Kitab Hikam - Hikmah ke-1 |
Dutaislam.or.id - Tarjamah dan penjelasan Kitab Al-Hikam Ibnu Atha'illah yang ke 1, berbunyi:
مِنْ علاماتِ الا ِعْتِمادِ عَلىَ العَملِ نـُقـَصَانُ الرَّجاءِعِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلل
Artinya:
"Sebagian dari tanda bahwa seorang itu bergantung pada kekuatan amal dan usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan atas rahmat dan karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan dan dosa".
Orang yang melakukan amal ibadah itu pasti punya pengharapan kepada Allah, meminta kepada Allah supaya hasil pengharapannya, akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Allah Swt.
Sehingga, apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Allah. Bila berkurang pengharapannya kepada rahmat Allah, maka amalnya pun akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.
Seharusnya, dalam beramal itu semua dikehendaki dan dijalankan oleh Allah. Sedangkan dirikita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Allah Swt.
Kalimat: Laa ilaha illAllah. Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak melainkan Allah.
Pada dasarnya, syari’at menyuruh kita berusaha dan beramal. Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufiq, hidayat dan karunia Allah subhanahu wata’ala.
Demikian penjelasan hikmah pertama Kitab Al-Hikam. [dutaislam.or.id/ab]