Iklan

Iklan

,

Iklan

Kitab Yaqutun Nafîs (PDF), Ringkasan Fikih Syafi'i yang Menakjubkan

30 Agu 2020, 14:13 WIB Ter-Updated 2024-09-19T00:48:55Z
Download Ngaji Gus Baha
kitab pdf al yaqutun nafis hadramiyah
Cover Kitab Yaqutun Nafis. Foto: dutaislam.or.id.

Oleh Muhamad Abror

Dutaislam.or.id - Pada tahapan awal mempelajari ilmu-ilmu keislaman, ulama-ulama terdahulu (yang juga menjadi acuan kurikulum banyak pesantren di Indonesia) memulainya dengan menghafal, mendiskusikan dan mendalami betul kitab-kitab matan ataupun mukhtashar (ringkasan).

Mereka tidak langsung mempelajari kitab-kitab syarah, hâsyiyah ataupun kitab-kitab lain yang pembahasannya lebih luas. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan terlebih dahulu penguasaan ilmu yang akan dipelajari dalam kitab-kitab yang lebih komprehensif lagi. Sebuah adagium mengatakan:

 من حفظ المتون حاز الفنون 

Artinya:
Barangsiapa banyak menghafal pokok ilmu, niscaya akan memperoleh banyak cabang ilmu.”

Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathirî (w. 1360 H), seorang ulama kelahiran Tarim Hadhramaut pada tahun 1312 H., menulis sebuah kitab mukhtashar dengan nama “Al-Yâqût An-NafÎs Fî Mazhab Ibni Idrîs” yang merupakan ringkasan fikih mazhab Syâfi’î. “Al-Yâqût” bermakna jenis batu mulia yang transparan (tembus pandang) serta berwarna biru kemerahan. Sementara kata “An-Nafîs” memiliki arti “berharga”.

Melalui pemaknaan ini, rupanya penulis menghendaki kitab ini menjadi kitab yang sangat berharga, sebagaimana berharganya batu mulia yang amat langka dan tidak ternilai harganya. Sedangkan kata “Fi Mazhab Ibni Idrîs” mengindikasikan bahwa kitab tersebut fokus membahas fikih mazhab Syâfi’î. Sebab Ibnu Idrîs yang dimaksud dalam nama kitab tersebut adalah Imam Syâfi’î, di mana nama lengkap Imam Syâfi’î adalah  Muhammad bin Idrîs Asy- Syâfi’î.

Penulisan kitab ini berawal dari permintaan guru penulisnya, Syaikh Abdullâh Asy-Syâthirî. Sebagaimana tujuan umum sebuah kitab mukhtashar, ditulisnya kitab ini adalah untuk memudahkan para pelajar pemula (ibtidâ) dalam menghafal fikih mazhab Syâfi’î. Selain itu juga untuk memudahkan para pengajar supaya tidak perlu “repot-repot” membuat sebuah modul yang tidak mudah.

Asy-Syathirî, panggilan penulis kitab ini, hidup pada abad ke 14 H, sebuah masa akhir di mana mazhab Syâfi’î menemukan kematangannya. Alasan tersebutlah yang menjadikan kitab ini banyak mendapatkan apresiasi yang cukup tinggi. Apalagi isi kitab ini sudah meringkas tahqiq-tahqiq ulama Syafi’iyah kontemporer (muta’akhirîn).

Sebagai kitab mukhtashar, “Al-Yâqût An-Nafis” banyak dikaji dan menjadi rujukan bagi para pengkaji pemula fikih mazhab Syâfi’î di lembaga-lembaga pendidikan Islam, terutama di Hadramaut, negeri asal penulisnya. Para pelajar Indonesia lulusan dari negeri itu juga ikut mengembangkan kitab tersebut di negara asalnya. Biasanya diajarkan ke murid-muridnya atau para santri.

Sebagai upaya untuk memudahkan pembacaan kitab ini, seorang ulama bernama Salim Bukayyir (murid penulis kitab terkait) membuat ta’lîq (catatan) yang berada di bawah kitab ini. Hal ini pula dapat memudahkan pembaca untuk memahami setiap istilah dan pembahasan yang dipaparkan.

Menakjubnya, kitab “Al-Yâqût An-Nafis” juga ditulis ulang dalam bentuk nadham dengan kitab yang berjudul “Qut Al-Yawâqît” yang berjumlah 1007 bait oleh Muhammad Asy-Sayanqithi. Demikian juga dalam kitab dengan judul “Asy-Syafî Al-Anîs Fî Nazmi Al-Yâqût An-Nafis” yang berjumlah 866 bait oleh Abdullah Baroja’. “Al-Yâqût An-Nafis”  juga memiliki kitab syarah (penjelas), di antaranya kitab “Syarhu Al-Yâqût An-Nafis” yang ditulis oleh putra pengarang sendiri yaitu Muhammad Asy-Syâthirî.

Selain itu, kitab ini juga banyak ditelaah dan mendapatkan apresiasi tinggi dari banyak ulama. Di antaranya, sebagaimana dijelaskan dalam Syarah “Al-Yâqût An-Nafis”, yaitu Syaikh Abdullah bin Umar Asy-Syâthirî (ulama yang menginisiasi ditulisnya kitab ini), Sayyid Muhsin bin Ja’far (mutfi daerah Sahil dan syaikh di daerah Ribath Al-Ghil), Syaikh Abdullah Bukair (pimpinan dewan hakim di Mukalla), Sayid Al-Faqih Alawi bin Abdullan As-Saqaf (seorang hakim di daerah Sai’un), Syaikh Al-Mufti Salim Sa’id Bukayyir (salah satu murid penulis), Syaikh ‘Ali bin Sa’id Bamakhramah (seorang hakim di daerah Al-Ghil), dan Syaikh Muhammad bin Abdullah Bajunaid (seorang hakim di daerah Mukalla). Di antara ulama yang kagum dengan adanya kitab “Al-Yâqût An-Nafis” adalah dua ulama besar Tarim, yaitu Sayyid Hasan bin Isma’il dan Sayyid Salim bin Hafiz.

=======
IDENTITAS KITAB:
Judul Kitab: Al-Yaqutun Nafîs Fî Madzhab Ibni Idrîs
Penulis: Syaikh Abdullâh Asy-Syâthirî
Penerbit: Dar Al-Minhaj
Tahun: 2011
Size: 5,64 MB
Tebal: 377 halaman
Link Download PDF: Kitab Yaqutun Nafis
=======

Sebelum memasuki pembahasan bab fikih pertama, Tahârah (bersuci), Syaikh Ahmad As-Syâthirî mengawalinya dengan pemaparan Mabâdî ‘Asyrah atau sepuluh dasar (principles) yang berisi sepuluh poin penting sebelum memasuki dan mendalami suatu disiplin ilmu. Hal itu supaya seseorang bisa menguasai ilmu secara maksimal baik dari segi ontologis, epistemologis, maupun aksiologisnya.

Jika kita membaca kitab-kitab lain, tidak semua kitab mengawalinya dengan poin-poin ini, apalagi sekelas kitab ringkasan (Mukhtashar). Sepuluh poin itu adalah: Al-Hadd (definisi, Al-Maudhû’ (subjek), Al-Fâidah (manfaat), Al-Masâil (issues), Al-Ism (nama disiplin ilmu), Al-Istimdâd (sumber), Hukmu As-Syâri’ fîh (hukum syara’ terhadap disiplin ilmu), An-Nisbah ilâ sâiri Al-‘Ulûm (penisbatan suatu disiplin ilmu pada ilmu-ilmu yang lain), Al-Fadhlu (keutamaan disiplin ilmu), dan Al-Wâdi’ (creator/ founder).

Definisi Pada Setiap Bab
Tidak seperti kitab mukhtashar pada umumnya, “Al-Yâqût An-Nafis”  selalu mengawali pembahasan dalam setiap babnya dengan definisi secara detail, singkat dan padat. Istilah mantiqnya Jami’ dan Mani’. Baik secara etimologi maupun terminologi.

Hal ini tentu akan lebih memudahkan bagi para pengkajinya sebelum mendalami bab tertentu. Karena pada dasarnya definisi sebuah bab adalah pengantar dari pembahasan bab itu sendiri. Contoh definisi dalam bab salat (hlm. 66):

الصلاة لغة: الدعاء بخير، وشرعا أقوال و أفعال مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم

Bahasa Mudah Dipahami
Bahasa yang digunakan kitab ini juga mudah dipahami. Untuk kitab ringkasan dengan pembahasan yang sangat padat, biasanya penulis terjebak dalam dalam susunan yang sulit dipahami karena dituntut menggunakan bahasa yang sangat padat dan kaya makna. Tetapi hal ini tidak terjadi dalam “Al-Yâqût An-Nafis”. Bahasa yang digunakan ulama lahiran Yaman ini mudah dicerna dan tanpa harus menelaah lebih keras untuk menguraikan setiap rangkaian kata yang disusun.

Sistematis
Kelebihan lain yang dimiliki kitab ini adalah pola susunannya yang sangat sistematis sehingga memudahkan pengkaji dalam memetakan pembahasan. Contoh pembahasan dalam bab wudlu. Penulis memulai dengan menjelaskan definisi wudlu, baik secara etimologi maupun terminologi.

Lalu dalam paragraf yang berbeda, penulis menjelaskan fardlu-fardlu wudu. Pada paragraf berikutnya dibahas sub bab mengusap khûf, kemudian sub bab syarat-syarat wudlu, sunah-sunah wudlu, hal-hal yang makruh dalam wudlu, hal-hal yang membatalkan wudlu, dan hal-hal yang diharamkan bagi orang yang batal wudlunya.

Pada tiap-tiap sub bab, penulis mencantumkan judul sub bab di atas paragraf. Menariknya lagi, penulis juga menggunakan tanda baca untuk lebih mudah memahami dan memetakan, seperti titik dua, dan koma, di mana tanda baca ini jarang ditemukan dalam kitab-kitan selainnya.

Pemaparan Contoh Kasus
Ketika memulai pembahasan tentang mu’amalah, munakahah, faraidl dan jinayat, disamping disajikan dengan cara sistematis, penulis selalu menghadirkan contoh praktik sederhana terkait teori yang sedang diulas.

Dengan menghadirkan contoh permasalahan di akhir setiap pembahasan, seolah pembaca diajak untuk mem-visual-kan sebuah kasus dengan penerapan teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan betapa penulis menguasai secara utuh, baik materi yang disampaikan maupun metode penulisan yang dibutuhkan, terutama di era serba praktis seperti sekarang ini.

Contohnya ada dalam bab jual beli atau Al-Bai’ (hlm. 123):

صورة البيع أن يقول زيد لعمرو: بعتُك هذه الدار بألف دينار، فيقول عمرٌو: قبلتُ

Penjelasan sistematis seperti ini tidak dimiliki oleh kitab-kitab mukhtashar fikih mazhab Syafi’i lainnya, seperti kitab Safinah An-Najah karangan Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadrami (w. 1271 H), Riyadlul Badi’ah karangan Syaikh Muhammad Hasbullah (w. 1335 H), Muqadimah Al-Hadramiyah karya Syaikh ‘Abdullah bin Abdurrahman Bafadhal Al-Hadlrami (w. 918 H), Matan Abi Suja’ karya Syaikh Ahmad bin al-Husain al-Ashfahani (w. 593 H) dan lain sebagainya.

Materi Bisa Dipertanggungjawabkan (Al-Mu’tamad)
Kitab “Al-Yâqût An-Nafis”  merupakan kitab kontemporer. Artinya semua pembahasan di dalamnya bisa dipertanggungjawabkan (Al-Mu’tamad). Penulis amat yakin bahwa sebelum menulis kitab ini, Asy-Syathirî sudah mengkaji dan menguasai kitab-kitab turâts yang menjadi rujukan banyak kalangan.

Dengan begitu pembaca kitab ini seolah sudah disuguhkan ringkasan dari apa yang telah dikaji oleh penullis selama ini. Dalam ta’liqan syarah “Al-Yâqût An-Nafis” cetakan Dar Al-Minhaj, banyak sekali penyebutan sumber kutipan langsung dari kitab-kitab mu’tamad sebagai penjelas dari matan “Al-Yâqût An-Nafis”, seperti Al-Mughnî, Raudah an-Nâdhir, Bidayah al-Mujtahid, Hawâsyî Syarh al-‘Umdah, Al-Muhazab, Mughnî al-Muhtâj, dan lain sebagainya. Ini menjadi indikasi kuat bahwa poin-poin yang ada dalam “Al-Yâqût An-Nafis”  bersumber dari kitab-kitab Mu’tamad.

Komprehensif
Sebagai kitab mukhtashar, kitab ini cukup komprehensif untuk menyajikan semua pembahasan fikih madzhab Syafi’i. Dimulai dari pembahasan ‘Ubûdiyyah (ritual ibadah), Mu’âmalah (interaksi sosial), Farâidl (pembagian harta waris) Munâkahah (pernikahan) dan Jinâyat (pidana). Tentu, tidak semua kitab mukhtashar menyajikan semua pembahasan ini.

Kitab Safînah An-Najâh karangan Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadrami dan kitab Riyâdlul Badî’ah karangan Syaikh Muhammad Hasbullah misalnya, hanya membahas bagian ‘Ubûdiyyah saja. Atau Muqadimah Al-Hadramiyah karya Syaikh ‘Abdullâh bin Abdurrahmân Bâfadhal Al-Hadlramî yang hanya mencakup ‘Ubûdiyyah, Mu’âmalah dan Farâidl saja.

Kekurangan Kitab Yâqûtun Nafîs
Bagaimanapun sebuah karya, pastilah memiliki kekurangan. Kitab yang meringkas secara komprehensif fikih mazhab Syâfi’î ini pun demikian. Kitab ini tidak mencantumkan sumber (mashâdir) dari kitab-kitab mu’tamad fikih Syâfi’î secara eksplisit. Apalagi untuk sebuah kitab kontemporer yang biasanya sangat patuh pada kaidah penulisan.

Ini menjadi salah satu kekurangan yang hemat penulis cukup disayangkan, lebih-lebih kitab ini identik dengan corak kontemporernya.

‘Ala kulli hâl, sesuai tujuan awal disusunnya, kitab ini merupakan kitab mukhtashar (ringkasan) fikih mazhab Syâfi’î yang sangat lengkap, padat dan sistematis. Dengan ciri khas bahasanya yang mudah dipahami, kitab ini sangat cocok dinikmati para pengkaji fikih Syâfi’î tingkat pemula.

Di samping itu, dengan adanya pengakuan serta apresiasi tinggi dari banyak ulama, terutama di Hadramaut, kitab ini sangat recomended dijadikan sebagai pegangan awal untuk memahami betul fikih Syâfi’î yang amat menakjubkan itu. [dutaislam.or.id/ab]

Keterangan:
Resensi ini disertakan dalam Lomba Menulis Resensi Kitab Kuning Periode II tahun 2020, kerjasama Unisnu Jepara dan Duta Islam.

Muhamad Abror, tinggal di Losari, Brebes, Jawa Tengah

Iklan