Video beda pendapat tentang tes DNA. Foto: dutaislam.or.id. |
Oleh Edi Joha
Dutaislam.or.id - Qiyafah adalah cara yang digunakan Nabi Muhammad SAW ketika menyelesaikan permasalahan dua orang laki-laki yang berselisih/ berebut kepemilikan anak di zaman Nabi, yang satu mengaku sebagai ayahnya dan yang lain mengaku sebagai pamannya.
Maka Nabi menyelesaikan persoalan itu dengan mengundang shahabat yang ahli genetik dengan memperhatikan ciri-ciri fisik anak itu yang dimungkinkan mirip dengan salah seorang yang berselisih, baik wajah, postur tubuh, dan anggota tubuh lain. Maka Nabi menyerahkan anak tersebut kepada salah seorang yang paling mirip dengan anak itu, yakni yang mengaku pamannya meski warna kulitnya sedikit berbeda (HR. Bukhari).
Dari riwayat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua (leluhur) mewariskan genetik yang sama (menitis) kepada anak cucunya yang membentuk karakter wajah, postur tubuh, anggota tubuh, ciri-ciri khusus lainnya, serta watak dan kepribadian. Bahkan termasuk ilmu dan kecakapan/keahlian juga diwariskan.
Demikianlah bila metode Kiyafah diqiyaskan secara fiqh ke dalam persoalan ketersambungan nasab seseorang dengan suatu keluarga besar yang dinisbatkan kepada nama seorang sesepuh dari keluarga tersebut. Baca: Empat Kali Rabithah Alawiyah (RA) Tidak Hadiri Undangan Diskusi dengan Kiai Imaduddin.
Maka tes DNA dapat digunakan dan hasilnya sah (shoheh), sangat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana rekomendasi dari hasil Bahtsul Masail pada Muktamar NU ke 31 Tahun 2004 di Boyolali, Jawa Tengah. [dutaislam.or.id/ab]