Allah akan mendatangkan balasanya.
Prof. Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan perihal khardal di dalam Surat Lukman ayat 16. Beliau mengutip pendapat di dalam tafsir al-Muntakhab bahwa satu kilogram biji khardal atau moster terdiri atas 913,000 butir.
Dengan demikian berat satu butir biji moster hanya sekitar satu perseribu gram, atau 1 mg, dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat manusai sampai sekarang. Oleh karena itu biji ini sering digunakan oleh al-Quran untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.
Kata (لطيف (lathif pada ayat ke-16 terambil dari akar kata لطف yang bermakna lembut, halus atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian. Kalau bertemu kelemahlembutan dalam perlakuan, dan perincian dalam pengetahuan, maka wujudlah apa yang dinamai al-luthf, dan menjadilah perlakuan wajar menyandang nama Lathif. Ini tentunya tidak dapat dilakukan kecuali oleh Alah yang Maha Mengetahui itu.
Sekelumit dari bukti “kelemahlembutan” Illahi (kalau istilah ini dapat dibenarkan) dapat terlihat bagaimana Dia memelihara janin dalam perut ibu dan melindunginya dalam tiga keglapan, kegelapan perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup siapapun.
Baca: Asbabun Nuzul Surat An-Nahl Ayat 36, Keniscayaan dalam Berdakwah
Termasuk juga dala mbukti-bukti kewajarannya menyandang sifat ini apa yang dihamparkanNya di alam raya untuk makhlukNya, memberi melebihi kebutuhan, namun tidak membebani mereka dengan beban berat yang tidak terpikul.
Pada akhirnya benar jika dikatakan bahwa Allah Lathif, karena Dia selalu menghendaki untuk makhlukNya, kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan saran dan prasarana guna kemudahan meraihnya. Dia yang bergegas menyingkirkan kegelisahan pada saat terjadinya cobaan, serta melimpahkan anugerah sebelum terbetik dalam benak.
Dalam konteks ayat ini, perintah berbuat baik apalagi kepada orang tua yang berbeda agama, merupakan salah satu bentuk dari luthf Allah SWT, karena betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing. [dutaislam.or.id/in]