Iklan

Iklan

,

Iklan

Baalawi Lebih Mementingkan Nasab Daripada Ilmu (20) | Selesai

9 Jun 2023, 02:13 WIB Ter-Updated 2024-09-04T14:53:42Z
Download Ngaji Gus Baha
keluarga baalawi lebih mementingkan nasab daripada ilmu
Lebih penting mana antara nasab dan ilmu? Foto: istimewa.

 

Oleh KH. Ali Badri Masyhuri


Esai ini adalah sambungan dari esai ke-19 berjudul: Menghadapi Gejolak dalam Naqabah Keluarga Azmatkhan Nusantara. Edisi terakhir, tamat. Selesai.  


Dutaislam.or.id - Saya pernah menulis buku kecil sebagai catatan, dimana saya menyampaikan pada keluarga besar Dzurriyat Walisongo, bahwa siapa pun yang terlibat dengan kegiatan lembaga ini, baik pengurus, anggota maupun yang bukan anggota, selama dia tidak berbicara dan bertindak resmi atas nama mendapat amanah dari Majlis Dzurriyat Walisongo, maka apapun ucapan dan tindakannya tidak mencerminkan lembaga ini. 


Hal ini perlu saya sampaikan, karena saya juga tahu bahwa ada di antara mereka yang kalau berbicara terkadang nyeleneh. Ada yang mengaku wali, mengaku kasyaf, mengaku pewaris amanah dakwah Walisongo, mengaku pewaris kesaktian Walisongo dan sebagainya. Justru didirikannya lembaga ini untuk membenahi keluarga yang memiliki karakter tidak baik seperti itu. 


Baca: Menyoal Klaim Imigran Yaman Sebagai Keturunan Pejuang (17)


Banyak yang bertanya kenapa lembaga ini saya vakumkan, maka ketahuilah bahwa saya sudah tidak mampu mengendalikan lembaga ini tanpa dukungan banyak kiai. Ketika itu kiai-kiai yang bergabung atau mendukung, kebanyakan masih takut untuk tampil di depan. Mereka takut dimusuhi oknum-oknum Baalawi dan para muhibbinnya, apalagi mereka melihat saya dimaki dan dihina di Facebook. 


Banyak kalimat keji yang ditujukan kepada saya, misalnya saya disebut dajjal, bahkan ada yang yang menyebut nama saya dengan akhiran "la'natulla alaih." Tentu saja banyak kiai merasa ngeri untuk tampil di depan bersama saya, sehingga saya pun dituduh tidak punya pendukung. Saya dianggap mengaku-ngaku keturunan Walisongo, sementara kiai-kiai yang lain tidak ada yang mengaku keturunan Walisongo. 


Dari itu, ketika banyak keturunan Walisongo bermunculan pasca statement Habib Bahar, banyak kiai menelpon saya dengan berkata: "Sekarang klaim antum menjadi kenyataan, bahwa keturunan Walisongo itu banyak". Bukan hanya itu, bahkan ada yang berkata bahwa sekarang ini terbalik. Dulu saya menjadi bulan-bulanan Baalawi, sekarang Baalawi yang menjadi bulan-bulanan keluarga Walisongo.


Semakin banyak anggota harus semakin banyak pula kiai-kiai yang siap terlibat untuk mendidik mereka. Setidaknya, jangan sampai mereka menyombongkan nasab. Minimnya kiai yang siap terlibat dalam progam kaderisasi membuat saya kesulitan untuk mengatasi keluarga yang agak susah diatur, khususnya yang mau bergabung hanya untuk diakui nasabnya supaya bisa mengaku "sayyid" atau "habib". Yang begini ini biasanya keturunan Walisongo yang bukan anak kiai pesantren. 


Itulah sebabnya saya vakumkan Majlis Dzurriyat Walisongo, padahal saya telah bertemu dengan beberapa ulama' Baalawi yang di Yaman dan Saudi. Saya dibawa bertemu mereka oleh Syekh Muhammad Abu Bakar Badzib, seorang penulis sejarah Yaman lulusan Universitas Al-Ahqaf Yaman. 


Saya telah mendapat dukungan penuh dari Habib Abu Bakar Al-Adani Al-Masyhur dan Habib Hamid bin Muhammad Masyhur Al-Haddad (Jeddah). Mereka memberi saya jalan untuk mendapat dukungan dari para ulama' ahli nasab Yaman. 


Saya juga telah dihubungi sampai dua kali oleh asisten Habib Masyhur bin Hafizh, saudara kandung Habib Umar bin Hafizh. Katanya beliau menunggu kedatangan saya di Yaman untuk membicarakan masalah Azmatkhan Indonesia. Namun saya malah ragu untuk melanjutkan, karena tim saya belum siap, khususnya untuk mendidik anggota yang masih muda. 


Baca: Akibat Ba'alawi Tidak Adil Kepada Dzurriyah Walisongo (1)


Saya hawatir kalau nasab keluarga Azmatkhan disahkan oleh Habaib Yaman justru akan berdampak negatif pada keluarga Walisongo. Saya tidak mau keluarga Walisongo ikut-ikutan menjadi sombong karena sudah menjadi habib. Saya pun melewatkan kesempatan itu hingga ketiga habib tadi meninggal dunia, yakni Habib Hamid bin Muhammad Masyhur Al-Haddad, Habib Masyhur bin Hafizh dan Habib Abu Bakar Al-Adani Al-Masyhur.


Dan setelah saya mengetahui sejarah kelam Rabithah Alawiyah dari Kitab Al-Istizadah, saya pun bersyukur kepada Allah karena sejak awal keluarga Walisongo tidak bergabung dengan lembaga ini, bahkan ketika kami berusaha bergabung untuk silaturrahim dengan Rabithah Alawiyah, Allah melindungi kami dengan cara menguji kesabaran, yaitu: Rabithah Alawiyah menolak kami. 


Ternyata Allah hendak menyelamatkan kami dari berhubungan dengan lembaga ini yang sejak awal bermasalah, bahkan namanya saja sudah bermasalah. Andai dari awal keluarga Walisongo bergabung dengan Rabithah Alawiyah, niscaya kami akan kena getahnya ketika sejarah kelam lembaga ini terungkap. Alhamdulillahi Rabbil 'alamin.


Setelah saya vakumkan Majlis Dzurriyat Walisongo, ada dua lembaga yang kemudian mencuat. Pertama, lembaga yang didirikan oleh seseorang yang semula dekat dengan saya, bahkan sempat saya libatkan dalam kepengurusan Majlis Dzuriyat Walisongo, namun karena banyak laporan bahwa dia sering mengaku ahli kasyaf dan sebagainya, maka saya pun meninggalkannya dan berusaha menjauhinya. Saya khawatir orang-orang mengaitkan saya dengannya. 


Awalnya, dia mengaku cabang dari India tapi tidak pernah menunjukkan alamat yang di India. Kini lembaga itu berubah menjadi pusat lembaga internasional dan bertindak mengurusi nasab semua keturuna Al-Hasan dan Al-Husain sedunia, termasuk mengesahkan nasab Baalawi seperti Al-Idrus. 


Baca: Menyoal Klaim Sanad dan Ilmu Thariqah Ba'alawi (10)


Tentu saja tindakannya itu adalah salah satu kekacauan baru yang berpengaruh pada keluarga Walisongo pada umumnya, sampai beberapa tahun banyak orang mengira bahwa dia adalah bagian kelompok saya.


Lembaga berikutnya adalah NAAT (Naqabah Ansab Awliya' Tis'ah) yang didirikan oleh KH. Ilzamuddin Pamekasan Madura. Sampai sekarang saya berhubungan baik dengan beliau. Walaupun saya tidak terlibat sama sekali dengan lembaga NAAT, kami saling berkomunikasi bahkan saling berkunjung, terkadang saya diundang dan hadir acara NAAT.


Di Cirebon dan Banten juga kemudian banyak muncul Paguyuban Keluarga Kesultanan, sebagian dari mereka juga dekat dengan saya dan sering berkomunikasi dengan saya sampai sekarang.


Kini saya hanya bagian sejarah masa lalu di keluarga Walisongo. Saya tulis sejarah ini agar dijadikan pelajaran untuk ke depannya. Inilah yang saya lakukan, inilah yang saya alami, ambil yang baik dan tinggalkan yang tidak baik. Saya akan kembali seperti dulu sebelum mendirikan Majlis Dzurriyat Walisongo, mau kembali mesra dengan habaib yang shaleh, walaupun sebagian mereka rupanya masih sakit hati karena pernah saya marahi.


Baca: Konflik Imigran Yaman Membuat Umat Islam Pribumi Terganggu (11)


Maafkan saya wahai para habib Indonesia yang shaleh, saya menyayangi kalian sejak dulu hingga sekarang. Saya hanya pernah marah pada lembaga kalian (Rabithah Alawiyah) dan oknum keluarga kalian, bahkan kalau ada yang membuat gara-gara lagi mungkin saya juga akan marah lagi, tapi hanya marah saja, saya tidak pernah menghina kalian, tidak seperti keluarga kalian dan muhibbin kalian yang begitu bencinya pada saya sehingga melaknat saya dan menyebut saya "dajjal". 


Umat Islam se-Indonesia menjadi saksi, bahwa saya telah meminta maaf kepada kalian. Saya juga tetap menyayangi kalian selamanya. Seandainya saya tidak menyayangi kalian, saya bisa saja berdiri di barisan orang yang mendustakan nasab kalian. Saya tetap menyayangi kalian, bahkan selalu mengajak orang untuk menyayangi kalian. 


Maafkan saya wahai para habib Indonesia yang shaleh, khususnya yang dulu kita pernah akrab kemudian pecah gara-gara saya membuka nasab keturunan Walisongo, khususnya sesama alumni Makkah Al-Mukarramah. Lupakan bahwa saya pernah mengaku keturunan Walisongo, saya hanya anak Adam yang terbuat dari lumpur yang busuk. Saya manusia yang hina, sandal kalian di atas kepala saya. Terimalah permohonan maaf saya, terima saya kembali sebagai teman.


Maafkan saya wahai para habib Indonesia yang shaleh, mari kita jalin persaudaraan seiman saja, karena kalian tidak pernah menganggap kami keluarga. Intruksikan para pemuda kalian dan muhibbin kalian untuk menghentikan cacian pada kami di media sosial. Jangan paksa kami untuk mengamini semua klaim dan pemahaman kalian. Hargai pendapat kami sebagaimana kami menghargai pendapat kalian. Kalau tidak, maka jangan salahkan para pemuda kami kalau mereka marah, jangan salahkan kalau mereka menelanjangi sejarah kalian hingga tak tersisa sehelai benang pun.


Baca: Doktrin Sesat Kafa'ah Nikah Ba'alawi di Indonesia (12)


Maafkan saya wahai para habib Indonesia yang shaleh, jangan takut untuk menegur sesama Baalawi yang salah. Saya tahu hampir semua Baalawi lebih mementingkan nasab daripada ilmu, sehingga Baalawi yang paling awam pun akan berani melawan Baalawi yang paling alim, karena mereka merasa sederajat dalam hal nasab. Sabarlah didalam menghadapi mereka, itu adalah resiko mendakwahi keluarga kalian yang lebih mementingkan nasab daripada ilmu.


Maafkan saya wahai para habib Indonesia yang shaleh, kalian tidak usah lari dari sejarah masa lalu, justru kalian harus memperbaikinya dengan meminta maaf atas kesalahan leluhur kalian yang terlibat dengan sejarah kelam Rabithah Alawiyah. Kalau kalian lari dan berkelit, semakin lari maka kalian akan semakin menjadi bulan-bulanan. Saya tidak mau itu terjadi pada kalian karena saya menyayangi kalian.


Dan kepada umat Islam bahkan rakyat Indonesia, setelah Anda semua tahu apa yang terjadi antara Baalawi Indonesia dan keluarga Walisongo, sejak peristiwa kudeta Keslutanan Banten di abad ke-18, peristiwa Cilegon di abad ke-19, peristiwa dengan saya pada tahun 2005 dan yang terbaru di tahun 2023 ini, silakan Anda semua memberikan solusi untuk mendamaikan perseteruan Baalawi dengan sebagian keluarga Walisongo yang saling mendustakan nasab ini. 


Tugas saya hanya menjelaskan sejarah, kronologi dan masalah-masalah terkait, tugas saya sudah selesai, saya mau kembali pada kegiatan saya mengajar anak-anak. Alhamdulillah. Selesai. [dutaislam.or.id/ab]


Keterangan:

Tulisan ini adalah serial esai terakhir KH. Ali Badri Masyhuri berjudul "Menyikapi Konflik Habaib dan Keluarga Walisongo" (20) yang dimuat pada 27 Mei 2023. 


Iklan