Makam Mbah H. Ali Shidiq di Desa Rengging, Rt. 20 Rw. 03, Pecangaan, Jepara. Foto: dutaislam.or.id. |
Dutaislam.or.id - Mbah H. Ali Shidiq adalah cucu Sunan Kalijaga ke-22 dan keturunan ke-8 Panembahan Senopati yang dimakamkan di Mindahan, Batealit, Jepara. Ayahnya, Syamsuri, berasal dari Desa Mindahan. Berikut silsilah lengkapnya:
- Raden Syahid (Sunan Kalijaga)
- Raden Sahur (Ranggalawe VI)
- Maulana Maghrib (Kedung Malang)
- Ki Ageng Tarub (Grobogan)
- Ki Bodan Kejawen (Lembu Peteng)
- Ki Ageng Getas Pendowo (Turi)
- Ki Ageng Sela
- Ki Ageng Nis
- Ki Ageng Pemanahan
- Sutowijoyo (Panembahan Senopati)
- Amangkurat
- Sultan Agung
- Hamengkubuwono I (Imogiri)
- Hamengkubuwono II (Bargede)
- Raden Ngabehi Sasi Senopati (Makam di Mindahan)
- Raden Sura (Makam Dzatul Kafi, Cirebon)
- Raden Wasi (Makam Dzatul Kafi, Cirebon)
- A. Sulasih (Makam di Gondokusuma, Lasem)
- Raden A. Ratih (Makam di Gondokusuma, Lasem)
- Raden Abdullah (Makam Geneng Pangklengan)
- Syamsuri
- H. Ali Shidiq
Tidak diketahui persis kapan tahun kelahiran Mbah H. Shidiq. Tapi wafatnya dipastikan pada tahun 1977. Usianya mencapai 90 atau 109 tahun. Belum ada sumber yang memastikan tim Pemburu Makam yang pada Rabu, 30 Desember 2020, ziarah ke sana dan bertemu dengan dzurriyyah.
Selama hidup, Mbah Shidiq menikah dua kali. Istri pertama bernama Maryam, dan istri kedua adalah Zainab. Keduanya dimakamkan di kompleks yang sama, di belakang masjid Al-Muttaqin Rt 20, Rw. 03, Desa Rengging, Kec. Pecangaan, Jepara.
Oleh keluarga dan warga Rengging, Mbah H. Ali Shidiq dikenal sebagai kiai yang peduli lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Ia juga dikenal sebagai ulama' yang memiliki karomah seperti waliyullah.
Baca: Pindahnya Makam Mbah Sentono Sekeluarga ke Pecangaan Wetan Jepara
Bisa dikatakan, Mbah H. Shidiq adalah tokoh yang babat alas di lingkungannya, Rengging, Pecangaan, Jepara. Ada 4 masjid di Rengging yang hingga kini masih ada. Semuanya dibangun oleh Mbah Shidiq.
Pertama kali, Mbah Shidiq membangun masjid di depan rumahnya (Al-Muttaqin) pada tahun 1926. Lalu membangun masjid di Jatilangon, di dekat Mbah Kastiman, dan masjid lagi yang sekarang dikelola oleh H. Zuhdi.
Semua masjid tersebut dibangun pertama kali dengan bangunan awal gubuk kecil terbuat dari bambu wulu. Selain masjid, Mbah H. Shidiq juga membangun lembaga pendidikan, Madrasah Ibtida'iyah (MI) Mafatihul Huda, Rengging, yang dibangun pada 1930.
Gara-gara membangun madrasah dan masjid yang kemudian dijadikan tempat takbiran di Hari Raya, Mbah H. Shidiq ditahan oleh pihak Belanda di markas Jepara, yang saat itu sedang ketat dilarang. Meski begitu, ia sempat dikeluarkan lagi.
Jalan-jalan raya kampung dan bendungan irigasi di Rengging juga dibangun oleh beliau. Dulu, jalan dari Rengging ke arah Lampitan, Bangsri, Mlonggo dan Losari masih setapak. Diceritakan, Mbah Shidiq sering ngonthel (bersepeda) jika hendak menuju ke desa-desa sebelah, dan setiap pulang membawa banyak besek (makanan dalam kresek bambu) ditaruh pada sebuah pikulan bambu berjejer.
Selain sebagai kiai, Mbah Shidiq juga dikenal sebagai ahli khitan. Halim berkali-kali bertemu dengan warga Bangsri yang mengaku kenal dengan Mbah Shidiq karena dulu pernah disunat.
Ahli Sedekah
Mbah Shidiq juga dikenal sebagai petani yang berhasil. Pandai bertanam kelapa, tebu dan hasilnya diolah sendiri menjadi gula dan lain-lainnya untuk dijual dan disedekahkan ke banyak orang.
Di Siranda (daerah perbatasan Lampitan dan Rengging) misalnya, Mbah H. Shidiq membangun perkebunan kelapa. Setiap 10 meter, kelapa ditanam berurutan dan berbuah hingga Belanda memberikan penghargaan khusus kepada Mbah Shidiq sebagai orang yang pertama kali berhasil menanam kelapa di Jepara.
Saat bertani di hutan, Mbah Shidiq tidak jarang memberi uang kepada seorang perempuan yang mau berdandan (pupuran). Mengapa? Perempuan yang mau berdandan, bagi Mbah Shidiq, sama saja berbuat ibadah menyenangkan suaminya. Makanya, Mbah Shidiq memberinya uang sedekah.
Anak kecil yang sedang bermain pun acap menerima uang dari Mbah Shidiq secara cuma-cuma. Saking dermawannya, imam masjid, perabotnya beserta bilal Subuh dan kiai yang mengajar ngaji usai Maghrib di masjid juga diberi tanah bengkok oleh Mbah Shidiq. Semua tanah bengkok masjid ini masih beroperasi hingga sekarang.
Foto Mbah H. Ali Shidiq. Foto: dutaislam.or.id. |
Guru-guru yang mengajar di MI juga diberi tanah bengkok, yang sekarang menjadi lapangan. Syaratnya, bengkok tidak boleh dijual. Dan bila guru yang mengajar wafat, harus diberikan kepada keturunannya, dengan syarat: mau mengajar di MI juga.
Keramat Mbah H. Ali Shidiq
Guru Mbah H. Shidiq adalah Mbah Pupus, asal Pati. Ilmunya sangat tinggi dan sakti. Dari Mbah Pupus, Mbah H. Shidiq mendapatkan ilmu bisa melompat dari satu pucuk (pupus) pohon pisang ke pupus lainnya. Ilmu itu disebut sebagai Ilmu Pupus Gedang.
Beberapa cerita tentang keramat Mbah Shidiq sangat banyak. Saat bersepeda ke luar desa misalnya, Mbah Shidiq diceritakan pernah diincar oleh sekelompok perampok. Anehnya, mereka justru tertidur pulas dan Mbah Shidiq membangunkannnya saat pulang. Bahkan diberi makan dan uang, lalu diminta pulang.
Baca: Pindahnya Makam Mbah Kiai Santri ke Pecangaan Wetan, Jepara
Di jalan, Mbah Shidiq juga pernah bertemu dengan rombongan macan. Anehnya, tidak ada macan yang berani mendekat. Mbah Shidiq dulu memiliki pusaka berbentuk cakar garuda yang di bawahnya ada bendolan laiknya telur segenggaman, yang konon sangat ditakuti makhluk buas seperti macan.
Ketika masih bertempat tinggal di rumah yang ada di bawah Pohon Sawo bersama istri kedua Zainab, Mbah Shidiq pernah mengalami pencurian. Si pencuri yang sedang melubangi rumah kayu itu tidak bisa bergerak tiba-tiba. Tangannya kaku sambil memegang linggis, dari malam hingga pagi dini hari.
Mbah Shidiq yang baru datang dari nyunati memergoki mereka. Bukannya dihajar, para pencuri itu malah diminta mandi, sarapan dan diajak ngopi bersama sebelum mereka diberi uang serta bekal untuk agar pulang. Mereka tidak jadi mencuri tapi disedekahi tebu, gula dan lain-lain, oleh Mbah Shidiq.
Saat naik haji, orang-orang juga bersaksi kalau Mbah Shidiq melakukan perjalanan dari Makkah ke Madinah dengan jalan kaki. Ceritanya, mereka sempat menawari Mbah Sidhiq naik bus bersama. Beliau menolak halus dengan alasan jalan kaki saja. Ternyata, setelah rombongan sampai ke Madinah, Mbah Shidiq sudah sampai duluan.
Mbah Shidiq pernah berharap ingin wafat di Makkah, di tempat Syaikh Hasyim, ulama' tanah Haram asal Kedungombo -kakak Kiai Abdullah Nawawi, Jepara- yang bermukim lama di sana. Mbah Shidiq akhirnya ngawulo (mengabdi) di Syaikh Hasyim. Tapi niatan wafat di Makkah tidak dikabulkan oleh Allah Swt.
Semasa hidup Mbah H. Shidiq pernah memprediksi Rengging akan nampak seperti kota di masa depan, yang memiliki pusat pendidikan dan agama Islam. Ia juga pernah mengatakan, batu-batu di Rengging akan berguna, dan semua itu sekarang terbukti.
Saat wafat, Mbah Shidiq meninggalkan dua orang anak bernama Hj. Mahmudah dan H. Ni'am Rosyid. Hampir semua keterangan dalam laporan ini bersumber dari Noor Halim, cucu Mbah H. Ali Shidiq dan Kang Ufiq, buyut Mbah H. Ali Shidiq. [dutaislam.or.id/ab]