Iklan

Iklan

,

Iklan

Awal Mula Konflik Habaib dan Dzuriyah Walisongo (3)

6 Jun 2023, 08:27 WIB Ter-Updated 2024-09-04T14:52:08Z
Download Ngaji Gus Baha
apa yang dicari dalam konflik habaib dan turunan wali
Ada cebong dan kadrun dalam pusaran konflik habaib dan dzuriyah walisongo. Foto: istimewa.


Oleh KH. Ali Badri


Dutaislam.or.id - Kemarin saya telah jelaskan lima hal agar saudara-saudara sekalian kenal dulu siapa dan bagaimana saya, karena banyak yang mengkaitkan keributan habaib dan keluarga Walisongo ini dengan saya. Baca: Menjual Nasab Adalah Pecundang!


Namun sebelum melanjutkan, ada satu hal lagi yang juga harus dipahami oleh saudara-saudara sekalian, yaitu terkait umat Islam Indonesia pada umumnya yang sebagian terseret oleh arus keributan itu.


Seperti yang kita ketahui, umat Islam Indonesia hampir semuanya terpecah dalam dua kelompok besar akibat politik. Dua kelompok itu bukan hanya saling berseberangan, melainkan kerap saling "menyerang", bahkan masing-masing menjuluki lawannya dengan nama yang tidak baik, yaitu Cebong dan Kadrun. 


Namun, kebiasaan sejarah adalah membuang kesan buruk pada nama yang sudah terkenal, sehingga saya rasa sekarang ini Cebong dan Kadrun sudah tidak lagi identik dengan nama dua hewan, tapi identik dengan dua kelompok besar kubu politik di Indonesia, maka saya pun akan menyebut mereka dengan Cebong dan Kadrun. Dan perlu dicatat bahwa, secara politik, sejak awal saya tidak pernah bersama Cebong dan tidak pula bersama Kadrun.


Sejak awal saya melihat persaingan politik antara Cebong dan Kadrun memang tidak sehat, masing-masing dari mereka lebih mengedepankan suudzan dan tidak mau berdiskusi secara langsung, apalagi pengikut mereka di kalangan bawah, mereka suka mencaci kubu lawan dan tidak peduli siapa yang mereka caci, bahkan walaupun ulama' sepuh. 


Anehnya, tokoh bahkan ulama' di tiap kubu tidak ada yang menghalangi pengikutnya untuk mencaci. Bahkan ada yang malah ikut mencaci. Saya sendiri sering menjadi sasaran suudzan, ketika saya merayu agar Cebong tidak terlalu kasar pada Kadrun, saya pun dianggap lebih membela Kadrun, ketika saya merayu agar Kadrun tidak terlalu kasar pada Cebong, sayapun dianggap lebih membela Cebong. 


Sepuluh tahun terakhir ini saya merasa kurang laku sebagai penceramah (hehe), karena saya tidak membela salah satu kubu dengan terang-terangan. Seandainya saya punya rekaman ceramah berapi-api mencerca Cebong, pasti saya akan laris diundang Kadrun, atau sebaliknya, seandainya saya punya rekaman ceramah berapi-api mencerca Kadrun, pasti saya akan laris diundang Cebong. Semakin pedas mencerca semakin laris pastinya. 


Baca: Akibat Ba'alawi Tidak Adil Kepada Dzurriyah Walisongo


Menurut saya, Indonesia belum pernah mengalami kebobrokan akhlaq separah ini. Saudara-saudara bisa lihat tulisan-tulisan saya pada masa-masa kampanye, saya selalu bilang bahwa selama rakyat Indonesia akhlaqnya bobrok dan saling mencaci, maka jangan harap Allah Swt. akan menganugerahi negeri ini dengan pemimpin yang baik dan kuat, percuma mati-matian berjuang mengusung calon pemimpin yang diyakini baik, kalau caci maki dibiarkan berlangsung.


Nah, berangkat dari mendarah-dagingnya suudzan di dua kubu itu, apapun yang dilakukan Cebong tidak ada benarnya di mata Kadrun, demikian juga apapun yang dilakukan Kadrun tidak ada benarnya di mata Cebong. Kesalahan kecil menjadi amat besar sekali di mata lawan, ibarat salahnya hanya 1 tapi dinilai salah 10 dan harus dihukum seberat-beratnya. 


Misalnya, hanya salah dalam bab etika tapi dianggap salah dalam bab aqidah; mestinya cukup dihukumi su'ul adab, tapi dihukumi kafir. Satu lagi, terkadang kritiknya benar, namun disampaikan dengan nada marah sehingga lawan pun menerimanya dengan rasa kesal.


Entah siapa yang memulai, setiap kubu membangun narasi dan pandangan yang diperjuangkan, misalnya Cebong menganggap Kadrun anti NKRI dan merusak citra Islam rahmatan lil'alamin, sedangkan Kadrun menganggap Cebong pro pemerintah zhalim dan merusak islam dengan liberalisasi. 


Di tiap kubu Cebong dan Kadrun itu ada banyak orang shaleh yang lugu, mereka hanya mendukung karena meyakini kebenaran yang diusung oleh para pemimpin masing-masing, dan saya menjadi kasihan pada orang-orang yang hatinya tulus itu ketika lawan kubu menyerang dengan cacian. Makanya saya sering berkata pada setiap kubu: "Jangan caci orang-orang shaleh di kubu lawan kalian, mereka hanya memperjuangkan apa yang mereka yakini".


Seorang tokoh yang sudah dicap Cebong atau Kadrun akan disorot perkataanya dalam hal apapun, walaupun bukan terkait politik. Ingatlah wahai ulama' Cebong, bahwa ketika kalian direndahkan oleh pengikut ulama' Kadrun, itu karena kalian diam saja ketika pengikut kalian menghina ulama' Kadrun. Kalian juga wahai ulama' Kadrun, ketika kalian direndahkan oleh pengikut ulama' Cebong, itu karena kalian diam saja ketika pengikut kalian menghina ulama' Cebong. Teruskan saja hal ini berlanjut, bermimpilah untuk mendapat pemimpin baik dan kuat, Allah tidak akan pernah mengabulkan mimpi siang bolong kalian.


Keributan Habaib dan Dzuriyah Walisongo

Nah, sekarang kita mulai memasuki pembahasan, yaitu terkait keributan habaib dan keluarga Walisongo, sebuah keributan serius antar dua kelompok, di mana kubu habaib rata-rata dipenuhi dengan Kadrun dan kubu keluarga Walisongo rata-rata dipenuhi dengan Cebong. Apa yang diributkan? Hanya masalah nasab yang sebenarnya sangat sederhana, saderhana sekali, sebagaimana yang dikatakan Al-Imam Malik:


الناس مؤتمنون على أنسابهم


Artinya:

"Manusia itu bisa dipercaya atas pengakuan nasabnya".

 

Kenapa masalah ini menjadi sulit? Karena Cebong sulit mempercayai Kadrun dan Kadrun sulit mempercayai Cebong. Ketika sebagian Cebong mengaku keturuan Walisongo maka Kadrun serta merta mendustakannya, Cebong pun marah kemudian balik mendustakan nasab sebagian kadrun yang mengaku keturunan Nabi.


Mendustakan nasab orang itu ada aturannya, ini masuk bab qadzaf sama dengan qadzaf zina, pengadilan Islam akan meminta pihak yang mendustakan agar membawa bukti, bukan pihak yang didustakan, kalau tidak bisa membuktikan maka yang mendustakan akan dihukum seperti qadzaf zina, yaitu hukum cambuk 80 kali. Makanya aneh kalau yang mudah mendustakan nasab orang itu malah berstatus ulama', masak ngaji kitab fiqih ga khatam jadi ulama'?


Baiklah, mari kita ingat-ingat, sejak kapan kegaduhan gara-gara nasab ini mulai panas. Menurut saya mulai menyebarnya statement Gus Fuad Plered yang kemudian ditanggapi oleh Habib Bahar bin Sumaith. 


Saudara-saudara sekalian pasti tahu di mana kubu masing-masing mereka. Jadi saya tidak perlu malu-malu untuk menyebut Gus Fuad adalah Cebong dan Habib Bahar adalah Kadrun. 


Dari sini kita sudah paham kenapa masalah kecil menjadi besar, yaitu karena masalah ini diangkat oleh Cebong dan Kadrun. Namun ada kronologi yang mesti diketahui oleh semua orang, bagaimana bisa statemen Gus Fuad itu kemudian mengarah pada bab nasab, padahal beliau tidak meyinggung soal nasab sama sekali. [dutaislam.or.id/ab]


Keterangan:

Tulisan ini adalah serial esai KH. Ali Badri berjudul "Menyikapi Konflik Habaib dan Keluarga Walisongo" (3) yang dimuat pada 8 Mei 2023.  


Iklan