Cara Dakwah Habib Syech. Foto: istimewa. |
Oleh Shofiatun Ni'mah
Dutaislam.or.id - Masyarakat Indonesia dalam dekade terakhir ini mendapatkan nafas segar dengan hadirnya Habib Syech Bin Abdul Qadir As-Segaf, melalui dakwah yang unik dan inovatif. Masyarakat Indonesia khususnya warga Nahdliyyin sebenarnya telah merasa jenuh dengan metode dakwah yang ada, penceramah di masjid-masjid dan mubaligh yang ada tidak dapat menjangkau semua kalangan, khususnya kalangan anak muda.
Pemuda merupakan aset bangsa yang seharusnya menjadi agen perubahan dan pembangunan Negara. Namun, realitasnya tidak sedikit dari mereka terjerumus dalam gerakan-gerakan radikal dan terorisme, seperti ISIS, Wahabi, FPI, HTI dan lain-lain. (Liputan 6, 2017). Hal ini disebabkan tidak semua kaum muda mendapatkan pemahaman agama yang utuh dan komprehensif.
Banyak diantara mereka mengalami keresahan-keresahan pribadi yan kini berkembang menjadi keresahan sosial dengan motivasi pencarian jati diri seakan tidak mendapatkan ruang dalam publik. Baca: Cara Pesantren Mencintai Indonesia dengan Nasionalismenya.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), generasi muda menjadi sasaran utama kelompok radikal. Mereka mendakwahkan paham radikal melalui perguruan tinggi dan media sosial yang biasa diakses kaum muda. Meski berbagai upaya dilakukan, salah satunya dengan mengisi ruang di media-media sosial dengan konten-konten positif yang dapat mencegah terjadinya radikalisasi baik secara langsung maupun proses brainwash.
Namun, upaya dengan aksi yang nyata juga menjadi kebutuhan primer. Mengingat media sosial bukanlah satu-satunya ladang subur tumbuhnya kelompok radikalisme dan terorisme. Lingkungan dan minimnya pemahaman agama merupakan penyebab utama terjadinya radikalisasi agama.
Pada era milenial ini, bersamaan ketika teknologi informasi dan komunikasi semakin maju, dampak-dampak negatif yang ditimbulkan juga tidak sedikit, seperti; melemahnya hubungan sosial dimasyarakat, terjadinya kemrosotan moral di kalangan masyarakat -khususnya pada generasi muda, maraknya life style yang hedonis dan apatis dan terjadinya perubahan interaksi sosial.
Ternyata dunia modern yang terlihat sukses secara materi dan teknologi belum cukup sukses memberikan bekal hidup bagi manusia. Mayoritas dari manusia modern kehilangan aspek moral sebagai fungsi kontrol. Mereka terpasung dalam sangkar kemajuan teknologi. (M. Ngafifi, 2014; Jurnal Pembangunan Pendidikan).
Semua dampak negatif tersebut merupakan persoalan penting yang harus diselesaikan melalui gerakan dakwah bersama "watawaashou bi al haqq wa tawaashou bi al shabr". Setiap insan yang mempelajari dan memahami agama dengan sungguh (santri dan cendekiawan muslim), memiliki tanggungjawab untuk mendakwahkan Islam yang rahmatan lilalamiin.
Maka, para pendakwah -khususnya kiai dan santri- harus selalu berinovasi. Ruang-ruang dakwah yang seharusnya dipenuhi oleh pendakwah dari kalangan kiai dan santri, alih-alih malah dipenuhi ustadz selebriti yang ilmunya instan. Mereka mencomot ilmu dari Google tanpa memahami makna pesan yang hendak disampaikan oleh teks agama melalui pemahaman konteks.
Dakwah Habib Syech bin Abdul Qadir
Habib Syech bin Abdul Qodir As-Segaf (selanjutnya Habib Syech) lahir di Solo, Jawa tengah pada 20 September 1961 M. Ayahnya bernama Abdul Qodir Assegaf seorang imam besar di masjid Assegaf di Solo. Ayahnya meninggal di saat Habib Syech berusia 20 tahun. Ia berguru kepada pamannya, Habib bin Ahmad bin Abdurrahman Assegaf, Habib Anis bin Alwy al-Habsy yang merupakan pengarang kitab simtudh dhuror. (Habib Syech, 2015: TV Al-Hijrah).
Pada awal tahun 90-an, Habib Syech berdakwah ke kampung-kampung dengan metode dakwah pada umumnya yaitu taushiah, ia pun berdakwah tanpa undangan. Habib Syech berinisiatif dan berniat sendiri mendakwahkan Islam dengan caranya melalui pendekatan yang biasa dilakukan oleh ulama-ulama sebelumnya, misalnya Gus Mik dari Kediri.
Namun, dakwah tersebut tidak banyak memberikan dampak secara luas, sehingga Habib Syech berinspirasi untuk mengembangkan dakwahnya dengan Shalawat Simtudh Durar. Habib Anis Al-Habsy juga telah memberikan ijazahnya untuk mendakwah Islam dengan shalawat yang digubahnya. Atas restu dari keluarga dan para gurunya, Habib Syech mulai berdakwah melalui Shalawat simtudh Durar dengan iringan musik Hadrah. (Habib Syech, 2016; TV9).
Selanjutnya, dakwah Habib Syech kini mampu merangkul seluruh lini masyarakat, dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia lebih luas dibandingkah dakwah dari kampung ke kampung. Baca: Melacak Tradisi Nasionalisme Asia Tenggara, Membangun Madrasah dan Defensifitas Salafiyah.
Habib Syech hadir di tengah masyarakat pada waktu yang tepat, yaitu di saat generasi milenial mulai mengalami keresahan-sosial akan dirinya. Habib Syech hadir dengan metode dakwahnya yang secara tidak disadari mampu menggiring masyarakat khususnya kaum muda menjadi generasi pergerakan dan perubahan.
Masyarakat Indonesia dalam kurun waktu terakhir mengalami apa yang disebut disharmoni. Masyarakat Indonesia kebanyakan juga sangat mudah terpancing emosi yang disebabkan isu-isu SARA. Maka, diperlukan adanya aktualisasi nyata sebagai upaya prevensi radikalisme yang mulai menghegemoni di Indonesia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menilai bahwa nilai-nilai sosial dalam masyarakat menurun secara signifikan dibandingkan beberapa tahun lalu pada masa-masa Indonesia berjuang meraih kemerdekaan.
Selanjutnya, demokrasi menjadi terancam akibat satu kelompok masyarkat menjadi ancaman bagi kelompok masyarakat lainnya. Sehingga, apa yang disebut radikalisme menghegemoni dan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. (Suhariyanto; Jakarta, 2016 ).
Secara umum, dakwah Habib Syech dapat menjangkau semua kalangan, usia tua, muda, remaja dan dewasa bahkan anak-anak usia dini. Namun, daya tarik dakwah Habib Syech dalam menggerakkan generasi muda merupakan prestasi gemilang dalam dunia dakwah di Indonesia. Bahkan, mereka memiliki komunitas yang biasa dikenal "Syecher Mania".
Melalui komunitas inilah, para pemuda juga bergerak untuk melakukan hal-hal positif. Komunikasi dakwah yang dilakukan oleh Habib Syech mampu menggenaralisir generasi muda melepaskan organisasi-organisasi masyarakat ataupun politik yang mereka geluti.
Selain itu, Syecher Mania juga mengaplikasikan shalawat Simtudh Duror di lingkungan mereka masing-masing. Sehingga apa yang disebut jaringan dakwah mutualisme diterapkan secara suka-rela oleh masyarakat.
Internalisasi Nasionalisme Melalui Shalawat Nabi
Habib Syech dapat disebut sebagai pembaharu bagi metode dakwah islam di Indonesia, yaitu dengan dakwah melalui shalawat-shalawat Nabi dalam Simtudh Duror dengan menggunakan media seni hadroh. Dari sekian sholawat yang dilantunkan, Habib Syech juga melakukan internalisasi dengan melantunkan syair-syair terkait nasionalisme. Salah satu syairnya yang populer dengan judul "Cinta Indonesia NKRI Harga Mati", dengan lirik sebagai berikut:
Allahul Kafi Rabbunal Kafi
Qosodnal Kafi wajadnal kafi
Likulli Kafi kafanal kafi
wani’mal kafi Alhamdulillah
Indonesia Jiwa Raga Kami
Indonesia Jantung hati kami
Indonesia Harga Diri Kami
Akan ku Bela Sampai Mati
Indonesia Kebangsaan kami
Indonesia Kebanggaan kami
Indonesia Tanah Air kami
Akan ku Bela Sampai Mati
Bersatulah Bangsa Indonesia
Kami Semua Cinta Indonesia
Ayo Bangkit Wahai Indoinesia
Sekali Merdeka Tetap Merdeka
Hidup Rukun Bangsa Indonesia
Damai Selalu Bangsa Indonesia
Ayo Berjuang untuk Indonesia
Sekali Merdeka Tetap Merdeka
Ya Allah Jaga Negeri kami
Dari Makar dan musuh kami
Terimalah Semboyan kami
NKRI Harga Mati
Indonesia Kebanggaan Kami
Indonesia Kebangsaan kami
Merah Putih Bendera kami
NKRI Harga Mati
Menurut ilmu psikologi, musik mampu memberikan pengaruh positif terhadap manusia. Bahkan, pada beberapa abad silam, musik di Iran dijadikan sebagai alat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Musik dapat membebaskan manusia dari tekanan batin, stres, kesepian, panik dan gangguan mental lainnya.
Hasil penelitin Lembaga Aplikasi Musik di Iran mengenai fungsi terapan musik terhadap kesehatan fisik dan mental manusia menunjukkan bahwa terapi musik bisa menjadi metode penyembuhan baru pada gangguan mental di kalangan anak-anak cacat mental. Penelitian ini membuktikan terapi musik bisa meningkatkan rasa percaya diri dan mengontrol tindakan hiperaktif serta bisa menciptakan perubahan mental dan perilaku yang signifikan. (Feriyadi, 2012).
Baca: Sejarah Konstribusi Pesantren dan Kiai Untuk NKRI
Pada hakikatnya, setiap manusia membutuhkan model excellent dalam jati dirinya. Dalam Islam, Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai role model excellent (uswatun hasanah) bagi umat manusia seluruhnya, sehingga setiap umat muslim memiliki rasa cinta yang mendalam terhadap Nabi karena hal itu menjadi kebutuhan tersendiri bagi psikologi mereka dalam menemukan jati diri.
Dakwah yang dilakukan habib Syech ialah dengan menggabungkan musik Hadrah dengan shalawat Nabi. Sehingga pengaruh yang diperoleh menjadi berlipat, yaitu manfaat yang diperoleh dari musik dan shalawat. Metode dakwah semacam ini lebih mudah diserap dan diterima masyarakat baik secara sadar ataupun tidak.
Pasalnya, mereka memiliki kecintaan tersendiri terhadap Nabi didukung dengan seni musik hadrah yang dapat mempengaruhi sikap dan memberikan ketenangan pada hati dan mental. Metode dakwah semacam ini juga dapat menjangkau seluruh lini masyarakat, dari kaum sarungan hingga kaum abangan.
Melalui salah satu syair yang berjudul "Cinta Indonesia NKRI Harga Mati", Habib Syech juga telah menanamkan nasionalisme kepada seluruh masyarakat Indonesia. Habib Syech menunjukkan bahwa cinta kepada Rasulullah Saw. harus diikuti dengan cinta kepada tanah air (hubbul wathon).
Hasil dari penggabungan dua variabel anatara cinta kepada Rasulullah SAW dan cinta tanah air yaitu, pengaruh positif yang lahir dari cinta kepada Rasul akan mewujudkan akhlak al karimah, yang dengannya, peradaban Islam di Indonesia lebih berintegritas dan dapat menjadi role model peradaban islam di dunia.
Selanjutnya impact dari hubb al wathan (nasionalisme) ialah menguatnya identitas dan institusi negara. Hal ini disebabkan radikalisme telah tereduksi secara massif dan berkala. Mengingat Indonesia bukanlah negara sekuler yang secara absolut memisahkan urusan agama dengan negara. Indonesia juga bukan negara teokrasi yang jelas menjadikan hukum Islam sebagai legal formal hukum negara.
Indonesia ialah negara yang berasaskan Pancasila menjadikan nilai-nilai dalam islam sebagai etika sosial. Dan etika sosial dapat terbentuk melalui pribadi-pribadi yang berintegritas dengan menjadikan Rasulullah Saw. sebagai way of life.
Namun, ajaran Rasulullah Saw. tidak seharusnya diaplikasikan secara literal, sehingga dibutuhkannya rasa nasionalisme yang tinggi dan aplikatif guna menyeimbangkan pemahaman agama dan way of life untuk membangun etika-sosial bersama. (Samud, 2016; 34-35).
Habib Syech telah berkontribusi besar dalam mencegah radikalisasi agama dan teror di Indonesia. Majelis yang terkenal dengan nama "Ahbabul Mushtofa" mampu menarik ribuan jamah dari seluruh lapisan masyarakat. Dalam setiap dakwahnya, Habib Syech juga tidak jarang menggandeng pemerintah untuk bersinergi mensejahterakan masyarakat dan menjaga keutuhan NKRI.
Akhirnya, masyarakat juga tidak apatis terhadap pemerintah dan politik yang ada di Indonesia. Mereka dituntut lebih kritis dalam menyikapi pemerintahan yang berjalan di Indonesia. Ulama', masyarakat dan pemerintah merupakan tiga variable yang tidak dapat terpisah antara satu dengan yang lain. Mereka harus bersinergi bersama membangun peradaban yang lebih maju, dan yang terpenting ialah menjaga harmonisasi antara ketiganya dan meniadakan kesalahpahaman di antara mereka.
Setiap komunikasi dakwah dari setiap masing-masing pendakwah memiliki karakteristik. Begitu juga komunikasi dakwah Habib Syech, yang mampu menjadi bagian dari upaya pencegahan radikalisme dan terorisme. Karakteristik dakwah Habib Syech tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Walisongo, yaitu piawai membaca situasi sosio-kultural masyarakat.
Baca: Menguatkan Nasionalisme Kaum Sarungan Nusantara
Para Walisongo, misalnya Sunan Bonang, berinovasi menjadikan wayang dan gamelan sebagai media dakwah islamisasinya. Sunan Bonang memasukkan dakwahnya dalam tokoh pewayangan, sehingga masyarakat Jawa secara tidak disadari mencintai kesenian Sunan Bonang dan mengaplikasikan apa yang telah diajarkan oleh sunan Bonang kepada mereka.
Habib Syech juga berdakwah dengan menjadikan Sholawat Simtudh Duror dan seni Hadhrah sebagai media yang dapat menarik simpati masyarakat. Jika masyarakat telah mencintai metode dakwah yang dibawakan Habib Syech, maka dengan mudah Habib Syech dapat mensyiarkan paham-paham nasionalismenya, menguatkan ukhuwwah Islamiyyah dan ukhuwwah wathaniyyah.
Inovator Dakwah
Indonesia memiliki Habib Syech sebagai inovator dakwah. Ia memiliki kepiawaian dalam membaca sosio-kultur masyarakat seperti apa yang telah dilakukan Walisongo sebelumnya. Ketika dakwah Habib Syech dinikmat oleh masyarakat, maka Habib Syech degan mudah mempersuasi masyarakat untuk mendalami nasionalisme.
Pemahaman dan penghayatan nasinalisme akan memberikan pengaruh kepada mereduksinya adikalisasi agama yang menghegemoni di masyarakat. Selanjutnya Indonesia dapat mewujudkan cita-citanya menjadi negeri gemah ripah loh jinawe, dengan hadirnya para da'i yang penuh inspirasi.
Harapannya, kaum santri dan kiai memiliki kepiawaian dan selalu berinovasi dalam melakukan dakwah. Sejauh ini, kaum santri dan kiai yang notabenenya memiliki kecakapan dalam bidang ilmu agama belum mampu berinovasi secara massal. Hanya segelintir dari mereka yang terus melakukan inovasi dalam berdakwah.
Santri dituntut untuk terus membaca peluang dakwah, diamana ia seharusnya mendakwahkan agamanya dengan inovasi-inovasi baru. Selanjutnya santri mampu menjadi promotor peradaban Islam di Indonesia dalam setiap dekade. [dutaislam.or.id/ab]
Shofiatun Ni'mah, mahasiswi UIN Sunan Ampel, Surabaya
Keterangan:
Naskah ini pernah dikirimkan penulis ke Panitia Hari Santri 2017 dalam Lomba Esai Nasional bertema Hari Santri dan Nasionalisme. Judul asal: Model Dakwah Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf: Internalisasi Cinta Rasul dan Nasionalisme.