Iklan

Iklan

,

Iklan

Keunikan Kitab Khawash Al-Qur'an - Karya Imam Ghazali

1 Des 2023, 10:47 WIB Ter-Updated 2024-08-06T20:59:02Z
Download Ngaji Gus Baha
khowashul quran imam al ghazali
Cover Kitab Khowashul Qur'an Imam Al-Ghazali. Foto: dutaislam.or.id.

Oleh Maulidi

Dutaislam.or.id - Termasuk bagian dari Khashaish Al-Qur'an adalah kajian stilistika Al-Qur'an, penulisan Al-Qur'an, sejarah Al-Qur'an, I’jaz Al-Qur'an dan sebagainya. Sedangkan khowash (jamak dari kata khossotun) diartikan pengaruh positif (ta’tsir al-manafi’) dari bacaan, tulisan dan penggunaan ayat, surat maupun Al-Qur'an secara keseluruhan dalam memberi manfaat (jalb al-maslahat) dan menolak bahaya (dafú al-madorrat) dalam kehidupan manusia.

Dalam kaitan terakhir ini, Imam az-Zarkasi dalam kitabnya al-Burhan maupun Imam as-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqon memberikan fokus kajian tersendiri. Baca: 55 Kitab Karya Imam Al-Ghazali dalam Satu Flashdisk.

Dalam kajian literatur kitab klasik, studi Living Al-Qur'an dalam ranah klinis ini telah banyak dikaji oleh ulama-ulama terkemuka, termasuk Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali (450-505H). Dalam catatan Said Fahied, al-Ghazali adalah tokoh ulama ketiga yang membahas tentang living Al-Qur'an dalam kitabnya Adz-Dzahab al-Ibriz fi Asrar Khowass Kitabillah al-Aziz, yang kemudian popular dengan sebutan Khowass Al-Qur'an.

Dua tokoh ulama sebelumnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Said At-Tamimi (390H) dan Abu Abdillah Husien as-Shuimary (436H). Kitab Khowass Al-Qur'an Al-Ghazali dalam bentuk manuskrip (nuskhat makhtutat) ini tergolong karya unik (kitab nadir).

Baca: Kumpulan Link Download Kitab Makna Pesantren

Karya lain Al-Ghazali yang senada dengan kitab ini adalah kitab Al-Aufaq (PDF). Keduanya merupakan karya unik Al-Ghazali yang membahas tentang tema-tema living Al-Qur'an (untuk tidak menyebut mantra ruqyah syar‎’iyah) di luar ekspektasi banyak orang yang konsern mengkaji pemikiran Al-Ghazali. Di mana dalam studi keislaman selama ini, Al-Gazali lebih dikenal sebagai seorang ulama fakih-cum-sufi (kitab Ihya’ Ulumiddin), filosof (kitab al-Munqidz min adl-Dlalal) dan ushuli/ahli ushul fikih (kitab al-Mustashfa).

Sementara kitab Khowass Al-Qur'an ini lebih mengkaji Al-Qur'an dari perspektif klinis, dalam bahasa Majdi Muhammad As-Sahawi (Intelektual Mesir) disebut at-Thibb ar-Ruhaniy. Lebih tepatnya, Al-Qur'an dipahami sebagai media ruqyah syaríyah (terapi pengobatan berbasis ayat-ayat Al-Qur'an).

Keunikan Kitab Khowass Al-Qur'an
Keunikan kajian dalam kitab Khowass Al-Qur'an ini terdapat pada dua sisi: Pertama, kitab ini menjelaskan beberapa problem klinis maupun problem sosial empirik yang dialami langsung oleh masyarakat (tajribah).

Selain riwayat (kisah) para tokoh pelaku (praktisi), juga dijelaskan tatacara praktek (aplikatif) pengamalan ayat-ayat yang dinilai memiliki kekuatan magis dan menjadi “mantra” ruqyah dalam menjawab masalah-masalah yang dihadapi. Misalnya doa sakit mata, doa sakit panas, doa sakit kepala, doa pembungkam lawan, doa keharmonisan rumah tangga, doa mahabbah, doa kecerdasan (memiliki daya hafal kuat), doa perjalanan laut, doa kesembuhan dari penyakit lepra, doa melahirkan dan lain-lain.

=======
IDENTITAS KITAB:
Nama Kitab : Khowashul Qur'an (PDF)
Penulis    : Imam Abu Hamid Imam Al-Ghazali
Tahqiq     : Majdi Muhammad as-Sahawi, Intelektual Mesir
Penerbit   : -
Tebal      : 106 halaman
Size       : 22.8 MB
Link Download:
1. Kitab Khowashul Qur'an (PDF) Imam Al-Ghazali (Cet 1)
2. Kitab Khowashul Qur'an (PDF) Imam Al-Ghazali (Cet 2)
=======

Contohnya, dikisahkan dalam kitab tersebut, bahwa Imam Malik bin Anas (Mufti Madinah) kala itu dipanggil Khalifah Harun Ar-Rasyied untuk menghadap Istana, karena mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan politik penguasa, sehingga membuat pihak istana saat itu geram.  Namun, Imam Malik tetap bersikukuh untuk tidak menemuinya secara langsung.

Hal ini membuat Khalifah Harun semakin marah besar dan akhirnya mendatangi langsung kediaman Imam Malik. Qadarullah, setelah mereka bertemu langsung, justru yang terjadi sebaliknya. Khalifah Harun menghormati Imam Malik dengan penuh hormat dan sikap lemah lembut, begitu pula Imam Malik menyambutnya dengan penuh doa dan pujian.

Ajudan Istana saat itu mendadak heran, seakan bertanya apakah gerangan yang membuat Khalifah tiba-tiba ramah padahal sebelumnya sangat amarah. Ternyata Imam Malik menuliskan ayat Kaf, Ha’Ya’Ain Shod di tangan kanannya dan Ha’Mim Ain Siin Qoof di tangan kirinya.

Kisah lain yang juga diceritakan adalah Imam as-Syafie. Sesampainya di Mesir, Imam asy-Syafi’e dipanggil untuk menghadap Sang Raja. Sebelum menemuinya, Imam asy-Syafie membaca surat Al-Mukminun ayat 97-98 agar dipermudah memperoleh keterangan ijin (permit) bagi pendatang baru di wilayah Mesir. Sebelumnya, Imam asy-Syafié telah lama mengajukan permohonan tersebut, tetapi tidak cepat mendapat respon positif.

Walhasil, Qadarullah, akhirnya Imam Asy-Syafie mendapat sambutan hangat dan kehormatan dari Raja Mesir, bahkan ia diperkenankan menyebarkan ilmunya hingga ia sukses dan akhirnya ia pun wafat dan dimakamkan di Mesir.

Kedua, sisi keunikan yang menarik dari Kitab Khowass Qur'an Al-Ghazali (PDF) ini terletak pada epistem yang digunakan. Dalam hemat penulis, al-Gazzali cenderung menggunakan tiga pendekatan dalam memahami (mentakwil) ayat-ayat Al-Qur'an sebagai mantra ruqyah syaríyah.

Pertama, Iqtirobah Lughowiyah (pendekatan kebahasaan yang berbasis pada korelasi (munasabah) makna kata yang memiliki relevansi dengan peristiwa). Misalnya dalam hal terapi penyembuhan sakit mata, ayat yang dipilih antara lain adalah QS. Qaff: 22. Dalam Ayat tersebut terdapat kata bashor (mata), sehingga diduga kuat memiliki korelasi makna dengan peritiwa sakit mata yang dialami.

Contoh lain doa sakit panas, ayat yang digunakan untuk ruqyah sakit panas adalah ayat yang di dalamnya terdapat kata takhfif (meringankan), di mana disinyalir kuat ayat tersebut memiliki korelasi makna dengan kurangnya sakit panas yang dideritanya seperti QS. An-Nisa’: 28; Al-Anfal: 66 dan Al-Baqarah: 178.

Begitu pula doa terapi untuk melahirkan secara mudah. Ayat yang dipilih adalah QS. Al-Insyiqoq:1-4. Ayat ini memiliki kandungan arti pecah (insyiqoq) sehingga dipandang tepat untuk terapi melahirkan karena maknanya terkait dengan pecahnya ketuban (tahapan pertama proses melahirkan).

Kedua, Iqtirobah Bayaniyah (dalail-nasshiyah), dalam istilah Imam Asy-Syafie bayan dimaknai dalil. Yakni pendekatan dalil-dalil tekstual normatif baik dari Al-Qur'an maupun as-Sunnah, yang mengandung unsur kalimat doa (alfadz thalabiyah), meski terkadang tidak ada korelasi makna antara kata dengan peristiwa yang terjadi.

Intinya pendekatan ini lebih pada adanya kekuatan teks otoritatif. Contohnya doa permohonan agar hajat segera terkabulkan (berdasar Hadis Riwayat Nafi’dari Abdullah bin Umar), Fadilah Surat al-Fatihah untuk segala penyakit (berdasar Hadis Riwayat Imam Al-Bukhari), Khasiat Ayat Kursi agar terhindar dari gangguan Jin (berdasar Hadis Riwayat Abu Hurairah).

Ketiga, Iqtirobah Irfaniyah, yakni pendekatan keyakinan hati (wijdaniy) terhadap ayat-ayat muqotthoát (seperti awail suwar/ayat-ayat di awal surat) yang diyakini memiliki kekuatan magis tersendiri. Asumsi Al-Ghazali, ayat-ayat tersebut posisinya berada di awal surat yang diduga sebagai perisai atas originalitas Al-Qur'an.

Selain itu, mayoritas mufassir memilih tawaqquf dalam memaknai ayat-ayat tersebut dan menyerahkan maknanya kepada Allah (dengan kalimat wallahu a’lamu bi murodihi). Contohnya ayat-ayat yang dipraktikkan Imam Malik seperti telah disebutkan kisahnya di atas. Masih banyak contoh ayat-ayat lain yang dijelaskan Al-Ghazali dalam penjelasan kitab tersebut.

Simpulnya, bahwa multitalenta keilmuan Al-Ghazali di satu sisi patut diapresiasi positif sebagai tolak ukur kemajuan keilmuan islam multi-disipliner kala itu, sehingga ulama berikutnya memiliki giant (cantolan) atau sanad keilmuan untuk mengembangkannya.

Lain dari pada itu, karya Khowass Al-Qur'an Al-Ghazali ini membuka ruang alam pikir baru bagi kaum intelektual muslim untuk melakukan riset-riset lanjutan berbasis Al-Qur'an, sehingga Al-Qur'an tetap memiliki nilai tran-historis (istibdadiyah) dan terus menemukan momentum relevansinya seiring perkembangan ilmu pengetahuan dalam konteks kehidupan masyarakat.

Lagi-lagi untuk mempertahankan predikat Al-Qur'an yang diyakini sebagai kitab wahyu penutup (khatam al-kutub as-samawiyah) yang komprehensif (kamil-syamil). Wallahu a’lamu bi showab!. [dutaislam.or.id/ab]

Maulidi, Asrama Nurul Ihsan, Ponpes Salafiyah Syafieyah Sukorejo Situbondo

Iklan