Iklan

Iklan

,

Iklan

Biografi KH. Zubair Dahlan: Ayah KH. Maimoen Sarang

Duta Islam #05
10 Sep 2024, 21:38 WIB Ter-Updated 2024-09-10T14:38:17Z
Download Ngaji Gus Baha
biografi kiai zubair dahlan ayah syaikh maimoen zubair
KH. Zubair Dahlan Sarang, Rembang.


Dutaislam.or.id - KH. Zubair Dahlan lahir pada tahun 1323 H di Desa Karangmangu, Sarang Rembang, sebuah daerah pesisir yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beliau adalah putra kedua dari Kiai Dahlan dan Ibu Nyai Hasanah. 


Sejak kecil, KH. Zubair Dahlan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat religius, di bawah bimbingan langsung ayahandanya. Pendidikan dasar keagamaan, seperti membaca Al-Qur'an, beliau peroleh langsung dari kakeknya, Kiai Syua'ib, seorang ulama yang terkenal akan ilmunya. 


Berkat pengawasan ketat dari kakeknya, pada usia enam tahun, KH. Zubair sudah mampu membaca Al-Qur'an dengan baik, disertai penguasaan tajwid yang memadai. Baca: Biografi KH Hasan Gipo, Ketua Umum PBNU Perdana.


Sejak usia dini, kecerdasan KH. Zubair sudah terlihat menonjol. Beliau juga memiliki semangat yang tinggi dalam mempelajari ilmu agama. Di bawah bimbingan kakeknya, beliau mempelajari berbagai cabang ilmu agama. Untuk bidang sastra dan gramatika Arab, KH. Zubair mendapatkan pendidikan langsung dari ayahandanya. 


Beliau juga mempelajari kitab fiqh seperti Taqrib yang diajarkan oleh pamannya, Kiai Ahmad bin Syua'ib. Kitab Fathul Wahab beliau pelajari di bawah bimbingan Kiai Fathur Rohman bin Kiai Ghozali.


Rihlah Ilmiah KH. Zubair Dahlan

Kehausan KH. Zubair dalam menuntut ilmu tidak terbatas di daerah kelahirannya saja. Pada usia 17 tahun, beliau pergi ke Makkah Al-Mukarramah bersama kakek dan neneknya, Kiai Syua'ib dan istrinya. 


Beliau tinggal di Makkah selama tiga tahun bersama pamannya, Kiai Imam Kholil. Di sana, beliau memanfaatkan kesempatan untuk menimba ilmu dari para ulama di Masjidil Haram. Salah satu gurunya adalah Kiai Baqir Al-Jokjawy (Yogyakarta), yang mengajarkannya ilmu Hadis, Tafsir Jalaalain, dan Syarah Imam Al-Mahally


Beliau juga mendalami ilmu gramatika Arab dari Syaikh Al 'Alamah Hasan Al-Yamany, putra Syaikh Sa'id Al-Yamany, yang mengajarkannya kitab-kitab seperti Syarah Matan Al-Jurumiyyah dan Syarah Al 'Alamah Kafrawi.


Dalam suatu kesempatan, KH. Zubair diuji oleh gurunya dengan sebuah i'rab dari kalimat:


مررت بزيد , ضرب زيد عمرا


Beliau menjawab dengan lancar, “Marortu fi'il madli mabni sukun, ta' merupakan dlomir yang mabni dlomah yang statusnya menjadi fa'il dari مرّ.” 


Berkat kecerdasannya, gurunya memberi beliau julukan "Zubair Al-Kuffy."


Setelah beberapa tahun, KH. Zubair kembali ke Jawa bersama pamannya. Namun, kegigihannya dalam mencari ilmu belum berhenti. Meskipun sudah menimba ilmu di Makkah, beliau masih berguru kepada Syaikh Al 'Alamah Kiai Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang, di mana beliau mempelajari kitab-kitab tafsir, fiqh, dan aqidah. Di sini, beliau mendapatkan ijazah yang berisi sanad keilmuan dari Syaikh Muhammad Mahfud bin Abdullah At-Turmusy.


Pada tahun 1371 H, KH. Zubair kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji bersama jamaah haji dari Indonesia. Di sana, beliau bertemu dengan Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki, dan mengikuti majelis ilmu yang diasuh oleh Sang Sayyid. Beliau sangat terkesan dengan pengajaran Sayyid Alawi yang disampaikan dengan bahasa Arab fushaḥ dan tata bahasa yang indah. 


Di sela-sela perjalanan hajinya, KH. Zubair juga bertemu dengan Syaikh Yasin bin Isa Al-Fadani, seorang ulama besar asal Indonesia yang menetap di Makkah, dan memperoleh Ijazah Muthlaq dari beliau.


Kepribadian dan Akhlak Mulia KH. Zubair Dahlan

KH. Zubair dikenal sebagai sosok yang tekun dalam menuntut ilmu dan sangat mengasihi orang-orang yang lemah dan fakir. Beliau juga memiliki perhatian besar terhadap para santri, senantiasa berpegang teguh pada sunah-sunah Nabi Muhammad Saw dan menjauhi segala bentuk bid'ah yang bertentangan dengan syari'at Islam. Sikap tegas beliau terhadap bid'ah kadang membuatnya mendapatkan cercaan dari orang-orang yang tidak sepaham.


Pada usia 23 tahun, beliau mulai mengajar di pondok pesantren di Sarang, tempat kelahirannya. Santri-santri sangat antusias dalam menimba ilmu darinya. Pada saat mengajar, tempat pengajiannya selalu penuh sesak dengan santri yang ingin belajar kitab-kitab dasar seperti Matan Taqrib, Jurumiyyah, dan Aqidatul Awam. Beliau juga mengajar kitab-kitab besar seperti Jamiul Jawami', Tafsir Baidlowi, dan kitab-kitab karya Imam Al-Mahalli.


Setiap bulan Ramadan, KH. Zubair memiliki kebiasaan untuk membaca Tafsir Jalalain. Ketika usia beliau sudah memasuki 60 tahun, KH. Zubair lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca kitab-kitab tasawuf, seperti Minhajul 'Abidin, Kitab Hikam, dan Ihya' Ulumuddin, yang menemani hari-hari terakhirnya hingga wafat.


Keluarga dan Warisan Ilmu

Pada usia 24 tahun, KH. Zubair menikah dengan Mahmudah binti Kiai Ahmad bin Syua'ib. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai lima anak, namun hanya satu yang hidup hingga dewasa, yaitu KH. Maimoen Zubair. 


Istri beliau wafat pada tahun 1358 H, dan beliau kemudian menikah lagi dengan Aisyah binti Kiai Abdul Hadi. Dari pernikahan kedua ini, beliau memiliki enam anak, lima putri dan satu putra, yaitu KH. Ma'ruf Zubair.


KH. Zubair juga menghasilkan karya-karya tulis, seperti kitab Manasik Haji, Nadham Risalah As-Samarqondiyah, serta beberapa nadhaman mengenai hukum-hukum fiqih. Salah satu syairnya yang terkenal adalah tentang sabar dalam mencari rezeki (dalam bahar Basith):


لَاتَعْجَلَنَّ فَلَيْسَ الرِّزْقُ بِالْعَجَلِ — اَلرِّزْقُ يَأْتِيْ بِلَا رَيْبٍ مَعَ الْأَجَلِ

فَلَوْ صَبَرْتُمْ لَكَانَ الرِّزْقُ يَأْتِيْكُمُوْ — لَكِنَّهُ خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلِ


Terjemah: 

"Janganlah kalian tergesa-gesa dalam urusan rezeki, karena rezeki tidak datang dengan tergesa-gesa. Apabila kalian bersabar, rezeki pasti akan datang, tetapi manusia diciptakan dengan sifat tergesa-gesa."


Wafatnya KH. Zubair Dahlan

KH. Zubair wafat pada tanggal 15 Ramadan 1389 H, setelah beberapa hari menderita sakit. Beliau wafat pada usia 65 tahun, setelah mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengajar dan menebarkan ilmu.


يعيش فقيرا ويموت فقيرا


Terjemah:

"Beliau hidup dalam kesederhanaan, dan meninggal dalam kesederhanaan pula."


Semoga Allah merahmati beliau dan menempatkannya di surga tertinggi, Al-Firdaus. Amin. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan