Kisah nabi musa yang tidak fashih. Foto: dutaislam |
Dutaislam.or.id - Kata afshah (أَفْصَح) adalah ism tafdhil yang terambil dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf, yaitu fa- shad- ha. Menurut Ibnu Faris akar kata tersebut menunjuk arti pokok 'bebas dan bersih dari noda'. Dari situ bahasa yang lancar dan bahasa yang benar disebut fashih.
Kemudian berkembang, kata tersebut dipakai untuk menunjukkan pada bahasa Arab. Begitu pula susu yang murni dan bersih dari busa disebut labanun mufshih. Siang yangcerah, tanpa awan, disebut yaumun mufshih dan bila cahaya pada pagi hari telah tampak jelas maka dikatakan afshah ash-shubhu.
Bentuk kata yang digunakan di dalam Al-Qur'an dari akar kata tersebut hanya satu, yaitu bentuk ism tafdhil, afshah (أَفْصَح) dan juga hanya terdapat satu kali, yaitu di dalam (QS. Al-Qashash: 34). Kata tersebut dirangkaikan dengan kata lisan, afshahu lisanan yang mengandung makna 'orang yang lebih lancar bahasanya', di dalam hal ini ditujukan kepada 'Harun', saudara Nabi Musa.
Ayat tersebut berbicara mengenai kisah Nabi Musa yang kaku lidahnya bila ia berbicara sehingga ia khawatir apa yang disampaikan tidak dipahami oleh orang lain. Konon lidah Nabi Musa kaku disebabkan karena di waktu kecil, semasa dia masih di bawah asuhan keluarga Firaun.
Nabi Musa pernah menarik jenggot Firaun yang membuatnya marah dan mau membunuhnya tetapi Masitha (istri Firaun) membelanya dan mengatakan bahwa dia melakukan hal itu karena dia masih belum mengerti yang baik dan yang buruk dan untuk membuktikan hal itu, Musa kemudian disuruh memilih antara bara api dengan kurma atau batu permata.
Saat itu, Allah membuat Musa memilih bara api dan memasukkannya ke mulutnya sehingga dia terhindar dari hukuman mati yang hendak dijatuhkan oleh Firaun kepadanya. Akan tetapi, kejadian itu membuat lidah Nabi Musa kaku dalam berbicara sehingga disebutkan pada akhir salah satu doa Nabi Musa dalam (QS. Thaha: 27-28), wahlul 'uqdatan mil-lisani yafqahu qauli (dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku).
Pendapat lain menyatakan bahwa ketidakfasihan Nabi Musa disebabkan karena dia dibesarkan di dalam istana Firaun yang menggunakan bahasa Qibti, sedangkan masyarakat Bani Israil menggunakan bahasa Ibrani. Hal itulah yang membuat Nabi Musa ketika diutus sebagai Rasul kepada Bani Israil memohon kepada Allah agar saudaranya Harun dapat diutus untuk membantu dan mendampinginya karena saudaranya itu lebih fasih daripada dirinya.
Bahkan, dalam Tafir Al-Qurthubi disebutkan bahwa di samping Harun lebih fasih bicaranya, fisiknya juga lebih berisi dan lebih tinggi serta lebih putih. [dutaislam.or.id/ka]
Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 59, Muhammad Wardah Aqil