Ilustrasi permainan dakocan RS(N)U Jepara. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Meriah, begitu kiranya komentar sebagian yang hadir dalam acara groundbreaking RS (tanpa) NU Jepara. Berderet ambulance atau mobil layanan umat setidaknya menyambut para hadirin. Beragam seragam batik beridentitas NU atau lembaga dan badan otonom mewarnai lahan di Troso Strekan. Begitu juga karangan bunga ucapan selamat berbaris, meski ada keidentikan produksi dari belakang klinik Masyithoh Jepara.
Kemeriahan sudah diperoleh. Target 2.000 hadirin pun sudah terjawab dengan kehadiran 1000-an hadirin. Perkiraan massa yang hadir sekitar seribu orang itu, setidaknya berdasarkan perhitungan tim pendekar Pagar Nusa Jepara.
Di balik kehadiran warga Nahdliyin, ternyata menyisakan kekurang puasan. Ndoro Habib asal Pekalongan yang seringkali dijadikan "tameng" atas suara langit, tidak jadi hadir. Sebelumnya, sejumlah pihak sudah menunggu konfirmasi dan klarifikasi langsung dari Ndoro Habib terkait RS (tanpa) NU.
Begitu juga Gubernur Jateng yang tidak jadi hadir dalam acara show force kepanitiaan, pengurus yayasan, serta pengurus PCNU. Acara yang mestinya bisa berlevel nasional itu, turun kasta hanya menjadi acara DAri loKal Organisasi antar keCamatAN (dakocan).
Kemin Soplo Kere Kere yang sebagian hadir, menghibur diri mencari serta melihat urutan tiang yang akan dicor. "Kalau tidak dibantu jin, seminggu bikin 39 kolom coran tentu tak akan bisa," demikian seloroh pemegang kuasa acara.
Tentu ada bagian dari Kemin Soplo Kere Kere yang mengomentari di sela sela hadirin. "Semoga tiang coran tidak sia-sia dan buang anggaran saja, karena belum ada ijin," begitu kiranya.
Berkali-kali Kemin Soplo mengingatkan pentingnya tahapan prosedur dan administrasi dipenuhi terlebih dahulu. Analisis struktur lahan dan tanah lokasi, adalah persyaratan awal. Umum diketahui oleh masyarakat awam, sebelum dilakukan proses pembangunan maka perlu memastikan legalitas lahan, persetujuan tetangga kanan kiri, serta ijin membangun itu sendiri. Dapat dibayangkan jika itu semua tak perlu dilalui namun pembangunan tetap berjalan, dapat dipastikan "kalau tidak dibantu jin, jelas tidak bisa.
Ketidakhadiran Ndoro Habib asal Pekalongan dan Gubernur Jateng memang sudah diterka Kemin Soplo Kere Kere. Namun mestinya jajaran PWNU, PBNU, LKNU, ataupun Arsinu, dan PCNU terdekat pun bisa menjadikan acara grounbreaking semakin bermakna. Jika semua ini sudah terjadi, sosok yang paling lega sesungguhnya adalah jajaran panitia groundbreaking itu sendiri.
Jajaran panitia setidaknya sudah tuntas mengawal groundbreaking, urusan berikutnya bisa berserah diri atau bahkan melepaskan diri dengan sejumlah alasan. A'udzubillahi minal Anugerah Sehat, karena memang sangat terasa bagaimana standar kualitas bangunan RS (tanpa) NU yang direncanakan, belum bisa diketahui gambar kerja di setiap bagian.
Konsultan konstruksi, pengawas konstruksi, dan ijin pembangunan dimulainya kerja konstruksi seolah semuanya memang dilakukaan oleh "jin". Tentu sebagian panitia groundbreaking faham, karena ada yang punya pengalaman sendiri dalam mengawal proses perijinan dan tahap awal pembangunan RSI NU Mayong. Terlebih jajaran kepanitian adalah orang-orang pilihan dan hebat, berbeda jauh dengan Kemin Soplo Kere Kere Goblok Goblok.
Bagaimanapun groundbreaking sudah terlaksana. Groundbreaking bukanlah launching beroperasinya RS, sehingga perlu menyelesaikan fase berikutnya sebagai PR masih banyak sekali. Ijin mendirikan bangunan mesti diajukan yang beriringan dengan status legal kepemilikan tanah dan badan hukum yang menaungi, yaitu yayasan atau sejenisnya. Terlebih analisis kelayakan penyelenggaraan rumah sakit juga membutuhkan master plan rumah sakit dan business plan ke depan.
Pelunasan tanggungan pembebasan lahan menyisakan kekurangan sekitar 3,6 milyar. Seperti biasa, warga Nahdliyin itu semangat di depan dan loyo di kemudian hari manakala aspirasinya tidak terakomodir. Keinginan adanya RS dengan identitas NU yang jelas, masih menyisakan ketidakpuasan. Status quo yang telanjur blak-blakan dipertontonkan dalam sejumlah sambutan para pemegang kuasa, biarlah tinggal kita jadikan tontonan saja sebagai quo sadis RS (tanpa) NU.
Puas atau tidak puas, masing-masing kita sebagai warga Nahdliyin Jepara punya peran. Kalaupun tidak mampu berperan dalam penentuan kebijakan, setidaknya Kemin Soplo Kere Kere bisa berperan lewat tulisan sebagai pengingat di masa depan. Kalaupun tak bisa menulis, setidaknya bisa berdoa dan tak lagi bertanya tanya "tidak bahaya ta?". [dutaislam.or.id/ab]
Ditulis di Jepara, 1 Juli 2023 | Penulis: Kemin Soplo Kere Kere