Sentuhan tangan suami istri saat thawaf tidak perlu pindah madzhab. Foto: dutaislam.or.id. |
Oleh KH. Mohammad Ma'ruf Khozin
Dutaislam.or.id - Saya termasuk orang yang menyaksikan ketimpangan dalam hal ilmu, bimbingan, kemampuan dan semangat ibadah ke Makah yang sangat jauh. Tidak sedikit yang mampu secara keuangan, minim belajar ilmu manasik dan bimbingan yang kurang memadai, tapi bisa berangkat haji dan umrah.
Contoh soal thawaf dengan berpegang tangan suami-istri. Kebanyakan warga Indonesia mengikuti madzhab Syafi'i, tapi saat thawaf, biasanya pembimbing mengarahkan agar "ikut madzhab yang mengatakan tidak batal wudlu'" saja tanpa menjelaskan di madzhab siapa mereka taqlid dan seterusnya.
1. Bersentuhan tangan suami dan istri
Suami dan istri jika bersentuhan tangan tidak membatalkan wudlu' tidak perlu sampai pindah madzhab. Karena di salah satu pendapat Imam Syafi'i dijumpai perihal suami dan istri yang bersentuhan:
وقال في حرملة لا ينتقض لان عائشة رضى الله عنها قالت (افتقدت رسول الله صلى الله عليه وسلم في الفراش فقمت أطلبه فوقعت يدى على اخمص قدميه)
Terjemah:
"Syafi'i berkata dalam riwayat Harmalah bahwa wudlu' suami tidak batal, sebab Aisyah pernah mencari Rasulullah Saw di malam hari (karena dulu tidak ada lampu) lalu Aisyah memagang bagian bawah kaki Nabi (padahal Nabi sedang sujud salat dan tidak membatalkan salatnya)" (Kitab Al Majmu', 2/24)
Akan tetapi Imam Nawawi mentarjih bahwa dalil batalnya wudlu' suami dan istri jika bersentuhan, dapat batal.
Sementara dari empat madzhab yang menghukumi tidak wajib berwudlu' adalah madzhab Hanafi:
قال السرخسي: "لا يجب الوضوء من القبلة ومس المرأة، بشهوة أو غير شهوة"
Terjemah:
"Tidak wajib berwudlu' karena mencium dan memegang istri, baik syahwat atau tidak" (Syaikh As-Sarakhsi, Al-Mabsuth: 1/121)
Bagaimana jika bersentuhan dengan wanita lain tanpa sengaja atau batal wudlu' saat thawaf? Baca: Hukum Sentuhan Kulit Lelaki dan Perempuan dalam Thawaf. [dutaislam.or.id/ab]
KH. Mohammad Ma'ruf Khozin, Ketua Aswaja Center PWNU Jawa Timur.