Ilustrasi tidak adanya kaitan antara virus Corona dan komunisme yang dihembuskan kalangan radikal Islam di Indonesia untuk membela imam besar. Foto: istimewa. |
Oleh Ayik Heriansyah
Dutaislam.or.id - Kaum radikal di Indonesia menyambut hangat mewabahnya virus Corona di kota Wuhan Cina. Mereka yang pembenci ideologi komunisme Cina merasa bahagia. Mereka meyakini wabah virus Corona yang telah menelan korban tewas sebagai azab balasan setimpal atas kedzaliman pemerintah Cina kepada kaum muslim Uighur.
Lebih jauh lagi, mereka berharap wabah virus Corona berdampak kepada perekonomian negara Cina. Sehingga Cina mengalami krisis ekonomi lalu berlanjut menjadi krisis politik.
Emosi ideologis serba tanggung kaum radikal di Indonesia di atas, sebenarnya tidak perlu, sebab tidak ada keterkaitannya dengan status kita sebagai seorang muslim dan warga negara Indonesia.
Baca: Vaksin Bisa Bebaskan Anak dari Virus Selamanya? Itu Khurafat
Bagi kita umat Islam, meyakini bahwa Allah swt yang menurunkan penyakit dan obatnya. Dia swt juga yang berwenang memberi rezeki sehat atau sakit kepada hamba-Nya. Apapun agama hamba-Nya itu. Allah swt menimpakan penyakit sesuka kehendak-Nya. Apakah nanti penyakit tersebut menjadi ujian, hukuman atau azab, bagi penderitanya, hanya Dia swt yang Maha Tahu.
Soal wabah penyakit tidak perlu di-ideologisasikan, karena virus, bakteri dan jamur penyebab penyakit tidak punya ideologi tertentu. Mewabahnya virus Corona di Cina bukan karena negara tersebut berideologi komunisme.
Jika karena ideologi komunisme, sudah barang tentu, virus tersebut juga mewabah ke negara Korea Utara dan Kuba. Akan tetapi faktanya tidak demikian. Lebih tepat kalau kita pandang masalah wabah penyakit dengan pandangan ilmiah/saintifik/kedokteran. Itu yang lebih rasional dan realistis.
Wabah penyakit tidak mengenal bentuk daulah. Daulah Nabawiyah di Madinah pernah mengalami hal serupa. Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Ibnu Ishaq meriwayatkan dari 'Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata,
“Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menginjakkan kakinya pertama kali di Madinah, ia merupakan tempat yang sedang dilanda wabah demam. Di lembahnya mengalir air yang tercemar. Para sahabat Nabi mengalami bala ujian dan penyakit, namun Allah melindungi Nabi-Nya dari semua itu.”
Dalam kitab Al Muwaththa', ada riwayat dari 'Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiallahu 'anhu, ia berkata, ketika tiba di Madinah banyak dari kami yang meninggal dunia karena demam yang tinggi.
'Aisyah radhiallahu 'anha berkata, “Kami tiba di Madinah dan ia adalah negara yang paling banyak wabah penyakitnya. Ia melanjutkan, air yang mengalir di lembah Buthhan pada waktu itu tercemar.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ وَصَحِّحْهَا وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا وَانْقُلْ حُمَّاهَا فَاجْعَلْهَا بِالْجُحْفَةِ.
“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah mencintainya sebagaimana kecintaan kami kepada Makkah atau bahkan lebih. Ya Allah, berkahilah sha' kami, mudd kami, dan benarkanlah ia untuk kami serta pindahkan wabah penyakitnya ke Juhfah.”
Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan, “Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat musibah demam dan kematian yang menimpa para sahabatnya, beliau khawatir mereka akan membenci Madinah karena jiwa merasa berat menerima apa yang menimpa mereka.
Maka beliau berdoa kepada Allah untuk menghilangkan wabah penyakit yang mematikan tersebut dari mereka dan agar menjadikan mereka mencintai Madinah sebagaimana kecintaan mereka kepada Makkah atau bahkan lebih.”
Negeri tempat hijrah Nabi saw, daulah Islam pertama, daulah Nabawiyah di awal pembentukannya adalah negeri yang penuh wabah penyakit dan airnya tercemar.
Sampai-sampai para sahabat senior, seperti Bilal radhiallahu 'anhu merasa berat menanggung bala ujiannya dan mendoakan kejelekan kepada orang-orang kafir yang menjadi sebab kedatangannya ke Madinah. Padahal ia adalah sahabat yang sudah teruji dalam menanggung bala ujian.
Daulah Khilafah tepatnya di masa Khalifah Umar bin Khattab, pernah mewabah penyakit kolera (wabah qu'ash) di daerah Syam sekitar tahun 18 Hijriyyah. Wabah ini menelan korban jiwa sebanyak 25 ribu kaum muslimin. Di antara yang meninggal adalah sahabat Nabi saw; Mu'adz ibn Jabbal, Abu Ubaidah, Syarhbil ibn Hasanah, Al-Fadl ibn Al-Abbas ibn Abdul Muthallib.
Baca: Ketika Virus Pesimisme Disebar untuk Kecurigaan: "Ummat Dipojokkan", Katanya
Bandingkan dengan korban virus Corona di Wuhan yang dilansir CNN (29/01/2020), pihak berwenang Cina mengumumkan 132 orang tewas akibat virus Corona. Semuanya di daratan Cina.
Ketika penyakit mewabah, Rasulullah saw mengajarkan para sahabat untuk bersabar dan lebih menguatkan rasa cinta air. Beliau saw berdo’a kepada Allah swt, agar diberikan rasa cinta tanah air Madinah melebihi cinta tanah air mereka ke Mekkah.
Ajaran Rasulullah saw ini membantah pendapat kaum radikal bahwa cinta tanah air (hubbul wathan) hukumnya haram. Justru di saat-saat genting rasa cinta tanah air (patriotisme) lebih diperkuat.
Jumlah korban tewas akibat virus Corona di Wuhan jauh lebih sedikit ketimbang korban wabah kolera di Syam dalam daulah Khilafah di masa Umar bin Khaththab. Kalau menggunakan logika sederhana kaum radikal, ini bukti, sistem komunisme ternyata lebih baik daripada sistem khilafah.
Dari kasus wabah virus Corona, narasi kaum radikal bahwa sistem khilafah adalah sistem terbaik, ikut mati. [dutaislam.or.id/ab]