Iklan

Iklan

,

Iklan

Golongan Umat Nabi Muhammad SAW di Akhir Zaman

Duta Islam #07
14 Mar 2021, 21:21 WIB Ter-Updated 2024-08-17T21:02:26Z
Download Ngaji Gus Baha
golongan umat nabi akhir zaman
Umat nabi di akhir zaman. Foto: istimewa

Dutaislam.or.id -
Kata adha'u (أَظَاعوْا) adalah kata kerja lampau plural. Bentuk tunggalnya adalah adha'a (أَظَاع) fi'il madhi mazid (bertambahan huruf). Terbentuk dari proses penambahan huruf hamzah (أَ) di awal kata dha'a (َظَاع) yang tersusun dari huruf dhad, ya', dan 'ain. 

Makna dasar dha'a (َظَاع) adalah 'hilang', 'rusak'. Penambahan itu sendiri berfungsi untuk mengubah kata kerja tersebut dari intransitif menjadi transitif. Dengan demikian, adha'a (أَظَاع) berarti "menghilangkan" atau "merusak". Selanjutnya, dari makna dasar tersebut, kemudian muncul makna-makna 'membuang' karena sesuatu yang dibuang akan hilang, 'mengabaikan' atau 'menelantarkan' karena akibatnya akan hilang, 'memboroskan' karena harta akan hilang percuma, 'menyia-nyiakan' karena akibatnya akan menghilangkan, 'semerbak' (baunya) karena akan menghilangkan bau yang lain. 


Adapun kata dhai'ah (perabot), meskipun seakar dengan dha'a (َظَاع), menurut Ibnu Faris, bukan asli, tetapi bahasa muhdatsah (baru) sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai turunannya.

Di dalam Al-Qur'an, kata adha'u (أَظَاعوْا) dan kata-kata yang seakar dengannya terulang 10 kali, semuanya dalam bentuk kata kerja, sekali di dalam bentuk lampau dan sembilan kali didalam bentuk kata kerja masa kini atau mendatang (mudhari'). Semua kata itu digunakan berkaitan dengan perbuatan Allah, kecuali pada (QS. Maryam: 59), yaitu berkaitan dengan perbuatan manusia.

Pada (QS. Maryam: 59), adha'a diartikan dengan 'menyia-nyiakan (shalat). Para ulama berbeda pendapat tentang adha'u ash-shalah (menyia-nyiakan shalat) di dalam ayat tersebut. Ibnu Jarir dan Ibnu Ka'ab Al-Qurazi menafsirkannya dengan 'meninggalkan shalat secara keseluruhan'. 

Jadi, orang yang melakukan hal yang demikian berarti kafir, sebagaimana terdapat pada hadits yang menyatakan, "Yang membedaknn di antara hamba (yang beriman) dengan syirik adalah meninggalkan shalat", atau di dalam hadits lain, "Perbuatan yang membedakan kita (orang lslam) dengan mereka (orang kafir) adalah shalat dan barang siapa yang meninggalkannya sungguh telah menjadi kafir". 

Akan tetapi, menurut Ibnu Mas'ud yang didukung oleh Al-Qurthubi, maksudnya adalah menyia-nyiakan waktu, rukun-rukun, syarat-syarat shalat sehingga pelaksanaannya tidak sempurna. Alasan mereka didasarkan pada (QS. Al-Ma'un: 5), "(yaitu) orang-orang yang lalai di dalam shalatnya"; (QS. Al-Mu'minun: 9), "Dan orang-orang ymg memelihara shalatnya"; (QS. Al-Ma'arij: 23), "yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya". 

Ayat ini sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat karena perbuatan tersebut merupakan salah satu dosa besar; bahkan, di dalam riwayat Umar ra., semua amal pahala ibadah yang lain akan sia-sia bila orang tidak menunaikan shalat. Ulama juga berbeda pendapat tentang siapa saja yang dimaksudkan dengan "kelompok yang datang kemudian" yang menyia-nyiakan shalat didalam ayat itu. Menurut Mujahid, yang datang kemudian adalah Nasrani, yaitu sesudah Yahudi, tetapi menurut Al-Qarazi, Ata', dan Mujahid sendiri di dalam riwayatnya yang lain, yang dimaksud dengan yang datang kemudian itu ialah golongan umat Muhammad di akhir zaman.

Adapun penggunaan adha'a yang merupakan perbuatan Tuhan, yaitu bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan:

1. Iman hamba-Nya (QS. Al-Baqarah: 143). Yang dimaksud "iman" di dalam (QS. Al-Baqarah: 143) adalah amal ibadah, khususnya (shalat) yang dilakukan oleh para sahabat yang meninggal sebelum turun ayat yang memerintahkan shalat diamalkan menghadap ke Ka'bah. Ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan sahabat tentang pahala shalat mereka karena datangnya perubahan arah kiblat. Allah menurunkan ayat ini sebagai jaminan bahwa pahala mereka itu tetap tercatat dan akan dibalas oleh Allah kelak.

2. Pahala dari amal perbuatan hamba-Nya yang beriman (QS. Ali-Imran: 171), yaitu orang-orang yang mati syahid karena membela agama Allah;

3. Pahala ulul albab, baik laki-laki maupun perempuan (QS. Ali 'Imran: 195), yaitu yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring; memikirkan bagaimana penciptaan langit dan bumi dan mengakui keagungan Allah; beriman ketika mendengarkan seruan kepada iman itu; dan selalu berdoa kepada Allah;

4. Pahala orang yang berbuat amal saleh/perbaikan (QS. Al-A'raf: 170), yaitu perbuatan umat Nabi Musa as. yang bertakwa, memegang teguh Kitab Taurat, dan mendirikan shalat.

Pahala orang yang berbuat ihsan, yaitu beriman dan beramal saleh (QS. Al-Kahf: 30); membunuh musuh dalam peperangan membela agama Allah (QS. at-Taubah: 120); sabar (QS.Hud: 115); perbuatan Yusuf as. membantu orang mengartikan mimpi raja Mesir, menangani masalah logistik kerajaannya (QS. Yusuf: 56), membantu saudaranya yang telah berbuat jahat terhadapnya dan tidak mendendam kepada mereka (QS. Yusuf: 56 dan 90). [dutaislam.or.id/ka]

Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 50-51, ditulis Zubair Ahmad 

Iklan