Iklan

Iklan

,

Iklan

Kisah Nabi Khidir dan Dzul Qornain dalam Kitab Inayatul Muftaqir (PDF)

24 Agu 2020, 03:54 WIB Ter-Updated 2024-09-19T00:48:48Z
Download Ngaji Gus Baha
kumpulan karya syaikh mahfudz tremas inayatul muftaqir
Cover Kitab Inayatul Muftaqir PDF - Syaikh Mahfudz Tremas. Foto: dutaislam.or.id.

Oleh Rizka N. Fatih

Dutaislam.or.id - Jarang sekali ada kitab yang mengulas tentang sosok Nabi Khidir/Khadzir. Inayatul Muftaqir fi Ma Yata'allaq Bisayyidina Al-Khadhir, -ditulis oleh Syaikh Mahfudz Tremas (w. 1.338 H) adalah salah satunya.

Kitab yang dikarang setelah Syaikh Mahfudz Tremas menulis Bughyatul Adzkiya' fi Karamatil Auliya' (28 Rabi'ul Awal 1.337 H) ini, menurut saya, termasuk langka tapi mengandung mutiara pengetahuan yang luas dan hakiki. Wajar bila KH. Maimoen Zubair langsung mengkaji naskah kitab mahaguru ulama' Nusantara tersebut.

Kitab ini akan menjawab beberapa pertanyaan yang sering diulang oleh umat Islam dimanapun, tentang Nabi Khidzir, dengan dalil syar'i dan rasional, yang tertib, runtut, dan sangat meyakinkan. Sebagai penela'ah, Kiai Maimoen menyebut Syaikh Mahfudz Tremas sebagai ulama' yang bukan saja membela sebuah pendapat, tapi menelusuri sumber-sumber asalnya lalu memberikan catatan yang shahih.

Menurut Ibnu Katsir, orang yang hanya membela pendapatnya tanpa dasar syar'i adalah bodoh. Syaikh Mahfudz Tremas tidak demikian. Berikut masalah yang berhasil dijawab penulis Kitab Inayatul Muftaqir.

Siapa Nama Asli Nabi Khidzir? 
Tentang siapa ayah Nabi Khadzir, ulama banyak berbeda pendapat. Syaikh Mahfudz merincinya hingga 10 versi. Ada yang menyebut Nabi Khazdir adalah putra Nabi Adam, cucu Nabi Adam (dari Qabil), canggah Nabi Ishaq, keturunan Nabi Harun, keturunan umat Nabi Ibrahim, atau bahkan ada cucu Fi'aun (dari anak perempuan).

Pendapat masyhur di kalangan ulama, nama asli Nabi Khidzir adalah Balya bin Malkan bin Faligh bin Syalikh bin Amir bin Arfakhsyad bin Sam bin Nabi Nuh as. Artinya, beliau keturunan Nabi Nuh yang ke-7. Ini pendapat yang bersumber dari Wahb Ibnu Munabbih.

Khidzir disebut Khidzir karena beliau diceritakan pernah duduk di atas rumput putih (kering) yang langsung berubah hijau (subur dan hidup) seketika. Dalam bahasa Arab, hijau adalah khadzra' (خَضْرَاء). Disebutlah beliau sebagai خضر (yang hijau). Khidzir kemudian menjadi laqab (julukan) untuk Balya bin Malkan. Meski banyak versi soal nama, ulama' menyepakati kunyah Khidzir adalah Abul Abbas.

Dalam bentuk nadham, Syaikh Nawawi Banten dalam Kitab Nurudz Dhalam mengutip pendapat ulama' Arif Billah (arifin): siapa saja yang mengetahui nama Nabi Khidzir (Balya), nama ayahnya (Malkan), kunyah (Abul Abbas) dan laqabnya (Khidzir/Khadzir), dia akan masuk surga. Syaikh Nawawi juga menyebut nama Nabi Khidzir sebagai Balya bin Malkan (hlm: و).

Khidzir Nabi atau Waliyullah? 
Dalam banyak pendapat, ulama sepakat, Khidzir adalah seorang Nabi. Beliau langsung menerima wahyu dari Allah Swt. Buktinya, saat bersama Nabi Musa dan melakukan hal aneh (membunuh dan merusak), ia menjawab:

وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا

Artinya:
"Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (QS. Al-Kahfi: 82).

Bila Khidzir bukan seorang Nabi, tentu saja ia tidak akan lebih tahu daripada Musa as. yang seorang Nabi dan Rasul, kalimullah.

Seperti dinyatakan oleh Abu Hayyan dalam tafsirnya, Khidzir sebagai Nabi adalah pendapat masyhur. Khidzir adalah Nabi yang diberi anugerah oleh Allah Swt. tentang ilmu-ilmu batin (بواطن) sehingga mendapatkan perintah untuk mendekati Nabi Musa dengan ilmu hikmah dari hal-hal yang tampak (lahiriah). Meski begitu, ada segolongan ulama' sufi yang menyebut Khidzir sebagai wali saja.

Bila memang Nabi, apakah Khidzir juga seorang Rasul? Ibnu Munabbih menjawab: dia adalah Nabi yang diutus untuk Bani Isra'il, datang sebagai pembaharu Islam di masa Nabi Musa as. (hlm: 6).

=======
IDENTITAS KITAB:
Nama Kitab : Inayatul Muftaqir fi Ma Yata'allaq Bisayyidinal Khadzir Alaihissalam
Penulis    : Syaikh Mahfudz bin Abdullah At-Turmusi
Muraji'    : KH. Maimoen Zubair
Penerbit   : Al-Maktabah Ma'had Diniy Al-Anwar
Tahun    : 1.428 H.
Tebal      : 74 halaman
Size       : 10.7 MB
Link Download PDF: Inayatul Muftaqir
=======

Mengapa Nabi Khidzir Masih Hidup?
Ceritanya panjang. Kisah dari Ibnu Asakir (ulama ahli sejarah dari Suriah yang menulis Tarikh Damaskus sepanjang 80 jilid) dikutip oleh Syaikh Mahfudz Tremas, seperti di bawah ini:

Sebutlah nama Dzul Qornain. Kisahnya sangat populer. Ia dikenal sebagai seorang yang shalih di mata Allah. Memiliki kedudukan yang tinggi di sisi-Nya hingga memiliki seorang sahabat dari kalangan mala'ikat bernama Rafa'il (رفائيل). Selain shalih, Dzul Qornain adalah seorang yang sangat kuat. Hampir semua daratan di Timur dan Barat dia kuasai.

"Bagaimana cara penduduk langit beribadah kepada Allah?" Tanya Raja Dzul Qornain suatu kali, dalam sebuah obrolan santai bersama Rafa'il.

Mala'ikat Rafa'il berkata, "Ibadah kalian mau dibandingkan dengan bentuk ibadah kami?" Rafa'il menangis, "di langit, ada malaikat yang ibadahnya kepada Allah dengan berdiri, tanpa duduk sama sekali. Ada yang sujud dan ruku' tanpa pernah berdiri sekalipun. Meski begitu, mereka tetap mengatakan: Rabbana, kami tidak pernah mencapai ke tingkatan ibadah yang sesungguhnya".

Dzul Qornain menangis mendengar kualitas taatnya mala'ikat. Ia berkata kepada Rafa'il:

"Aku ingin panjang umur hingga bisa mencapai hakikat ibadah yang sesungguhnya".

"Kamu suka itu (red. panjang umur)?" Tanya Rafa'il.

"Iya".

"Allah memiliki sumber yang disebut sebagai "ainul hayat" (air kehidupan). Siapa saja yang meminum airnya, ia tidak akan mati kecuali meminta kepada Allah agar dicabut nyawanya".

"Kamu tahu dimana lokasinya?"

"Tidak. Cuma, menurut obrolan kami; penduduk langit, Allah memiliki sebuah dhulmah (ruang kegelapan) yang tidak pernah diinjak oleh manusia maupun jin. Kami menduga, di sanalah ainul hayat berada".

Dzul Qornain kemudian mengundang ulama' dari belahan bumi manapun untuk membahas tentang ainul hayat dari Rafa'il tersebut. Mereka tidak tahu. Tapi, saat Dzul Qornain menyinggung soal dhulmah yang dimiliki Allah, ada seorang alim yang terperanjat.

"Mengapa kau tanyakan itu? Dhulmah ada di pusara Matahari".

Sayang, rencana Raja Dzul Qornain untuk menuju lokasi itu ditolak oleh banyak ulama'. Ia kalah lobi. 6000 pasukan Dzul Qornain tak ada yang mau diberangkatkan. Diam-diam, Dzul Qornain mengajak 2000 pasukan rahasianya untuk melakukan misi mencari ainul hayat. Khizdir ada di depan barisan sebagai pemandu.

Khidzir sudah mengetahui terlebih dulu dimana lokasinya dan meminumnya. Tapi ia diam. Dzul Qornain tidak tahu. Ia mengira, ainul hayat lokasinya ada di bibir sebuah bukit. Mandilah dia di lokasi yang sebetulnya bukan ainul hayat itu. Bukan Dzul Qornain yang abadi, tapi Nabi Khidzir. (hlm: 8). Ketika itu, Nabi Khidzir disebut oleh Ka'ab Al-Akhbar memiliki jabatan sebagai wazir (menteri) dalam pemerintahan Raja Dzul Qornain. '

Mengapa Khidzir Tidak Betemu dengan Nabi Muhammad Saw?
Sebagian golongan ada yang tidak yakin Nabi Khidzir masih hidup. Alasannya, kalau dia ada, mengapa saat Nabi Muhammad Saw. hidup ia tidak pernah tampak? Sama sekali Khidzir tidak dikabarkan ikut hijrah, berperang, shalat jama'ah bersama Rasulullah Saw. dan para Nabi saat Isra' dan mi'raj, atau setidaknya berkumpul dengan para sahabat Rasulullah Saw. Padahal, ia juga bertemu Nabi Musa as, sebagaimana diceritakan Al-Qur'an.

Mereka yang mengingkari keabadian Nabi Khidzir berdalil dengan ayat Al-Qur'an:

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ

Artinya:
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad)". (QS. Al-Anbiya': 34).

Mereka juga menyoal perjanjian para Nabi saat Isra' Mi'raj yang tidak ada kabar kedatangan Khidzir di sana, dengan ayat:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ

Artinya:
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi..." (QS. Ali Imran: 81).

Hadits Nabi di bawah ini juga dijadikan dalil menyoal keghaiban Nabi Khidzir (tidak hadir) di saat Rasulullah Saw. hidup.

والذي نفسي بيده لو أن موسى كان حيا ما وسعه إلا أن يتبعني

Artinya:
"Demi Allah yang nyawaku ada di genggaman-Nya, andai Musa hidup, tidak ada alasan bagi dia kecuali menjadi mengikutiku".

Ibnul Jauzi bahkan lebih lantang mengingkari keabadian Nabi Khidzir. Ia menyatakan dengan sebuah hadits: لا نبي بعدي (tidak ada Nabi setelahku). Ia juga menyatakan, bila Khidzir hidup di zaman Nabi Musa as, tentu bentuk tubuhnya berbeda dengan umat Nabi Muhammad Saw. Ia tentu lebih tinggi. Tapi banyak orang mengaku, Nabi Khidzir kadang terlihat sepuh, muda, dan tubuhnya setara dengan orang sekarang. (hlm: 17).

Golongan yang banyak ingkar atas keabadian Nabi Khidzir memang dari kalangan ahli naql (literalis). Semua hadits tentang Nabi Khidzir tidak ada yang selamat dari illat (cacat), misalnya rawinya kurang terpercaya, muatannya khurafat, atau kualitasnya hanya diduga-duga saja.

Namun, hadits Nabi tentang pastinya Nabi Musa as. yang akan ikut ajaran Rasulullah Saw. bila dia hidup, harusnya ditempatkan di wilayah tamanni (mengharapkan yang tidak akan terjadi). Bukan dijadikan sebagai dalil untuk mengambil kesimpulan ingkar atas ketidakabadian Nabi Khidzir.

Oleh Hasan Al-Bahsri, Nabi Khidzir abadi hingga jelang kiamat saat peniupan terompet pertama atau saat Al-Qur'an diangkat oleh Allah -karena banyak dibaca tapi tidak ada yang mengamalkannya-. As-Suhaili, dalam Kitab At-Ta'rif wal A'lam menulis: Khidzir adalah orang yang besok akan dibunuh oleh Dajjal lalu dihidupkan lagi (untuk mengecoh saat mengaku "tuhan").

Bila Nabi Ilyas diberi tugas oleh Allah hidup di bumi, Nabi Khidzir ada di laut. Wajar bila banyak cerita beredar dari kalangan ulama' Nusantara; Nabi Khidzir sering terlihat saat di laut.

Imam Nawawi menegaskan, Khidzir masih hidup dan maujud di tengah-tengah kita. Ini adalah kesepakatan ahli tasawwuf, orang-orang shalih dan ahli makrifat billah. Cerita-cerita bahwa Nabi Khidzir pernah bertemu, berbicara dan berkumpul bersama para ulama' sangat banyak sekali dan sangat meyakinkan.

Saking banyaknya, cerita Nabi Khidzir hidup mencapai derajat mutawatir. Dan setiap yang mutawatir tidak diperlukan lagi syarat tsiqah (keterpercayaan) dan 'adalah (keadilan sikap) para perawinya. Inilah yang disebut Ibnu Shalah dalam fatwanya sebagai mutawatir ma'nawi (mutawatir substansial).

Di bagian akhir, Syaikh Mahfudz Tremas menyertakan beberapa cerita dari ulama' zuhud dan wara' yang bertemu dengan Nabi Khidzir saat masih hidup. Termasuk Imam Syafi'i dan Imam Ibnu Daqiqil Id saat menegur Imam Ahmad Badawi yang dianggapnya tidak pernah terlihat melaksanakan shalat. Anda harus membacanya jika tertarik.

Dengan membaca kitab ini, Kiai Maimoen Zubair berharap agar pembaca semakin cinta kepada hamba Allah yang shalih seperti Nabi Khidzir. Mbah Moen juga menulis, banyak guru atau guru dari gurunya yang pernah bertemu secara kasat mata dengan Nabiyullah Khidzir.

Walhasil, Kitab Inayatul Muftaqir ini ditulis tidak sembarangan. Syaikh Mahfudz mengakui, ulasannya hampir diambil semua dari kitab mu'tamad berjudul Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah dan Az-Zuhrun Nadhar fi Naba'il Khadzir, yang keduanya ditulis oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. [dutaislam.or.id/ab]

Keterangan:
Resensi ini disertakan dalam Lomba Menulis Resensi Kitab Kuning Periode II tahun 2020, kerjasama Unisnu Jepara dan Duta Islam.

Rizka Nur Fatih, santriwati Ma'had Ali Yogyakarta

Iklan