Ilustrasi sumpah dhihar dalam asbab nuzul Al-Mujadilah ayat 1-4. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) Surat Al-Mujadilah ayat 1 berkaitan dengan kisah seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa'labah. Khaulah adalah seorang sahabiyah (wanita sahabat Nabi) yang mengalami masalah serius dalam rumah tangganya, yang kemudian memicu turunnya wahyu dari Allah SWT.
Khaulah binti Tsa'labah menikah dengan seorang pria bernama Aus bin Shamit. Suaminya adalah seorang sahabat Rasulullah yang dikenal baik, tetapi dalam suatu kesempatan, terjadilah perselisihan di antara mereka.
Dalam keadaan marah, Aus bin Ash-Shamit melontarkan perkataan yang sangat menyakitkan hati Khaulah, yaitu "Anti 'alayya ka zhahri ummi" (Engkau bagiku seperti punggung ibuku). Pernyataan ini dikenal dalam hukum Arab pra-Islam sebagai zihar, sebuah bentuk sumpah yang secara adat berarti suami menganggap istrinya seperti ibunya sendiri, yang artinya dia haram untuk didekati, tetapi tidak benar-benar menceraikannya.
Hal ini membuat Khaulah berada dalam situasi yang sangat sulit, karena dia tidak lagi dianggap sebagai istri secara penuh, tetapi juga tidak diceraikan.
Dalam keputusasaannya, Khaulah mendatangi Rasulullah SAW dan mengadukan permasalahannya. Ia memohon agar ada solusi bagi dirinya, karena zihar yang diucapkan suaminya tidak memberikan kejelasan tentang status pernikahan mereka.
Dalam percakapan yang panjang dan penuh kesedihan, Khaulah mengadukan kepada Rasulullah bahwa ia masih mencintai suaminya dan tidak ingin berpisah, namun tidak tahu bagaimana menghadapi situasi ini.
Pada saat itu, Rasulullah SAW belum mendapatkan wahyu mengenai kasus zihar, sehingga beliau tidak bisa langsung memberikan keputusan. Namun, Khaulah terus bersikeras dan memohon agar Allah memberikan jalan keluar atas masalahnya.
Karena permohonan Khaulah yang begitu tulus dan penuh keyakinan, Allah SWT kemudian menurunkan wahyu berupa Surat Al-Mujadilah ayat 1-4, yang dimulai dengan firman-Nya:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Terjemah:
"Sungguh, Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengajukan gugatan kepada engkau (Muhammad) tentang suaminya, dan dia mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Al-Mujadilah: 1)
Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia mendengar keluhan Khaulah dan percakapannya dengan Rasulullah. Ayat ini juga menjadi jawaban atas kegundahan Khaulah serta memberikan aturan yang adil terkait hukum zihar. Selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa zihar adalah perbuatan yang tidak dibenarkan, dan bagi suami yang telah melakukan zihar, ada kaffarah (tebusan) yang harus dilakukan untuk membatalkan sumpah tersebut.
Tebusan yang harus dilakukan oleh suami yang melakukan zihar adalah sebagai berikut:
- Membebaskan seorang budak. Jika tidak mampu,
- Berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika masih tidak mampu,
- Memberi makan kepada enam puluh orang miskin.
Aus bin Shamit, setelah mendengar aturan dari Allah ini, segera melaksanakan kaffarah tersebut dan rujuk kembali dengan Khaulah.
Kisah Khaulah binti Tsa'labah ini menjadi contoh luar biasa tentang kekuatan doa dan keyakinan kepada Allah. Khaulah yang dengan penuh keteguhan hati mengadukan masalahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, akhirnya mendapatkan jawaban melalui wahyu Ilahi.
Selain itu, kisah ini juga menunjukkan betapa besar perhatian Allah terhadap kaum wanita dan keadilan dalam kehidupan rumah tangga, serta menunjukkan bahwa Islam memberikan solusi bagi masalah-masalah sosial dengan penuh kebijaksanaan dan kasih sayang. [dutaislam.or.id/ai/ab]