Ilsutrasi tarik ulur undangan Rabithah Alawiyah. Foto: istimewa. |
Oleh KH. Ali Badri Masyhuri
Dutaislam.or.id - Undangan Rabithah Alawiyah (RA) untuk diskusi nasab Ba'lawi kepada Kiai Imaduddin cs. ternyata tidak diterima dengan baik oleh sebagian orang, khususnya di kalangan “Imadiyyun”. Saya yakin ketua RA berniat baik walaupun disalahpahami oleh sebagian orang. Maka saya akan menyampaikan beberapa hal terkait undangan RA itu.
Pertama, sepertinya pihak Kiai Imaduddin meragukan sportifitas RA dengan undangan diskusi tertutupnya itu. Untuk itu saya mengusulkan beberapa hal berikut:
- RA memberi kesempatan dan tempat kepada pihak Kiai Imaduddin untuk membawa tim multimedia sendiri, agar satu channel mereka juga menayangkan secara live, supaya mereka yakin bahwa tak ada sabotase dalam penyiaran secara live.
- Undang beberapa ulama dan akademisi yang netral untuk mengamati perjalanan diskusi, tunjuk salah satu dari mereka untuk menjadi moderator.
- Undang MUI (sebagai perwakilan pemerintah) untuk mengamati diskusi dan mengumumkan kesepakatan kedua belah pihak.
- Saya siap hadir di barisan pengamat, tapi kalau jagoan saya terdesak saya boleh turun gelanggang ya. Tunggu, jagoan saya siapa ya? Kalau point no. 4 ini terlaksana, maka teman-teman semua akan tahu siapa jagoan saya.
Kedua, tulisan saya itu direspon oleh seorang habib dan beliau meminta saya untuk menghapusnya dari FB, sayapun bilang akan menghapusnya kalau tulisan itu disampaikan pada RA dan RA segera mengumumkan kesiapannya untuk melakukan hal-hal yang saya usulkan tersebut, saya bilang RA tidak usah menyebut nama saya supaya seolah itu inisiatif RA, habib itupun menyanggupinya dan saya langsung menghapusnya.
Baca: KH. Imaduddin Ustman Akan Hadir di UIN Walisongo Semarang
Namun seharian saya menunggu dan tidak ada tindakan resmi apapun dari pihak RA. Mungkin saja pesan saya itu tidak sampai ke RA, maka saya pun kembali mengunggah tulisan saya itu. Kemudain ada orang lain yang bilang akan menyampaikan usulan saya itu ke Habib Hanif Alatas dan sepertinya benar-benar sampai pada beliau, karena dalam video terakhir Habib Hanif, beliau mempersilakan kubu Kiai Imaduddin untuk merekam atau membawa tim media sendiri.
Namun itu hanya pernyataan Habib Hanif saja, bukan atas nama RA, bahkan beliau bilang “saya yakin RA membolehan”, itu artinya “jagoan saya” ini tidak menyampaikan pada RA atau belum mendapat jawaban dari RA. Saya jadi teringat dengan kejadian di “debat Banten”, dimana saya meminta Habib Hanif agar menghubungi ketua RA untuk meminta penunjukan sebagai perwakilan resmi RA.
Maksud saya, kalau Habib Hanif resmi mewakili RA, maka saya punya alasan untuk membujuk Kiai Imaduddin agar hadir. Namun sepertinya habib muda “jagoan saya” ini segan mau menghubungi ketua RA.
Ketiga, seandainya saya di posisi Kiai Imad, demi Allah saya sama sekali tidak keberatan berdebat di kantor RA asalkan syarat-syarat yang saya usulkan itu diterima. Kemudian untuk jagoan saya, Habib Hanif Alatas, diskusi harus di kantor RA itu memang lebih baik kalau dari awal diskusi ini berjalan secara sehat.
Ini sudah bukan lagi sekedar diskusi, ini sudah menjadi konflik publik, jadi wajar juga kalau “Imadiyyun” keberatan diskusinya di kantor RA, sebagaimana juga sangat wajar kalau RA akan keberatan diskusinya di aula Pesantren Kiai Imaduddin.
Namun saya akan sangat memohon agar Kiai Imaduddin menghadiri undangan RA asalkan RA menerima usulan-usulan saya di atas. Saya bahkan siap mengawal Kiai Imaduddin dan kepala saya jadi taruhannya kalau ada persekusi dalam bentuk apapun.
Dulu, ketika RA mempermasalahkan nasab keluarga Walisongo yang tergabung dalam lembaga saya, RA juga tidak pernah datang ke kantor saya yang waktu itu ada di Cirebon. Bahkan RA mendesak Ash-Shofwah untuk membawa saya ke Malang untuk berdebat dengan RA.
Baca: Empat Kali Rabithah Alawiyah (RA) Tidak Hadiri Undangan Diskusi dengan Kiai Imaduddin
Ketika itu saya meminta agar pertemuan dengan RA direkam video dan dihadiri oleh banyak pihak luar sebagai saksi, namun Ash-Shofwah menolak rame-rame, mungkin ketua Ash-Shofwah kasihan pada habaib, takut mereka saya permalukan didepan publik.
Akhirnya, RA yang awalnya sudah kepedean itu hanya mengirim utusan satu orang saja, yaitu Habib Abdullah Maulakhelah yang kini telah meninggal dunia. Singkatnya, debat selesai dengan baik dan RA selamat karena debat tidak disaksikan oleh orang banyak. Habib Abdullah yang mewakili RA itupun menyatakan kalau lembaga saya tidak dipermasalahkan lagi.
Saksinya hanya dua orang, yaitu KH. Muhammad Ihya’ (ketua Ash-Shofwah) dan KH. Lutfi Bashori (tuan rumah). Keduanya masih sehat wal afiat. Tanyakan saja pada mereka akan kebenaran cerita saya ini. Demi Allah mereka tidak akan berbohong. Namun pasca debat dan kesepakatan itu, ternyata RA tetap saja membiarkan anggotanya menghina lembaga saya.
Keempat, terkait nasab Ba'alwi, sejak awal saya menyatakan dengan tegas bahwa nasab Ba'alwi bukan yang paling shahih, namun tidak sampai batal apalagi haram mempercayainya. Saya tidak mau berdebat dengan Kiai Imaduddin terkait ini, karena saya mau melihat kemampuan RA dalam mempertahankan “keabsahan” nasab mereka dan kemampuan RA di dalam meredam konflik ini.
Yuk Gabung Channel WhatsApp Grup Duta Islam
Ingat, dulu RA mempermasalahkan nasab keluarga Walisongo yang saya himpun. Setelah saya jawab dan saya tantang debat di publik akhirnya RA diam. Setidaknya, mereka tidak berani membuat pernyataan di publik untuk membatalkan nasab keluarga Walisongo yang tergabung di lembaga saya. Bahkan RA mengajak saya untuk berdamai setelah habaib berdiskusi di rumah Habib Taufiq Assegaf (Ketua RA sekarang).
Namun RA curang dengan membiarkan sebagian habaib menekan Ash-Shofwah (perhimpunan alumni Al-Mailiki) sehingga Ash-Shofwah meminta agar saya mengalah dengan menerima skorsing 5 tahun. Ash-Sofwah meminta saya untuk tidak meladeni hujatan anggota RA, sementara RA membiarkan anggotanya menyerang saya dengan mengatakan saya dajjal, kadzdzab, laknanatullah dan lain-lain, termasuk saya difitnah bahwa ketika mondok di Mekah dulu saya pulang diusir oleh Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki.
Demi Allah, saat itu saya mengalah demi menjaga nama baik Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki. Saya mengorbankan nama baik saya sendiri yang menjadi buruk di mata orang-orang yang mempercayai fitnah-fitnah busuk itu. Kalau mau, saya bisa saja memperkarakan mereka ke pengadilan, namun saya tidak melakukan itu karena Ash-Shofwah akan terseret sebagai saksi dan itu dapat mencemarkan nama baik Ash-Shofwah, sehingga orang-orang akan menilai bahwa Ash-Shofwah tidak tegas pada RA.
Saya tidak menyalahkan orang-orang yang hingga kini percaya pada fitnah itu. Tentu mereka lebih percaya pada habaib, apalagi habaib alumni Mekah, daripada saya, orang yang hina ini, yang karakternya telah mati terbunuh oleh fitnah keji itu.
Kelima, katanya diskusi yang akan dibuat di kantor RA itu juga akan disiarkan oleh Nabawi TV. Maaf, saya kurang percaya pada Nabawi TV. Waktu ketua RA berkunjung ke Keraton Kanoman Cirebon dan videonya ditayangkan oleh Nabawi TV, penyiaran itu sangat mengecewakan pihak Keraton, khususnya pustakawan Keraton.
Baca: 20 Esai Tentang "Konflik Habaib dan Keluarga Walisongo" | KH. Ali Badri Masyhuri
Pertama, ketua RA yang memohon pihak Keraton untuk menerima kunjungan beliau, namun di pemberitaannya Nabawi TV menyebutkan bahwa pihak Keraton yang mengundang beliau. Kedua, ada banyak diskusi penting yang videonya dipotong oleh Nabawi TV, termasuk janji ketua RA untuk menegur Habib Bahar. Saya ada bukti rekaman bersama pustakawan Keraton Kanoman.
Saya jadi teringat pada kejadian tahun 1916, dimana majalah RA berbohong dengan menulis pernyataan tidak sesuai dengan hasil diskusi bersama Mufti Hadramaut. Mufti Hadramuat yang dimaksud adalah Habib Abdurrahman bin Ubaidillah Assegaf yang gagal mendamaikan RA dengan Al-Irsyad, karena RA menolak untuk berdamai, sementara Al-Irsyad telah siap untuk berdamai.
Semoga Allah segera memberi jalan terbaik untuk menyudahi konflik ini. Amin. [dutaislam.or.id/ab]