Ilustrasi Ashabul Kahfi. Foto: istimewa. |
Oleh Karimah Abdillah
Dutaislam.or.id - Tentang kisah Ashabul Kahfi, Allah berfirman:
فَضَرَبْنَا عَلَىٰٓ ءَاذَانِهِمْ فِى ٱلْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
Terjemah:
"Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu" (Q.S. Al-Kahfi: 11)
Kajian Kosa Kata dan Makna. Pertama, kata فَضَرَبْنَا memiliki dasar huruf ض ر ب terdapat 55 kali di dalam Al-Qur'an yang tersebar di banyak surah. Biasanya, makna kata ضَرَبَ (dharaba) yang sering kali diketahui yaitu memukul.
Adapun kata ضَرَبَ (dharaba) memiliki banyak sekali makna, seperti bergerak, mendirikan, dan lain sebagainya tergantung pada kata setelahnya ataupun makna dari keseluruhan kalimat. Kata ضَرَبَ (dharaba) pada ayat ini memiliki makna membuat seseorang dapat tertidur lelap, tidak dibangunkan dengan suara-suara yang dapat membangunkannya.
Kedua, kata ٱلْكَهْفِ yang artinya gua yang berada di pegunungan, jamaknya yaitu كُهُوْفٌ (kuhuufun). Ibnu Manzhur menjelaskan bahwa الكَهْفُ (al-kahf) sama dengan الغَارُ (al-ghaar) yang terdapat di gunung. Hanya saja الكَهْفُ (al-kahf) lebih lebar dari المَغَرَةُ (al-maghaarah).
Jadi, apabila goa itu bentuknya kecil disebut غَارٌ (ghaarun). Adapun kata yang memiliki dasar huruf ك ه ف terdapat 7 kali dalam al-Qur’an dan seluruhnya terdapat di dalam surat al-Kahfi.
Sabab Nuzul
Pada tafsir Al-Munir karya syaikh Wahbah Az-Zuhaili disebutkan dari Muhammad Ibnu Ishaq menyebutkan sebab turunya ayat terkait Ashabul Kahfi ini dijelaskan secara rinci.
Beliau mengatakan: Nadhar bin Harits, salah satu setan Kaum Quraisy, pernah menyakiti Rasulullah ﷺ dan mengikrarkan permusuhan terhadap Beliau. Ia mendatangi Hirah dan mempelajari cerita-cerita tentang Rostam dan Esfandiyar.
Jika Rasulullah ﷺ duduk dalam sebuah majelis dan menyebutkan tentang adzab yang diterima umat-umat terdahulu maka Nadhar ini selalu hadir untuk menentang majelis Rasulullah ﷺ tersebut seraya berdiri dan berkata: Wahai Kaum Quraisy, demi Allah, sesungguhnya aku lebih pandai bercerita dibanding dia. Mari perhatikan baik-baik, aku akan menceritakan kepada kalian dengan cerita yang lebih bagus daripada ceritanya.
Nadhar kemudian menceritakan kepada mereka tentang raja-raja Persia. Kaum Quraisy kemudian mengutus Nadhar, juga turut bersamanya Utbah bin Abi Mu'ith menemui para rahib Yahudi di Madinah. Kaum Quraisy tersebut berkata kepada mereka berdua:
"Tanyakanlah kepada mereka tentang Muhammad dan sifatnya, lalu beritahukanlah kepada mereka apa saja yang telah dikatakannya karena mereka (orang-orang Yahudi) ialah generasi Ahlul Kitab pertama, mereka memiliki pengetahuan tentang para nabi yang tidak kita miliki".
Kedua orang tersebut keluar dari kota tersebut hingga tiba di Madinah. Di tempat itu mereka bertanya kepada para rahib Yahudi tentang Muhammad. Para rahib Yahudi tersebut berkata, "Tanyakanlah kepada Muhammad tentang tiga hal: tentang para pemuda yang pergi pada masa pertama bukan karena keinginan mereka, kisah mereka sungguh menakjubkan, dan tentang seorang Iaki-laki yang berkeliling dunia hingga telah tiba di Barat dan Timur belahan dunia, bagaimana cerita tentang dirinya tersebut. Terakhir tanyakanlah kepadanya tentang ruh, apakah ruh itu sebenarnya?
Jika ia mampu memberitahukan kepada kalian tentang semua ini, ia adalah seorang nabi. Sebaliknya, jika ia tidak mampu menjawabnya, ia tak lain hanya seorang yang mengaku-ngaku nabi".
Saat Nadhar dan temannya tiba di Mekkah, mereka berdua berkata: "Kami telah datang menemui kalian dengan sesuatu yang akan menjadi penjelas antara kita dan Muhammad".
Kemudian, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan para rahib tersebut. Mereka semua beramai-ramai menjumpai Rasulullah ﷺ dan menanyakan kepadanya tentang hal tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda, 'Saya akan menjawab pertanyaan kalian tersebut besok.' Tetapi Nabi ﷺ tidak mengatakan, 'ln syaa Allah.'
Lantas mereka meninggalkan Nabi Muhammad ﷺ, beliau kemudian berdiam diri (seperti yang diriwayatkan) selama lima belas malam, sampai penduduk Mekkah pun menjadi ramai karena keterlambatan jawaban beliau.
Mereka berkata, "Ketika berjumpa, Muhammad menjanjikan kepada kami akan memberikan jawaban pada esoknya, tapi hari ini sudah malam kelima belas".
Nabi Muhammad ﷺ merasa gelisah karena peristiwa tersebut. Tak lama kemudian, datanglah Jibril yang diutus Allah ﷻ dengan membawa Surat Ashabul Kahfi. Di dalam surah tersebut terdapat teguran Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ atas kesedihannya terhadap kondisi penduduk Mekkah. Juga terdapat di dalamnya berita tentang para pemuda Ashabul Kahfi dan tentang seorang laki-laki yang telah mengelilingi dunia.
Uraian Tafsir
Dalam tafsir at-Thabari dijelaskan bahwa maksud dari ayat di atas yaitu "Kami menutup telinga mereka (Ashabul Kahfi) di dalam gua", yakni: Kami tidurkan mereka sebagaimana perkataan seseorang kepada orang lain, ضربكَ اللهُ الفالجَ yang maksudnya Allah menguji dengannya dan mengutusnya kepadanya. Dan pada kata سِنِينَ عَدَدًا memiliki makna tahun yang terbilang.
Adapun di dalam tafsir Al-Qurthubi terdapat beberapa pendapat mengenai ayat tersebut. Al-Qurthubi mengungkapkan bahwa ayat ini adalah salah satu ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa orang Arab tidak akan mampu membuat ayat yang sepadan dengan ayat tersebut.
Az-Zujjaj mengatakan bahwa Allah mencegah mereka (Ashabul Kahfi) dari kemampuan mendengar. Karena orang yang tertidur dapat terbangun jika ia mendengar sesuatu. Dan Ibnu Abbas berkata bahwa Allah menutup telinga-telinga mereka dari suara yang dapat masuk ke dalamnya.
Adapun yang berpendapat makna dari kalimat فَضَرَبْنَا عَلَىٰٓ ءَاذَانِهِمْ فِى ٱلْكَهْفِ itu adalah Allah mengabulkan doa mereka dan Allah menjauhkan dari mereka kejahatan kaum mereka maka Allah tidurkan mereka. Dan dari pendapat-pendapat di atas memiliki makna yang berdekatan.
Dan pada Tafsir Fi Zilalil Qur'an karya Sayyid Quthub dikatakan bahwa Ashabul Kahfi adalah pemuda-pemuda yang tidak diketahui persis berapa jumlah dari mereka. Mereka berlindung ke dalam gua karena beriman kepada Allah. Kemudian, Allah menutup telinga mereka dan menidurkan mereka selama beberapa tahun yang tidak diketahui jumlah pastinya.
Setelah itu, mereka dibangkitkan dari tidur panjangnya. Mereka terbagi menjadi dua kelompok yang berselisih tentang hitungan lamanya mereka tinggal di gua tersebut. Mereka menetap di dalam gua, namun akhirnya mereka mengutus salah seorang dari mereka untuk mengecek siapa yang hitungannya lebih akurat.
Kontekstualisasi Ayat
Para pemuda Ashabul Kahfi adalah teladan bagi kaum muda saat ini, mereka berjuang untuk mempertahankan akidah mereka meskipun dihadapkan pada kezaliman dan penindasan. Mereka mencari perlindungan kepada Allah dan akhirnya tidur dalam gua selama lebih dari tiga abad.
Setelah bangun, mereka menyaksikan perubahan besar di dunia mereka, termasuk banyaknya orang yang beriman dan hilangnya pemimpin zalim.
Dalam era "post truth", kebenaran dan kebatilan seringkali dipertukarkan, dan pemuda dihadapkan pada tantangan dalam mempertahankan kebenaran dan membedakan antara yang benar dan yang salah.
Mereka harus mengikat diri dengan semangat dan keteguhan hati seperti Ashabul Kahfi, berjuang untuk mempertahankan kebenaran, menentang kezaliman, dan membawa kebaikan kepada masyarakat.
Kisah Ashabul Kahfi menjadi pelajaran bagi pemuda saat ini untuk tetap berpegang teguh pada kebenaran dan keimanan, serta berjuang melawan segala bentuk kesesatan dan kezaliman, meskipun dihadapkan pada tantangan yang berat di akhir zaman. [dutaislam.or.id/ab]