Kitab An-Nawadir Makna Pesantren PDF. |
Dutaislam.or.id - Kitab An-Nawadir karya Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Salamah Al-Qulyubi merupakan sebuah kumpulan kisah menakjubkan yang menawarkan pelajaran berharga dan mengandung nilai-nilai spiritual yang dalam.
Kisah-kisah di dalamnya tidak hanya menginspirasi, tetapi juga menjadi alat untuk melembutkan hati, memperdalam iman, dan memotivasi pembacanya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Salah satu kisah yang terkenal dari kitab ini adalah perjalanan haji yang diwakilkan oleh malaikat, serta kisah-kisah ibadah para orang saleh yang menunjukkan ketulusan dan kedekatan mereka dengan Tuhan.
Baca: Flashdisk Kitab Kuning Makna Pesantren (32 GB)
Salah satu kisah yang menginspirasi dalam kitab ini adalah kisah Abdullah bin Mubarak. Beliau dikenal sebagai ulama besar, pedagang, sekaligus ahli ibadah yang disegani. Diceritakan bahwa pada suatu ketika, Abdullah bin Mubarak pergi untuk menunaikan ibadah haji. Namun, keajaiban terjadi ketika perjalanan hajinya ternyata diwakilkan oleh malaikat.
Kisah ini menunjukkan keutamaan ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh keimanan. Hal ini juga menjadi refleksi bagi kita bahwa amal-amal yang tulus dapat membawa pertolongan Allah Swt dalam cara yang tidak terduga.
Kisah lainnya yang tidak kalah menarik adalah percakapan antara seorang ulama besar, Hatim al-Ashom, dan seorang bernama Ishom bin Yusuf. Kisah ini memberikan gambaran tentang keutamaan shalat yang khusyuk dan penuh kesadaran. Diriwayatkan bahwa Ishom bin Yusuf mendatangi majelis Hatim al-Ashom dengan niat untuk menguji sang ulama. Ishom bertanya, "Wahai Abu Abdirrahman, bagaimana engkau shalat?"
Hatim menjawab dengan tenang, "Ketika waktu shalat tiba, aku berwudhu dengan wudhu dzahir dan wudhu batin." Merasa penasaran, Ishom kembali bertanya, "Bagaimana wudhu batin itu?" Hatim menjelaskan dengan penuh kebijaksanaan, "Adapun wudhu dzahir adalah membasuh anggota tubuh dengan air, sementara wudhu batin adalah membasuh hati dengan tujuh perkara: taubat, penyesalan, meninggalkan cinta dunia, menghindari pujian manusia, meninggalkan keinginan untuk memimpin, menjauhkan diri dari iri, serta menghilangkan dengki."
Penjelasan Hatim tentang wudhu batin membawa makna yang sangat dalam. Ia mengajarkan bahwa wudhu tidak hanya sebatas membasuh tubuh, tetapi juga membersihkan hati dari sifat-sifat yang merusak hubungan seseorang dengan Allah Swt. Dengan kata lain, shalat yang sempurna harus dimulai dengan hati yang bersih dan ikhlas.
Hatim kemudian melanjutkan penjelasannya tentang shalat. Ia menggambarkan bahwa setiap kali ia hendak melaksanakan shalat, ia membayangkan dirinya berada di hadapan Ka'bah, berdiri di antara harapan dan ketakutannya kepada Allah. Ia merasa bahwa Allah sedang memandangnya, dengan surga di sebelah kanannya, neraka di sebelah kirinya, malaikat pencabut nyawa di belakangnya, dan seakan-akan ia berjalan di atas jembatan Shirath.
Baca: Flashdisk Ebook Terjemah Indonesia (32 GB)
Dalam keadaan seperti itu, Hatim melaksanakan shalatnya dengan penuh kesungguhan. Ia niatkan shalatnya sebagai shalat terakhirnya seumur hidup, sehingga ia melaksanakan takbir dengan penuh kesadaran, membaca Al-Qur'an dengan khusyuk, ruku' dengan penuh ketawadhuan, sujud dengan kehinaan di hadapan Allah, tasyahhud dengan penuh harapan, dan salam dengan keikhlasan.
Hatim menutup penjelasannya dengan mengatakan bahwa inilah cara ia melaksanakan shalat selama tiga puluh tahun terakhir. Mendengar penjelasan yang begitu mendalam, Ishom bin Yusuf tak kuasa menahan tangis dan berkata, "Ini adalah sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh siapa pun kecuali engkau."
Kisah ini mengajarkan betapa pentingnya melaksanakan shalat dengan penuh kesadaran dan penghayatan. shalat yang dilakukan dengan cara seperti ini tidak hanya sekedar rutinitas, melainkan sebuah pertemuan intim antara hamba dan Tuhannya. Hatim al-Ashom mencontohkan bagaimana seorang hamba seharusnya mempersiapkan diri, baik lahir maupun batin, sebelum menghadap Allah Swt dalam shalat.
Kitab An-Nawadir menghadirkan banyak kisah-kisah serupa yang mengajarkan kebijaksanaan, ketulusan, dan keimanan yang mendalam. Bagi para pembaca, kitab ini bukan hanya sebuah bacaan, tetapi juga sebuah pedoman untuk memperbaiki ibadah dan memperdalam hubungan dengan Allah.
Melalui kisah-kisah yang disajikan, Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Salamah Al-Qulyubi mengajak kita untuk merenungkan hakikat ibadah dan bagaimana cara melaksanakannya dengan hati yang bersih dan niat yang ikhlas.
Bila Anda ingin membacanya, silakan:
Semoga kisah-kisahnya menginpirasi Anda dan kita semua. [dutaislam.or.id/ab]