Iklan

Iklan

,

Iklan

Kitab Risalah Faishalut Tafriqah (PDF-Drive) dan Terjemahnya

Duta Islam #05
29 Sep 2024, 09:00 WIB Ter-Updated 2024-09-29T02:00:00Z
Download Ngaji Gus Baha
terjemah kitab faisholut tafriqoh pdf makna pesantren
Kitab Faisholut Tafriqoh PDF.


Dutaislam.or.id - Kitab Risalah Faishalut Tafriqah Bainal Islam waz Zandaqah karya Imam Al-Ghazali merupakan sebuah teks pendek namun sarat makna yang hadir sebagai pembelaan terhadap inovasi intelektual dan kritik tajam terhadap kebekuan serta konformisme dalam tradisi mazhab. 


Al-Ghazali tidak hanya menulis risalah ini sebagai tanggapan terhadap tuduhan yang dilontarkan kepadanya, tetapi juga sebagai upaya untuk memperjelas batas antara ajaran Islam yang benar dan tuduhan zindiq (kekafiran) yang sering kali disematkan secara sembrono kepada pemikir-pemikir yang dianggap menyimpang.


Latar belakang penulisan Faishalut Tafriqah dan karya Al-Ghazali lainnya, seperti Al-Munqidz minadz Dhalal, berkaitan erat dengan situasi pribadi dan sosial yang dihadapi oleh sang imam besar pada masa itu. Sekitar tahun 1106, Al-Ghazali mendapat tekanan dari Fakhr Al-Mulk, wazir Dinasti Saljuq dan putra dari Nizham Al-Mulk, agar kembali mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Nisyapur. Fakhr Al-Mulk sangat menghormati Al-Ghazali dan menginginkan kehadirannya di pusat pendidikan prestisius tersebut.


Namun, Al-Ghazali saat itu sudah memasuki fase hidup sebagai seorang sufi. Setelah meninggalkan Baghdad, ia bersumpah untuk menjauhkan diri dari kehidupan politik dan akademis. Selama pengembaraannya sebagai sufi-fakir yang berlangsung sekitar dua tahun, Al-Ghazali menulis karyanya yang monumental, Ihya’ ‘Ulumin Din, yang membahas kebangkitan ilmu-ilmu agama. Karya ini menjadi bukti transformasi spiritualnya, yang menekankan pentingnya pembersihan hati dan kedalaman keagamaan dibandingkan dengan formalisme dan rigiditas mazhab.


Desakan dari Fakhr Al-Mulk menempatkan Al-Ghazali dalam dilema moral yang besar. Ia harus memilih antara tetap memegang sumpah untuk menjauh dari dunia akademis dan politik atau menerima desakan untuk kembali mengajar. Pada akhirnya, ia tidak bisa menolak permintaan wazir, dan ia kembali mengajar di Madrasah Nizhamiyah. Namun, keputusannya ini menimbulkan kontroversi dan serangan dari ulama Nisyapur yang merasa tidak senang dengan kehadirannya.


Berbagai tuduhan dilontarkan terhadap Al-Ghazali, termasuk tuduhan bahwa ia telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Sebagai respons, Al-Ghazali menulis Faishalut Tafriqah sebagai pembelaan diri terhadap serangan-serangan tersebut. 


Dalam prolog risalah ini, Al-Ghazali tidak menahan emosinya dan secara tajam mengecam para penuduhnya. Ia menyebut mereka sebagai orang-orang yang "dengki," "mentah," dan "dungu." Kritiknya yang pedas tidak hanya ditujukan kepada individu-individu yang menyerangnya, tetapi juga kepada seluruh kelompok ulama yang menurutnya lebih mementingkan kedudukan, harta, dan pujian duniawi daripada keikhlasan beragama.


Al-Ghazali menggambarkan mereka sebagai "orang-orang yang tuhan mereka adalah nafsu, kiblat mereka adalah dinar dan dirham, dan ibadah mereka adalah pengabdian kepada mereka yang berpunya." Kata-kata ini mencerminkan kekecewaan mendalam Al-Ghazali terhadap ulama yang terjebak dalam materialisme dan konformisme, yang menurutnya bertentangan dengan esensi Islam yang murni dan suci.


Melalui Faishalut Tafriqah, Al-Ghazali ingin menunjukkan bahwa inovasi dan kebebasan intelektual bukanlah ancaman bagi Islam, tetapi justru merupakan bagian penting dari dinamika perkembangan agama. Menurutnya, Islam yang sejati tidak boleh terjebak dalam kebekuan mazhab yang kaku, melainkan harus terbuka terhadap pemikiran baru selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama.


Risalah ini juga menunjukkan keberanian intelektual Al-Ghazali untuk melawan arus utama dan menolak tunduk pada tekanan sosial. Meskipun ia berada di bawah serangan dari berbagai pihak, Al-Ghazali tetap teguh pada pendiriannya dan tidak ragu untuk membela kebenaran yang diyakininya. Faishalut Tafriqah dengan demikian menjadi salah satu karya penting yang tidak hanya membela integritas Al-Ghazali, tetapi juga memberikan panduan tentang bagaimana umat Islam seharusnya bersikap terhadap perbedaan pendapat dan inovasi dalam pemikiran agama.


Dalam konteks sejarahnya, risalah ini merupakan cerminan dari pergulatan intelektual dan spiritual yang dialami oleh Al-Ghazali, serta menjadi simbol perjuangan melawan kemunduran pemikiran yang disebabkan oleh ketakutan terhadap inovasi dan perbedaan. Al-Ghazali dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama yang luas, yang mampu menampung perbedaan selama hal tersebut tetap berada dalam kerangka syariat yang benar.


Bila Anda ingin membacanya, baik terjemah maupun teks asli, silakan:



Terimakasih. Semoga kitabnya bermanfaat. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan

close
Iklan Flashdisk Gus Baha