Foto KH. Bisri Musthofa. Sumber: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Suatu hari, KH Bisri Mustofa Rembang, ayah Gus Mus, diundang untuk memberikan mau'idzah hasanah dalam sebuah pengajian akbar di pesisir utara Jawa. Saat itu adalah masa Orde Lama, ketika kekuatan politik yang anti-agama semakin kuat mencengkeram baik dalam birokrasi sipil maupun militer.
Di lokasi pengajian yang dipadati oleh jamaah, pengamanan aparat terlihat sangat ketat, lebih dari biasanya. Panitia, dengan keringat dingin yang mengalir di wajah, mendekati Kiai Bisri yang sedang duduk di kursi depan. "Kiai," ujar panitia, "Kata Pak Polisi dan Pak Tentara, Panjenengan tidak boleh menyampaikan pengajian. Bagaimana ini, Kiai?"
"Lho, kenapa katanya?" tanya Kiai Bisri.
"Mereka bilang ceramah Panjenengan tidak mendapat izin dari komandannya. Dikhawatirkan ceramah Panjenengan akan mengganggu ketertiban umum."
"O begitu, hehe... Ya tidak apa-apa, hehehe... Coba ditanyakan, kalau berdoa saja boleh atau tidak?"
Dengan hati yang bimbang, panitia pun menemui petugas keamanan lagi. Di dalam hatinya, ia berpikir, "Kalau cuma berdoa, buat apa mengundang muballigh kondang sekelas Kiai Bisri?" Namun, daripada tidak sama sekali, lebih baik meminta izin. Dan benar saja, jika hanya berdoa memang diperbolehkan.
Dengan wajah sumringah, Kiai Bisri naik ke mimbar. Setelah mengucapkan mukadimah doa sebagaimana biasanya, beliau mulai berdoa dalam Bahasa Indonesia. "Ya Allah, Ya Tuhan kami... Kami berhimpun di sini tak lain hanya untuk mendengar firman-Mu yang menyejukkan hati, menyimak ilmu-Mu untuk memperkaya jiwa kami, menadah perintah dan larangan-Mu agar tertata langkah kami, meneladani Kanjeng Nabi dan ndherek dhawuh para 'ulama agar berkah hidup kami... Tapi bapak-bapak ini, mungkin karena jarang ikut pengajian bersama kami, mengira kami membicarakan hal-hal yang patut dicurigai..."
"Maka Ya Allah, Ya Tuhan kami... Bukakanlah mata dan telinga kami semua, khususnya Bapak-bapak Tentara maupun Polisi, bahwa kami rakyat Indonesia sangat mencintai negeri ini... Inilah kami mengenang perjuangan para pahlawan kami, supaya anak cucu kami tahu bahwa mereka mewarisi negeri yang didirikan dengan pengorbanan harta dan jiwa, darah dan air mata. Ya Allah, Ya Tuhan kami... Bukakanlah mata dan telinga kami semua, khususnya Bapak-bapak Tentara maupun Polisi, tentang siapa musuh sejati dari negeri tercinta Indonesia Raya ini..."
Doa Kiai Bisri, yang sejatinya adalah orasi, berlangsung selama 2,5 jam, sementara para hadirin tersenyum-senyum dan petugas keamanan terkejut dan kebingungan. [dutaislam.or.id/ab]