Iklan

Iklan

,

Iklan

7 Usaha Menuju Keberuntungan Dunia dan Akhirat

Duta Islam #07
11 Apr 2021, 23:58 WIB Ter-Updated 2024-08-17T21:04:41Z
Download Ngaji Gus Baha
Kunci sukses dunia akhirat
Kunci sukses dunia akhirat. Foto: istimewa

Dutaislam.or.id -
Kata aflaha (أَفْلَحَ) adalah bentuk fi'l madhi (kata kerja berbentuk lampau) dari kata falah. Kata falah sendiri terambil dari kata falaha - yaflahu - falhan wa falalahatan (yang berakar pada huruf-huruf fa', lam dan ha'. Rangkaian huruf-huruf ini diartikan sebagai 'hasil baik', 'sukses', atau 'memperoleh apa yang dikehendaki'. 

Darisini, kata falah seringkali diterjemahkan dengan 'beruntung', 'berbahagia', 'memperoleh kemenangan', 'memperoleh keselamatan', dan sejenisnya. 

Al-Ashfahani di dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an membagi falah di dalam arti 'kebahagiaan' menjadi dua bagian, yakni duniawi dan ukhrawi. Kebahagiaan duniawi mencakup usia panjang kekayaan, dan kemuliaan, sedangkan kebahagiaan ukhrawi mencakup kekekalan tanpa kepunahan, kekayaan tanpa kebutuhan, kemuliaan tanpa kehinaan, dan pengetahuan tanpa kebodohan. 


Akan tetapi, M. Quraish Shihab mengakui bahwa memahami kata falah seperti yang dirinci oleh Al-Ashfahani merupakan pembatasan makna yang tidak sejalan dengan penggunaan Al-Qur'an.

Di dalam Al-Qur'an, kata aflaha yang berdiri sendiri di dalam satu redaksi terulang sebanyak empat kali, yakni pada (QS. Thaha: 64), (QS. Al-Mu'minun: 1), (QS. Al-A'la: 14) dan (QS. Asy-Syams: 9). Keempatnya didahului oleh kata qad, yang berarti 'sesungguhnya', yakni menunjukkan makna kepastian.

Kata aflaha pada (QS. Thaha: 64), digunakan di dalam konteks pembicaraan tentang ucapan Firaun ketika akan terjadi pertandingan sihir antara Nabi Musa as. dan ahli-ahli sihir Firaun. Al-Maraghi menjelaskan bahwa Nabi Musa dan Firaun telah menyepakati waktu pertemuan mereka, yaitu Hari Raya mereka.

Karena itu Firaun mengadakan persiapan untuk menghadapi hari itu dengan mengumpulkan para tukang sihir dengan segala perlengkapan sihirnya. Para tukang sihir menjelaskan apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi bahaya dan bencana yang bakal datang. 

Mereka (Firaun dan para tukang sihir) berkata "Bawalah seluruh tipu-daya kalian; jangan ada sedikitpun yang tertinggal.

Kemudian datanglah dengan berbaris dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kalian secara serentak, agar mata orang-orang yang menyaksikan pemandangan ini menjadi terbelalak, dan wibawa kalian menjadi agung di mata mereka. 

Sungguh, orang yang menang di antara kita akan beruntung mendapat apa yang diingininya. Adapun kita telah dijanjikan akan mendapat pemberian yang banyak dan dijadikan orang-orang yang dekat dengan raja".

Jadi perkataan mereka itu tidak lain hanya dimaksudkan untuk mengukuhkan tekad dan sebagai motivasi untuk mengerahkan segala kemampuan guna meraih aflaha, di dalam arti 'memperoleh kemenangan' atau 'keberuntungan' yang dikehendaki.

Penggunaan kata aflaha pada (QS. Al-Mu'minun: 1), adalah di dalam konteks pembicaraan tentang penegasan Allah swt. bahwa orang-orang Mukmin pasti memperoleh keberuntungan. Hal ini ditegaskan di dalam firman-Nya, "Qad aflah al-mu'minun" (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman). 

Oleh karena itu pada ayat-ayat berikutnya (2-9) dikemukakan tujuh sifat orang-orang Mukmin. Ketujuh sifat tersebut mencerminkan pula usaha-usaha mereka yang pada akhirnya dapat dinilai sebagai upaya penyucian diri. 

Usaha-usaha dimaksud adalah: (1) khusyuk di dalam shalat (2) menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna (sia-sia); (3) menunaikan zakat; (4) menjaga kemaluannya yakni tidak menggunakan alat kelaminnya kecuali secara sah, (5) memelihara amanah; (6) memelihara atau menepati janji; dan (7) memelihara waktu-waktu shalat. Mereka itulah yang meraih aflaha, yakni keberuntungan atau kebahagiaan yang akan mewarisi surga Firdaus.

Kata aflaha yang terdapat di dalam (QS. Al-A'la: 14), menunjukkan makna 'keberuntungan yang akan diperoleh bagi orang yang membersihkan atau menyucikan diri', yakni terkait dengan perintah untuk bertasbih dan menyucikan nama Tuhan Yang Mahatinggi. Firman-Nya, "Qad aflaha mantazakka" (Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri [dengan beriman]). 

Menurut Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud dengan "tazakka" adalah membersihkan diri dari hal-hal yang hina, yang berpangkal pada keingkaran dan kekerasan hati. Adapun "al-falah" adalah keberuntungan atau kebahagiaan di dua alam kehidupan, yang hanya dapat diraih oleh orang yang bersih jiwanya dan jernih hatinya.

Pendapat senada ditegaskan oleh M.Quraish Shihab bahwa tazakka adalah 'menyucikan diri', bukan 'mengeluarkan zakat' sebagaimana yang dipahami oleh sementara mufasir. Alasannya, karena ayat selanjutnya berbicara tentang shalat "Dan ia ingat nama Tuhannya, lalu ia shalat".


Lebih lanjut, pakar tafsir Al-Qur'an ini menjelaskan bahwa penegasan Al-Qur'an yang berbicara tentang orang yang memperoleh keberuntungan, ditemukan bahwa sifat (usaha) yang harus dilakukan adalah usaha yang tidak ringan. Jadi, sungguh tidak sebanding dengan sekedar mengeluarkan zakat, misalnya dengan membayar zakat fitriah, seseorang telah dijanjikan meraih aflaha, keberuntungan atau kebahagiaan. [dutaislam.or.id/ka]

Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 57-58-59, Muhammadiyah Amin 

Iklan