Ilustrasi hijrah Nabi Muhammad Saw. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Ketika sahabat Abdurrahman bin Auf ra hijrah ke Madinah bersama kaum Muhajirin dari Mekkah, beliau menghadapi tantangan besar dalam membangun kembali kehidupannya.
Sebagai salah satu sahabat Nabi yang kaya dan terhormat di Mekkah, Abdurrahman bin Auf meninggalkan seluruh harta bendanya di tanah kelahiran demi hijrah untuk menegakkan agama Islam. Namun, sesampainya di Madinah, dia tidak memiliki harta maupun tempat tinggal, sehingga harus memulai dari awal.
Pada masa hijrah tersebut, Rasulullah Saw mempersaudarakan kaum Muhajirin (para pendatang dari Mekkah) dengan kaum Anshar (penduduk asli Madinah). Persaudaraan ini bukan sekadar ikatan sosial biasa, melainkan sebuah komitmen solidaritas dan saling membantu dalam segala aspek kehidupan, termasuk berbagi tempat tinggal, makanan, dan harta benda.
Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’, seorang sahabat Anshar yang kaya raya di Madinah. Dalam semangat persaudaraan Islam yang sangat tulus, Sa’ad menawarkan Abdurrahman bin Auf harta kekayaannya dan bahkan sesuatu yang sangat berharga: salah satu dari dua istrinya. Sa’ad bin Rabi’ berkata kepada Abdurrahman:
"Aku adalah orang terkaya di antara kaum Anshar. Aku akan membagi harta kekayaanku menjadi dua, setengah untukmu, dan setengah untukku. Aku juga memiliki dua istri. Lihatlah siapa yang kau sukai di antara keduanya, aku akan menceraikannya, dan setelah selesai iddahnya, engkau bisa menikahinya."
Tawaran ini mencerminkan pengorbanan besar dan kedermawanan luar biasa yang ditunjukkan oleh kaum Anshar terhadap saudara-saudara mereka dari Muhajirin. Namun, Abdurrahman bin Auf dengan rendah hati menolak tawaran ini. Beliau tidak ingin menjadi beban bagi saudaranya dan menunjukkan betapa kuatnya semangat mandiri dan usahanya.
Abdurrahman bin Auf dengan bijak menjawab:
"Semoga Allah memberkahi keluarga dan hartamu. Tunjukkan saja padaku di mana pasar."
Dengan keinginan kuat untuk berdiri di atas kakinya sendiri, Abdurrahman bin Auf segera pergi ke pasar Madinah dan mulai berdagang. Dia memulai dengan usaha kecil-kecilan, membeli dan menjual barang-barang seperti keju dan minyak samin. Dengan ketekunan, kejujuran, dan keberkahan dari Allah, tidak lama kemudian Abdurrahman bin Auf berhasil membangun kembali kekayaannya hingga menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling kaya raya di Madinah.
Kisah ini menunjukkan tiga nilai penting:
- Kedermawanan dan solidaritas kaum Anshar, yang rela berbagi apa pun demi menolong saudara-saudara mereka dari Mekkah.
- Kemandirian dan etos kerja Abdurrahman bin Auf, yang tidak ingin bergantung pada orang lain meskipun ditawari bantuan yang besar.
- Keberkahan dalam usaha yang jujur, karena berkat kerja keras dan kejujurannya, Abdurrahman bin Auf segera meraih kesuksesan.
Kisah ini menjadi salah satu teladan indah tentang bagaimana Islam mengajarkan pentingnya membantu saudara seiman serta mendorong umatnya untuk bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain selama masih mampu berusaha. [dutaislam.or.id/ai/ab]