Ilustrasi. Sumber: pexels.com |
Dutaislam.or.id - Dalam hukum Islam, para ulama sepakat bahwa membagi giliran bermalam bagi suami yang memiliki lebih dari satu istri adalah kewajiban. Hal ini berarti, jika seorang suami bermalam dengan satu istrinya, maka ia harus juga memberikan waktu bermalam secara adil kepada istri lainnya. Hal ini ditegaskan dalam berbagai madzhab fiqih bahwa keadilan dalam giliran tidur adalah keharusan, dan suami tidak boleh mengabaikan hak ini.
Meskipun demikian, para ulama sepakat bahwa melakukan hubungan intim dengan para istri tidak diwajibkan secara setara. Artinya, persenggamaan tidak diharuskan sama antara satu istri dan istri lainnya. Jika salah satu istri tidak menginginkannya, suami tidak dianggap berdosa, namun dianjurkan untuk tetap mendekatinya dan tidak meninggalkannya begitu saja.
Istri yang Nusyusy (نشوز)
Istilah nusyusy merujuk pada istri yang tidak taat kepada suami dalam hal yang diperbolehkan oleh syariat. Para ulama sepakat bahwa istri yang bersikap nusyusy dapat kehilangan hak-hak tertentu, termasuk hak atas nafkah dari suaminya. Ketidaktaatan yang disengaja dan tidak beralasan sesuai dengan syariat bisa menjadi dasar bagi suami untuk tidak memenuhi kewajiban nafkah tersebut. Namun, penting untuk dicatat bahwa hal ini tetap harus dipahami dalam kerangka keadilan dan kasih sayang dalam rumah tangga.
Hukum 'Azl (عزل)
‘Azl adalah istilah yang merujuk pada tindakan suami yang menumpahkan spermanya di luar tubuh istri saat berhubungan intim. Menurut madzhab Syafi’i, melakukan ‘azl tanpa izin istri diperbolehkan, meskipun yang lebih utama adalah menghindari tindakan tersebut. Sebaliknya, madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali berpendapat bahwa ‘azl hanya boleh dilakukan dengan izin dari istri. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan di antara ulama, meskipun secara umum disarankan untuk menghindari ‘azl tanpa persetujuan istri sebagai bentuk penghargaan terhadap hak-hak istri.
Mengistimewakan Istri Baru
Ketika seorang suami menikahi istri baru, para ulama juga memberikan pedoman terkait pembagian giliran bermalam. Menurut pendapat madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, jika istri baru tersebut adalah perawan, maka suami diperbolehkan untuk tinggal bersama istri baru tersebut selama tujuh hari berturut-turut. Jika istri baru tersebut adalah janda, maka waktu kebersamaannya adalah selama tiga hari. Setelah itu, pembagian giliran tidur kembali harus adil di antara semua istri.
Namun, menurut pendapat madzhab Hanafi, tidak diperbolehkan untuk mengistimewakan istri baru, baik itu perawan atau janda. Suami harus langsung melakukan pembagian giliran secara adil antara istri lama dan istri baru. Pendapat ini menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap kesetaraan dalam perlakuan terhadap para istri.
Mengajak Bepergian Salah Satu Istri
Ada pertanyaan penting yang sering muncul: apakah seorang suami boleh mengajak salah satu istrinya bepergian tanpa melalui undian, meskipun istri-istri yang lain tidak setuju? Madzhab Hanafi memperbolehkan suami untuk melakukan hal ini tanpa harus mendapatkan persetujuan atau mengadakan undian.
Namun, menurut pendapat kedua dalam madzhab Maliki, serta pendapat yang dipegang oleh madzhab Syafi’i dan Hambali, suami tidak boleh mengajak salah satu istrinya bepergian tanpa undian atau persetujuan dari istri-istri yang lain. Jika suami tetap memilih untuk pergi bersama salah satu istrinya tanpa undian, maka menurut Syafi’i dan Hambali, ia harus mengganti giliran istri yang tidak diajak. Sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafi dan Maliki, suami tidak wajib menggantinya.
Kesimpulan
Dalam ajaran Islam, keadilan dan perhatian terhadap hak-hak istri adalah prinsip utama dalam rumah tangga, khususnya bagi suami yang memiliki lebih dari satu istri. Pembagian giliran bermalam adalah kewajiban yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh suami. Selain itu, suami harus bijaksana dalam menjaga hubungan dengan istri-istrinya, termasuk dalam urusan yang lebih pribadi seperti hubungan intim dan perjalanan bersama.
Perbedaan pandangan di antara ulama madzhab memberikan fleksibilitas dalam penerapan hukum ini, namun pada intinya semua madzhab sepakat tentang pentingnya keadilan dan kasih sayang dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Dengan memahami dan menerapkan pedoman ini, suami dapat menciptakan keharmonisan di antara istri-istrinya dan menjaga keutuhan rumah tangga. Semoga artikel ini menjadi panduan bagi suami yang ingin mempraktikkan poligami dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. [dutaislam.or.id/ab]