Ilustrasi tafsir etika dakwah Islam. Foto: istimewa. |
Oleh Fira Fitriyani
Dutaislam.or.id - Dalam Surat An-Nahl ayat 125, Allah Swt berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِه وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Terjemah:
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk". (QS. An-Nahl: 125)
Kata اُدْع dalam ayat di atas berasal dari kataً دَعْوَة -ْ يَدْعُو - دَعَا yang berarti menyeru, memanggil, mengajak, menjamu. Sedangkan kata دَعَا اِلَى berarti mengajak kepada. Kataٍ دَاع artinya berdo'a, yang menyeru, yang memanggil. Kata دَعْوَة artinya seruan, panggilan, ajakan, jamuan.
Jadi Dakwah adalah usaha dalam Islam untuk menyampaikan ajaran agama kepada orang lain dengan tujuan mengajak mereka kepada kebenaran, kebaikan, dan ketaatan kepada Allah. Melalui berbagai bentuk seperti komunikasi lisan, perilaku, tulisan, dan penggunaan harta.
Dakwah bertujuan untuk memperkuat iman, memperbaiki akhlak, serta membawa manusia kepada jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Ini merupakan tugas penting umat Islam dalam memperjuangkan kebaikan dan menyebarkan pesan-pesan yang membawa manfaat kepada individu dan masyarakat secara luas.
Sabab Nuzul Ayat
Sabab Nuzul surat An-Nahl ayat 125 berkaitan dengan peristiwa perang Uhud di masa Rasululah Saw. Al-Hakim, al-Baihaqi dalam Ad-Dala'il dan Bazzar meriwayatkan dari Abu Khurairah bahwa Rasulullah Saw berdiri di dekat jenazah pamannya yang mati syahid, tubuhnya dicabik-cabik, sobek perutnya, hidungnya terpotong, dan kedua telinganya putus oleh musuh-musuhnya.
Rasulullah Saw berkata, "Aku akan mencabik-cabik ketujuh puluh itu sebagai balasan". Demikianlah Jibril turun dalam keadaan Nabi Muhammad Saw masih berdiri, yang menandai berakhirnya surat An-Nahl, "dan jika kamu balas maka balaslah dengan balasan yang sama". Maka Rasulullah Saw tidak jadi membalasnya. Beliau bersabar dengan kesabaran yang tidak dimiliki orang lain.
Munasabah Ayat
Ayat 125 ini merupakan penjelasan atas ayat sebelumnya, yaitu ayat yang mengikuti seruan Nabi Ibrahim yang mengikuti agama Islam. Jadi ketika Rasulullah Saw mengajak manusia untuk masuk Islam, berarti dia juga menyerukan untuk mengikuti ajaran Ibrahim.
Allah Swt memerintahkan untuk berlaku adil, tepat dalam hukuman/kecurigaan, seimbang dalam menjalankan hak dan kewajiban, karena sewaktu-waktu seruan ini juga dapat menimbulkan kebencian terhadap sesama sehingga menimbulkan konflik dan peperangan. Maka Allah berfirman dalam ayat berikutnya:
وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ
Terjemah:
"Jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar". (QS. An-Nahl:126)
Dalam ayat 126 ini ditegaskan kepada kaum muslimin yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan agama Islam, tentang sikap yang harus mereka ambil jika menghadapi permusuhan. Namun jika seruan tersebut mendapat perlawanan yang kuat, misalnya dalam bentuk penyiksaan atau pembunuhan, maka Islam akan mengambil sikap tegas dalam menghadapi situasi tersebut.
Tafsir An-Nahl ayat 125
Tentang ayat ini, penulis Kitab Tafsir Jalalain menjelaskan bahwa Allah Swt meminta para rasul dan pengikut mereka untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada manusia dengan cara terbaik, menggunakan kata-kata yang lemah lembut, dan penuh hikmah saat berdakwah.
Selain itu, mereka menekankan pentingnya berargumen dengan cara yang baik dan meyakinkan ketika berhadapan dengan orang yang tidak setuju dengan keyakinan mereka. Tafsir ini juga menyatakan bahwa manusia harus bergantung pada Allah saat berdakwah karena Dia lebih mengetahui siapa yang akan mendapat petunjuk dan siapa yang akan tersesat.
Abdullah bin Muhammad dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada para rasul dan pengikut mereka untuk menyebarkan ajaran agama dengan cara yang terbaik dan menggunakan metode yang paling efektif.
Dakwah harus dilakukan dengan hikmah, kesabaran, dan pemahaman yang baik terhadap situasi orang yang diajak berdakwah. Selain itu, tafsir ini menekankan bahwa dakwah harus dilakukan dengan lemah lembut dan tanpa kekerasan.
Dalam tafsirnya, M. Quraisy Shihab mengatakan bahwa Allah meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim a.s. Kemudian Dia menjelaskan bagaimana Nabi SAW harus mendakwahkan orang lain ke jalan Allah dengan menggunakan tiga metode dakwah yaitu hikmah, mau'idhah, dan jidal. Tiga pendekatan dakwah ini harus diterapkan saat berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai tingkat dan kecenderungan.
Jangan takut dengan tuduhan dan ejekan orang-orang musyrik, percayakan urusanmu dan urusan mereka kepada Allah, karena hanya Allah yang dapat memberimu petunjuk dan kebaikan. Dan Allah lebih mengenal dirimu daripada orang lain yang mengaku mengetahuinya.
Dalam Tafsir Al-Wajiz, Syekh Al-Wahidi mengatakan bahwa orang Islam diminta untuk berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang baik dan santun. Tujuannya adalah untuk mengajarkan mereka kebenaran Islam.
Dengan berdebat dengan cara yang baik, umat Islam akan lebih mudah menyampaikan kebenaran dan mengajak orang lain untuk menganut agama Islam. Namun, persaudaraan dapat dipertahankan dengan diskusi etika yang sehat. [dutaislam.or.id/ab]